Hari Kesehatan Dunia diperingati setiap tanggal 7 April.
Setiap tahun WHO membuat sebuah tema yang dipilih untuk menyoroti area yang
menjadi perhatian prioritas. Dalam menghadapi pandemi saat ini, planet yang
tercemar, dan meningkatnya insiden penyakit, tema Hari Kesehatan Dunia 2022
adalah “Our Planet, Our Health” atau Planet kita, Kesehatan kita.
Seperti yang kita ketahui bahwa di masa sekarang ini,
dengan masifnya pembangunan menyebabkan banyak masalah, seperti polusi udara,
air yang terkontaminasi, sanitasi yang tidak memadai termasuk pengelolaan
limbah padat, dan dampak negatif dari perubahan iklim adalah ancaman kesehatan
masyarakat lingkungan yang mendesak di Indonesia.
Tema “Planet Kita, Kesehatan Kita” ini harus menjadi
pengingat yang kuat bagi kita bahwa penyelesaian berbagai masalah ini adalah
tanggung jawab kita bersama. Tidak hanya pemerintah dan LSM tapi juga dukungan
dan partisipasi masyarakat.
Bayangkan kesehatan kita, masyarakat, lingkungan, dan
dunia kita, sedangkan kita hanya punya satu planet yang dapat kita tinggali. Kesehatan
kita tergantung pada planet ini, seperti kesehatan bergantung pada perilaku
kita.
Selamat
Hari Kesehatan Dunia Tahun 2022. Mari jaga planet kita untuk kesehatan kita
semua.
Aditya, Ivan. 2020. DPD RI Bahas Masalah Lingkungan
DIY, Ini yang Ditemukan, https://www.krjogja.com/berita-lokal/diy/yogyakarta/dpd-ri-bahas-masalah-lingkungan-diy-ini-yang-ditemukan/2/
diakses pada tanggal 05 April 2022. KR Jogja.
Setiap tanggal 24 Maret diperingati sebagai Hari TBC Sedunia/ HTBS, tema nasiona HTBS tahun ini adalah ‘Investasi untuk Eliminasi TBC, Selamatkan Bangsa’. Pengambilan tema ini mengandung harapan agar hati setiap orang tergerak untuk menyadari pentingnya investasi upaya sekecil apapun yang bahkan seorang individu lakukan untuk menanggulangi TBC akan sangat bermakna demi pencapaian eliminasi TBC karena upaya eliminasi TBC bukan hanya tanggung jawab sektor kesehatan saja tetapi tanggung jawab semua sektor dan setiap individu yang ada. Untuk bisa menjadi bagian dari tugas mulia eliminasi TBC untuk selamatkan bangsa, tentunya kita harus lebih mengenal tentang TBC.
TB atau kalau di Indonesia lebih dikenal dengan sebutan TBC, tentunya nama penyakit ini sudah tidak asing ditelinga kita. Indonesia adalah negara dengan beban Tuberkulosis (TBC) tertinggi nomer tiga di dunia setelah Cina dengan estimasi 824.000 jumlah kasus dengan kematian sebanyak 13.110 dan hanya 47% kasus yang terlaporkan menurut Organisasi Kesehatan Dunia (Global TB Report 2021, WHO). TBC juga menjadi penyebab komplikasi terbesar pada orang dengan HIV dengan jumlah 18.000 kasus orang menderita TBC-HIV sementara kematian akibat TBC pada Orang dengan HIV adalah 4.800 jiwa.
Data Kementerian Kesehatan RI menunjukkan cakupan pengobatan TBC secara nasional mengalami penurunan dari 67% di tahun 2019 menjadi 42% di tahun 2020. Ditambah pandemi COVID-19 yang melanda 2 tahun terakhir, menyebabkan upaya penanggulangan TBC berbasis masyarakat mengalami hambatan yang signifikan. Semenjak Pandemi Covid-19 agaknya keberhasilan penanganan TBC mengalami beberapa kendala. Seperti yang terlaporkan dalam Global TB Report 2021, penemuan kasus Tuberkulosis (TBC) di Indonesia menurun tajam akibat pandemi COVID-19. Adanya wabah virus corona baru ini menyebabkan sebagian besar sumber daya yang ada di masyarakat ditujukan untuk mengatasi penyakit tersebut. Akibatnya, penanggulangan penyakit lainnya menjadi terabaikan, termasuk TBC. Penurunan penemuan kasus TBC ini dikhawatirkan akan menjadi sumber penularan baru karena mereka yang belum ditemukan adalah sumber penularan TBC di masyarakat. Situasi pandemi memberikan tantangan baru bagi pemangku kepentingan program TBC untuk memulihkan upaya-upaya mengejar Eliminasi TBC secara lebih efektif.
Tuberkulosisatau TBC adalah penyakit menular yang disebabkan kuman Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis dikenal orang dengan sebutan TBC, penyakit 3 huruf, paru-paru basah, flek paru dll. Kuman TBC paling sering menyerang paru-paru tetapi juga dapat menyerang organ tubuh lainnya seperti kelenjar getah bening, tulang, otak, kulit dll. TBC ini bukan penyakit keturunan atau guna-guna .
GEJALA TBC
Gejala Utamanya yaitu batuk terus – menerus (berdahak maupun tidak berdahak) Gejala lainnya :
Demam meriang berkepanjangan
Sesak nafas dan nyeri dada
Berat badan menurun
Kadang dahak bercampur darah
Nafsu Makan Menurun
PENULARAN TBC
Penularan TBC terjadi melalui udara dari percikan dahak pasien TBC yang
batuk tanpa menutup mulut. Jika udara yang mengandung kuman TBC tadi terhirup,
maka terdapat kemungkinan kita terkena infeksi TBC namun tidak selalu berarti
kita akan sakit TBC, bisa jadi kuman TBC tersebut ‘tidur ’(dormant)
dalam badan kita.
Kuman ‘tidur’ tidak membuat kita sakit TBC dan kita juga tidak dapat menularkan ke orang lain. Jika daya tubuh menurun kuman TBC yang ‘tidur’ ini menjadi aktif dan memperbanyak diri, maka kita menjadi sakit TBC. TBC tidak menular melalui perlengkapan pribadi si pasien yang sudah dibersihkan seperti peralatan makan, pakaian atau tempat tidur yang digunakan oleh pasien TBC.
PEMERIKSAAN TBC
TB dapat diketahui melalui pemeriksaan dahak
Kuman TB dilihat dengan mikroskopis atau dengan menggunakan mesin Tes Cepat Molekuler (TCM)
Dibutuhkan 2 kali pengambilan dahak pasien yaitu saat datang kelayanan (Sewaktu) dan dahak pagi sesaat setelah bangun tidur (Pagi) atau sebaliknya Pagi dan sewaktu (saat pasien mengantar dahak pagi ke layanan)
Petugas bisa menambahkan informasi fasilitas pemeriksaan yang ada di layanannya, mikroskop atau TCM
MENCEGAH PENULARAN TBC
Minumlah obat teratur. Setelah 2 minggu minum obat, maka jumlah kuman akan berkurang dan tidak akan menular ke orang lain.
Pasien TBC harus menutup mulutnya pada waktu batuk atau bersin.
Tidak membuang dahak sembarangan. Membuang dahak di tempat khusus dan tertutup seperti ke lubang wc atau wastafel dengan mengalirkan atau menyiram air pada dahak yang telah dibuang.
Rumah tinggal harus mempunyai ventilasi udara yang baik agar sirkulasi udara berjalan lancar dan ruang/kamar mendapatkan cahaya matahari
PENGOBATAN TBC
Pasien diberikan obat selama 6 bulan atau lebih, diminum secara teratur, lengkap, sesuai dengan dosis yang diberikan sesuai jadwal berobat sampai sembuh. Sebaiknya obat diminum dalam keadaan perut kosong di pagi hari.
Tahap pemberian obat:
Tahap awal: 2 bulan atau 3 bulan diminum setiap hari (tergantung hasil konversi dahak)
Tahap lanjutan: 4 bulan atau 5 bulan diminum 3x/minggu
Bila tidak patuh dapat menyebabkan pasien menjadi resistan terhadap Obat Anti TBC (OAT) atau yang paling parah menyebabkan kematian. Obat TBC gratis disediakan oleh pemerintah, dapat diperoleh di Puskesmas, Fasyankes lainnya (petugas dapat memberikan informasi Fasyankes yang menyediakan obat TB gratis dan berkualitas).
APA AKIBATNYA BILA PASIEN TBC TIDAK MINUM OBAT TERATUR?
Penyakit tidak akan sembuh atau bahkan menjadi lebih berat.
Penderita tetap dapat menularkan penyakitnya pada orang lain.
Penyakit menjadi makin sukar diobati karena ada kemungkinan bakteri TBC menjadi kebal, sehingga diperlukan obat yang lebih kuat dan lebih mahal (regimen pengobatan TBC kebal obat). Obat untuk bakteri yang kebal belum tersedia di semua fasilitas kesehatan.
Perlu waktu lebih lama untuk sembuh.
Penderita dapat juga menularkan bakteri yang sudah kebal obat pada orang lain.
Keperawatan adalah bagian integral dari
pelayanan profesional kesehatan. UU 38 tahun 2014 menjelaskan bahwa keperawatan
dalam memberikan pelayanan didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan ditujukan
kepada individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat, baik sehat maapunun
sakit. Tercapainya pelayanan profesional keperawatan saat ini, tidak terlepas
dari panjangnya perjalanan sejarah keperawatan. Keperawatan masuk di Indonesia
pada zaman penjajahan Belanda yang mana pada saat itu perawat disebut sebagai
velpeger. Pada tahun 1962 dengan didirikan Akper milik Departemen Kesehatan
di Jakarta, menggambarkan awal mula pendidikan profesional keperawatan mulai
dirintis.
Dengan
semakin kompleksnya dinamika pelayanan kesehatan dan pesatnya perkembangan
keperawatan di Indonesia, tentu saja perlu adanya sebuah wadah yang mampu
menjadi sarana pemersatu, pembuat kebijakan, pembina, pengembang, dan pengawas
keperawatan di Indonesia. 17 Maret 1974 didirikan wadah organisasi keperawatan
di Indonesia, Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). Tahun 2022 tepatnya
tanggal 17 Maret, genap 48 tahun usia PPNI. Sebagai organisasi profesi
keperawatan, PPNI adalah perwujudan semangat profesi keperawatan, yaitu
mewujudkan inti pelayanan keperawatan yang berfokus pada menjaga dan
meningkatkan kesehatan keluarga dan masyarakat.
Ketua
Umum Dewan Pengurus Pusat PPNI, Harif Fadillah mengatakan “Maka perlulah kita
peringati bersama di hari yang berbahagia ini, atas keteguhan semangat kita
bersama sehingga organisasi PPNI dapat berdiri 48 tahun lamanya”. Melalui Surat
Edaran DPP PPNI Nomor 0115/DPP.PPNI/SE/K.S/II/2022 tentang Peringatan Hari
Ulang Tahun (HUT), DPP PPNI menyerukan kepada seluruh pimpinan PPNI mulai dari
tingkat Wilayah hingga Komisariat untuk mengadakan kegiatan Peringatan HUT PPNI
ke-48 secara menyeluruh dan serentak dengan tema “Perawat Bersama Rakyat,
Menuju Bangsa Sehat, Bebas Covid 19”.
Dewan
Pimpinan Komisariat (DPK) PPNI RS Paru Respira merupakan salah satu DPK PPNI
yang berada di bawah Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PPNI Bantul. Menindaklanjuti
SE tentang Peringatan HUT PPNI ke-48, DPK PPNI RS Paru Respira memperingati HUT
PPNI ke-48 dengan mengadakan kegiatan pengabdian masyarakat yaitu edukasi
vaksin booster kepada pengunjung RS Paru Repira. Kegiatan dilakukan oleh
jajaran pengurus beserta seluruh anggota DPK PPNI RS Paru Respira yang
bekerjasama dengan Unit Promosi Kesehatan Rumah Sakit RS Paru Respira. Sasaran
dari kegiatan ini adalah seluruh pengunjung baik pasien maupun pengantar pasien
di Poliklinik RS Paru Respira dengan tetap mengedepankan protokol kesehatan.
Rangkaian
kegiatan pengabdian masyarakat tentang edukasi vaksin booster dimulai pada pukul
08.15 bertempat di ruang tunggu poliklinik RS Paru Respira. Mustofa, AMK selaku
Ketua DPK PPNI RS Paru Respira dalam sambutannya mengatakan bahwa dalam
kesempatan peringatan HUT PPNI ke 48 ini dimanfaatkan sebagai sarana edukasi
vaksin booster agar masyarakat khususnya pengunjung RS Paru Respira memahami
pentingnya dilakukan vaksinasi booster. Pemaparan materi vaksin booster
disampaikan oleh Dwi Setyawati, SST sekitar 15 menit dan dilanjutkan dengan
tanya jawab dengan pengunjung. Sementara dari Unit PKRS menambahkan materi yang
berjudul “Ada Apa dengan TBC dan Covid 19” yang disampaikan oleh Nur Handayani,
SKM.
Dalam
kegiatan juga diberikan souvenir kepada pengunjung berupa handsanitizer,
masker, gantungan kunci, dan kalender. Secara umum acara berjalan dengan lancar
dan menarik, yang ditandai dengan antusias pengunjung rumah sakit dalam
memperhatikan penyampaian materi dan banyaknya pertanyaan terkait materi
seputar vaksin booster, covid 19, dan TBC.
Dengan
adaya kegiatan pengabdian masyarakat pada HUT PPNI ke 48, menunjukkan
eksistensi perawat dalam ikut mewujudkan bangsa yang sehat dan bebas covid 19.
Tentunya bukan hanya dalam moment ini saja, akan tetapi dalam keseharian
menjalankan tugas sebagai perawat harus senantiasa membaktikan dirinya dalam berperan
mewujudkan masyarakat yang sehat. DIRGAHAYU PPNI KE 48, semoga selalu diberikan
kemudahan dan perlindungan dalam menjalankan tugas. PPNI JAYA…!! (agg*)
TBC
atau Tuberculosis adalah penyakit yang disebabkan oleh kuman Mycobacteriumtuberculosis. Kuman ini paling sering menyerang paru-paru tetapi
dapat juga menyerang organ tubuh lainnya seperti kelenjar getah bening, tulang,
otak, kulit dll. TBC sering juga disebut dengan paru-paru basah atau flek paru.
Banyak orang yang menganggap bahwa TBC adalah penyakit keturunan, akibat
guna-guna atau di racuni orang lain.
Hal
ini disebabkan karena pada beberapa orang
yang terkena penyakit TBC di temui ada yang batuk bercampur darah, gelisah dan
sering berkeringat di malam hari, nafsu makan berkurang sampai berat badan yang
menurun drastis. Gejala-gejala tersebut sering sekali dikaitkan dengan
guna-guna. TBC adalah penyakit menular sehingga sangat memungkinkan apabila di
rumah ada yang positif terkena TBC maka tidak menutup kemungkinan yang tinggal
serumah juga positif
TAHUKAH KAMU ?
Penularan TBC terjadi melalui udara
dari percikan dahak pasien TBC yang batuk tanpa menutup mulut. Jika udara yang
mengandung kuman TBC tadi terhirup maka terdapat kemungkinan kita terkena
infeksi TBC namun tidak selalu berarti kita akan sakit TBC, bisa jadi kuman
tersebut ‘ tidur ‘ (dormant) dalam badan kita. Kuman ‘ tidur ‘ tidak membuat
kita sakit TBC dan kita juga tidak dapat menularkan ke orang lain. Jika daya
tahan tubuh menurun, kuman TBC yang ‘ tidur ‘ ini menjadi aktif dan
memperbanyak diri, maka kita menjadi sakit TBC.
SIAPA YANG PALING BERISIKO SAKIT TBC ?
Siapa
saja dapat tertular TBC tetapi belum tentu menjadi sakit.
Orang
dengan imunitas atau daya tahan tubuh rendah yang paling berisiko, yaitu :
Anak
Orang dengan HIV / AIDS
Orang usia lanjut
Penyandang Diabetes Mellitus
Perokok
Orang
kontak erat atau kontak serumah dengan pasien TBC
GEJALA TBC
Batuk terus menerus (berdahak maupun tidak
berdahak)
Demam meriang berkepanjangan
Sesak nafas dan nyeri dada
Berat badan menurun
Kadang dahak bercampur darah
Nafsu makan berkurang
Berkeringat di malam hari meski tanpa
melakukan kegiatan
Bila
mengalami gejala di atas segera lakukan pemeriksaan dahak. Dibutuhkan 2 kali
pengambilan dahak pasien yaitu saat datang ke layanan (sewaktu) dan dahak pagi
sesaat setelah bangun tidur (pagi).
Kanker
adalah penyakit yang sering menjadi momok yang menakutkan. Setiap tanggal 4 Februari
2022 diperingati sebagai hari kanker sedunia dimana pada momen ini kita
diingatkan untuk meningkatkan kesadaran kita dalam upaya mencegah penyakit
kanker. Berdasarkan data Riskesdas, prevalensi tumor/kanker di Indonesia
menunjukkan adanya peningkatan dari 1.4 per 1000 penduduk di tahun 2013 menjadi
1,79 per 1000 penduduk pada tahun 2018. Sedangkan data Global Burden of Cancer
Study (Globocan) dari World Health Organization (WHO) mencatat, total kasus
kanker di Indonesia pada 2020 mencapai 396.914 kasus dan total kematian sebesar
234.511 kasus.
Berdasarkan
grafik disamping kanker payudara memiliki jumlah kasus baru tertinggi di Indonesia sebesar 65.858 kasus atau 16,6% dari
total 396.914 kasus kanker. Kanker serviks (leher rahim) menempati urutan kedua
dengan jumlah 36.633 kasus atau 9,2% dari total kasus kanker. Kanker paru-paru
menyusul di urutan ketiga dengan jumlah 34.783 kasus (8,8% dari total kasus),
lalu kanker hati sejumlah 21.392 kasus (5,4% dari total kasus), dan kanker
nasofaring (area di sebelah atas bagian belakang tenggorokan) sejumlah 19.943
kasus (5% dari total kasus).
Tingginya kasus kanker tentu bisa
menjadi kewaspadaan awal kita untuk mau meminimalisir faktor yang terkait
dengan penyakit kanker tersebut. Ada beberapa hal yang kemudian terkait dengan
kejadian kanker. Menurut Yayasan Kanker Indonesia (YKI), salah satu penyebab
tingginya kasus kanker di Indonesia adalah kondisi lingkungan yang terus
menghasilkan bahan karsinogen, seperti rokok, daging olahan, dsb. Penyebab lain
yang juga mempengaruhi seperti kebiasaan begadang, kurang olah raga, dan makan
terlalu banyak.
Penyakit
kanker sendiri di Indonesia adalah salah satu penyakit yang mengakibatkan
jumalah kematian cukup besar. Kanker adalah penyakit yang disebabkan oleh
pertumbuhan sel abnormal yang tidak terkendali di dalam tubuh . Pertumbuhan sel
abnormal ini dapat merusak sel normal di sekitarnya dan di bagian tubuh yang
lain. Kanker merupakan penyebab kematian kedua terbanyak di seluruh dunia.
Kanker sering menyebabkan kematian karena umumnya penyakit ini tidak
menimbulkan gejala pada awal perkembangannya, sehingga baru terdeteksi dan
diobati setelah mencapai stadium lanjut. Itulah makanya penting untuk kita pemeriksaan
skrining atau cek kesehatan secara berkala, agar kanker dapat terdeteksi secara
dini.
Munculnya permasalahan kanker
berdampak tidak saja hanya kepada pasien saja, tetapi sosial, ekonomi
masyarakat dan negara. Semisal saja apabila ada ibu yang yang menderita penyakit
kanker, anak-anak akan dapat kehilangan kesempatan mendapatkan Airs Susu Ibu
(ASI), pengasuhan optimal untuk tumbuh kembangnya. Belum lagi bila yang
menderita penyakit kanker adalah ayah pencari nafkah, tentu ini akan mengganggu
stabilitas perekonomian keluarga. Permasalahan lain adalah masalah akses
keperawatan. Terkait masalah akses keperawatan, Hari Kanker sedunia tahun ini tema
global “Close the Care Gap” yang artinya “Tutup Kesenjangan Perawatan”.
Kampanye baru Hari Kanker Sedunia untuk membangun akses perawatan kanker yang
lebih adil dan merata untuk semua. Tapi pada kenyataannya, tidak bisa
dipungkiri ada beberapa masyarakat yang kurang percaya dengan mutu pelayanan
kanker di Indonesia, sehingga mereka memilih pengobatan di luar negeri. Ada lagi
yang sebagian memilih pengobatan alternatif yang kurang dapat dipercaya
efektifitasnya. Layanan medis terkait kanker di Indonesia sebenarnya sudah
mengalami kemajuan, akan tetapi terkadang pada pasien muncul rasa takut untuk
periksa dan menjalani pengobatan.
Permasalahan
terkait perawatan kanker tidak bisa kita lihat hanya sebagian saja, tetapi
harus secara keseluruhan. Disini perlunya kerjasama antara pemerintah, lembaga
terkait dan masyarakat itu sendiri dalam upaya penanganan dan pencegahan
penyakit kanker. Bagi pemerintah tentunya dapat dilakukan dengan terus
meningkatkan pelayanan medis terkait penanganan pasien maupun layanan deteksi
dini. Selain itu juga perlu peningkatan pelayanan jaminan kesehatan yang adil
dan merata bagi masyarakat terutama pasien kanker. Pelayanan kesehatan yang memadai serta adil
dan merata akan dapat membantu pada sisi kualitas hidup pasien kanker. Hal ini
serupa juga diungkap dalam penelitian Made Ririn Sri Wulandari “Hubungan
Kepuasan Selama Perawatan dengan Kualitas Hidup Pasien Kanker Ovarium di RSUP
Sanglah”, dimana hasilnya menyebutkan ada hubungan antara kepuasan selama
pengobatan dengan kualitas hidup pasien kanker ovarium di Rumah Sakit Umum
Sanglah.
Dalam
sisi pencegahan perlu adanya kerjasama antara pemerintah dan lembaga terkait
misalnya saja yayasan kanker atau komunitas/kelompok pendukung sesama penderita
kanker untuk pemberian edukasi terkait pencegahan dan penanganan khususnya
pasien kanker. Masyarakat juga berperan penting dalam upaya mencegah penyakit
kanker dengan upaya mencegah munculnya penyakit kanker dengan pola hidup sehat,
dan pentingnya masyarakat khususnya keluarga pasien untuk dapat memberikan
dukungan kepada pasien dalam upaya keberhasilan pengobatan. Dari dukungan
sosial kepada pasien inilah dapat memberikan efek positif terhadap kualitas
hidup pasien kanker. Hal ini pernah diungkapkan pada penelitian Witdiawati,dkk
dengan judul “Dukungan Sosial Dalam Adaptasi Kehidupan Klien Kanker Payudara di
Kabupaten Garut” dimana hasil penelitiannya menyebutkan ukungan sosial sangat
bermakna dan menjadi satu kekuatan dalam adaptasi kehidupan klien kanker
payudara, sehingga terbentuk mekanisme koping yang adaptif dalam menghadapi kondisi penyakitnya dan aktivitas
sosial sebagai wujud adaptasinya.
Gejala kanker dapat bervariasi
tergantung dari jenis kanker nya dan pada organ tubuh mana yang terkena kanker.
Beberapa gejala yang sering dialami penderita kanker adalah:
Orang
yang berisiko terkena kanker perlu menjalani skrining dan pemeriksaan rutin ke
dokter. Contohnya, seorang perokok yang anggota keluarganya pernah terkena
kanker, atau seseorang yang sering bergonta-ganti pasangan seksual tanpa
menggunakan kondom. Seseorang juga perlu memeriksakan diri ke dokter apabila mengalami
gejala kanker, seperti munculnya benjolan di tubuh, penurunan berat badan
secara drastis, atau batuk kronis. Deteksi dini kanker dapat meningkatkan
keberhasilan pengobatan.
Tapi bagaimanapun juga, pencegahan
lebih baik daripada mengobati. Untuk pencegahan kanker kita disarankan untuk
melakukan gaya hidup sehat. Ada beberapa tips yang bisa dilakukan untuk
pencegahan penyakit kanker, antara lain :
CERDIK
: Cek kesehatan secara berkala, Enyahkan asap rokok, Rajin Aktifitas Fisik,
Diet Seimbang, Istirahat cukup dan Kelola stress dengan baik
Batasi
konsumsi daging dimasak sangat matang atau dibakar
Terapkan
“Isi Piringku” : Porsi Isi Piringku Kemenkes terdiri dari makanan pokok, yakni
sumber karbohidrat dengan porsi 2/3 dari 1/2 piring. Lalu dilengkapi dengan
lauk pauk dengan porsi 1/3 dari 1/2 piring. Untuk setengah piring lainnya diisi
dengan proporsi sayur-sayuran dengan porsi 2/3 dan buah-buahan dengan porsi 1/3
Jaga
berat badan ideal
HIndari
perilaku berisiko, misal : Berbagi jarum dengan orang yang menggunakan obat
intravena dapat menyebabkan HIV, serta hepatitis B dan hepatitis C, yang dapat
meningkatkan risiko kanker hati.
Tidak
merokok
Berjemur
di bawah matahari secukupnya
Tidak
mengkonsumsi alkohol
Memakai
masker bila perlu saat harus berada atau dekat dengan asap pabrik
Batasi
penggunaan handphone yang tidak tepat
HIndari
makanan dan minuman yang mengandung zat carsinogen (pengawet)
Hindari
cara pengolahan dan penyajian makanan yang salah misalanya penggunaan minyak
goreng bekas secara berulang
Begitu bahayanya
penyakit kanker, untuk itu kita perlu menyadari pentingnya hidup sehat. Yuk
mulai sekarang kita biasakan pola hidup sehat agar terhindar dari penyakit
kanker.
Daftar Pustaka
Atika
Dwi Damayanti, dkk. 2008. Penanganan
Masalah Sosial dan Psikologis Pasien Kanker Stadium Lanjut dalam Perawatan
Paliatif. Indonesian Journal of Cancer, Vol 2 No. 1 (2008)
Kementrian
Kesehatan Republik Indoensia. 2013. Menkes
Ungkap 4 Masalah Utama pada Penanggulangan Kanker. https://sehatnegeriku.kemkes.go.id diunggah 21 februari 2013
Vania
Rosa, dkk. 2019. Rumitnya Permasalahan
Pengobatan Kanker di Indonesia. https://www.suara.com diunggah 15 Juli 2019
Mardana,
Andi. 2022. Hari Kanker Sedunia 2022
“Tutup Kesenjangan Perawatan”. https://www.womanindonesia.co.id diunggah 26 Januari 2022
Sapto
Adhi, Irawan. 2020. 12 Cara Mencegah
Kanker Secara Alami. https://health.kompas.com diunggah 11 Juli 2020
Pranita,
Ellyvon. 2021. Kasus Baru dan Kematian
akibat Kanker di Indonesia Naik 8,8 Persen. https://www.kompas.com diunggah 3 April 2021
Pranita,
Ellyvon. 2021. Situasi Kanker Paru di Indonesia Saat Ini, Prevalensi Kematian
Meningkat. https://www.kompas.com diunggah 10 Desember 2021
Witdiawati,
dkk. 2018. Dukungan Sosial Dalam Adaptasi
Kehidupan Klien Kanker Payudara di Kabupaten Garut. Indonesia Journal of
nursing Research Ngudi Waluyo Ungaran University, Vol 1, No. 1 (2108)
Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia. 2018. Riskesdas
2018.
Wulandari,
Made Ririn Sri. 2020. Hubungan Kepuasan
Selama Perawatan dengan Kualitas Hidup Pasien Kanker Ovarium di RSUP Sanglah.
Jurnal Keperawatan PolKesyo, Vol.9, No. 2 (2020)
Masa Pandemi memasuki tahun
kedua pada 2022 ini. Tentunya kita berharap pandemi ini segera berakhir.
Terkait dengan masa pandemi, banyak kemudian berimbas pada banyak sektor.
Contohnya saja pada sektor ekonomi dan kesehatan. Pandemi COVID-19 telah mempengaruhi
29,12 juta penduduk usia kerja di Indonesia. Kebijakan pembatasan aktivitas
ekonomi untuk menekan laju penyebaran COVID-19 telah menyebabkan tingkat
pengangguran meningkat tajam dari 5% pada Februari 2020 menjadi 7% pada Agustus
2020 (atau sekitar 42% lebih tinggi). Selain itu, survei J-PAL (2020)
melaporkan bahwa sekitar 56% pria dan 57% wanita telah kehilangan pekerjaan
atau tidak lagi bekerja pada Maret 2020. Fenomena kehilangan pekerjaan ini
terjadi secara tidak proporsional di daerah perkotaan dibandingkan dengan
daerah pedesaan dan sangat parah di Jawa. Dalam sektor kesehatan juga mengalami
imbas yang luar biasa. Negara harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk
biaya perawatan penderita Covid-19, obat-obatan dan vaksin .
Kondisi masyarakat sendiri akibat pandemi terlihat pada
perekonomian keluarga dan kesehatan keluarga. Seperti kita ketahui, dampak dari
menurunnya persentase ekonomi di Indonesia, salah satunya adalah peningkatan
angka pengangguran dan penduduk miskin yang disebabkan karena PHK selama masa
pandemi Covid-19. Hal ini membuat daya beli masyarakat juga menurun untuk
masyarakat kalangan ekonomi ke bawah. Hal ini mempengaruhi jumlah dan kualitas
konsumsi keluarga. Banyak masyarakat yang kemudian konsumsi makanan tanpa
memperhatikan aspek nilai gizinya. Dan kemudian akhirnya dapat mempengaruhi
munculnya permasalahan beban ganda malnutrisi dimana muncul stunting dan
obesitas pada anak.
Stunting
adalah masalah kurang gizi kronis yang ditandai dengan tubuh pendek. Penyebab
dari stunting adalah rendahnya asupan gizi pada 1.000 hari pertama kehidupan,
yakni sejak janin hingga bayi umur dua tahun. Selain itu, buruknya fasilitas
sanitasi, minimnya akses air bersih, dan kurangnya kebersihan lingkungan juga
menjadi penyebab stunting. Kondisi kebersihan yang kurang terjaga membuat tubuh
harus secara ekstra melawan sumber penyakit sehingga menghambat penyerapan
gizi. Sedangkan obesitas merupakan penumpukan lemak yang berlebihan akibat
ketidakseimbangan asupan energi (energy intake) dengan energi yang digunakan
(energy expenditure) dalam waktu lama. (WHO,2000)
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada tahun
2021 mengadakan survei Studi Status Gizi Indonesia dimana hasilnya terdapat
angka stunting sebesar 24,4%. Angka ini telah mengalami penurunan dimana tahun
2018 angka stunting mencapai 30,8% dan tahun 2019 berada pada angka 27,7%.
Sedangkan obesitas anak pada 2018 angkanya masih 8 persen, lalu turun 3,5
persen menjadi 4,5 persen di 2019, dan saat ini turun lagi 0,7 persen menjadi
3,8 persen di 2021. Walaupun angka kedua permasalahan gizi tersebut mengalami
penurunan, kita belum bisa lega, karena hal ini menjadi pekerjaan rumah yang
tidak ringan. Seperti stunting, prevalensi
stunting di Indonesia lebih baik dibandingkan Myanmar (35%), tetapi masih lebih
tinggi dari Vietnam (23%), Malaysia (17%), Thailand (16%) dan Singapura (4%). Untuk obesitas, walaupun sudah menurun tapi
masalah ini tidak boleh dianggap enteng, karena berawal dari obesitas inilah
nantinya kan berimbas pada kesehatan di masa mendatang.
Masalah stunting dan obesitas dapat dipengaruhi banyak
hal. Kedua permasalahan ini musti dilihat secara keseluruhan, jangan dari satu
sisi saja. Pandemi Covid-19 menyebabkan perubahan dalam banyak hal, dari sistem
ekonomi, kesehatan, sosial hingga pendidikan. Selama pandemi, faktor ekonomi
menjadi ancaman bagi masyarakat dalam upaya pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
Pandemi menyebabkan masyarakat mengalami kesulitan mendapatkan penghasilan
akibat kegiatan ekonomi terhenti karena adanya pembatasan sosial untuk menekan
penyebaran virus. Sulitnya mendapatkan penghasilan akan berdampak pada
ketahanan ekonomi keluarga dalam upaya pemenuhan kebutuhan pangan sehingga
masyarakat menjadi memiliki keterbatasan akses, ketersediaan dan keterjangkauan
makanan sehat. Dari sinilah kemudian dapat menyebabkan kekurangan zat gizi
keluarga. Anak yang sedang membutuhkan nutrisi untuk tumbuh kembangnya bila
kekurangan zat gizi akan meningkatkan risiko stunting pada anak. Hal ini senada
dengan penelitian “Berdampakkah Pandemi Covid-19 terhadap Stunting di Bangka
Belitung?”, dimana hasil yang diperoleh menunjukkan pembatasan kegiatan sosial
masyarakat berakibat pada perubahan pola sosial ekonomi. Pembatasan terhadap
akses konsumsi dan pelayanan kesehatan akan mempengaruhi status gizi anak.
Penurunan status gizi anak dapat berdampak pada peningkatan prevalensi anak
berisiko stunting di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung selama pandemi
covid-19.(Wiwin, Efrizal, 2020)
Stunting sebenarnya dapat dicegah, yaitu dimulai dari
saat ibu masih remaja. Asupan dan pola makan yang sehat tentunya akan membuat
tubuh sehat sekaligus akan mempersiapkan tubuh kelak saat mengandung hingga
menjadi ibu. Janin yang dikandung pun tentunya diharapkan juga tidak kekurangan
zat gizi saat dalam kandungan. Selanjutnya menyusui eksklusif selama enam bulan
pertama kehidupan dan pemberian Makanan Pendamping ASI (MPASI) yang tepat
dimulai pada usia enam bulan dan menyusui hingga dua tahun atau lebih akan
dapat mencegah terjadinya stunting bahkan obesitas. Inilah yang kemudian
mengapa 1000 Hari Pertama Kehidupan(HPK) menjadi salah satu momen penting dalam
pemenuhan kebutuhan gizi dalam upaya pencegahan stunting.
Penyebab stunting terkait dengan beberapa hal antara
lain, sosial ekonomi, status gizi ibu, pola pengasuhan, kebiasaan makan,
tingkat pendidikan, informasi terkait gizi, infeksi, ketersediaan air bersih,
keamanan pangan, asupan makanan, kekurangan zat gizi (defisiensi mikronutrien),
keterjangkauan fasilitas kesehatan dan lingkungan. Dalam beberapa penelitian juga
sebagian telah diteliti, seperti penelitian “Faktor yang Berhubungan dengan
Pengetahuan Orangtua tentang Stunting pada Balita” yang menyimpulkan bahwa faktor
yang berhubungan dengan pengetahuan tentang stunting yaitu usia(p=0,017),
pendidikan (p=0,043), informasi (p=0,002). Penelitian lain “Faktor-Faktor
yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting pada Anak Usia 24-59 Bulan di Wilayah
Kerja Puskesmas Andalas Kecamatan Padang Timur Kota Padang Tahun 2018” dimana
hasil penelitian menyebutkan terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat
asupan energi, riwayat durasi penyakit infeksi, berat badan lahir, tingkat
pendidikan ibu dan tingkat pendapatan keluarga dengan kejadian stunting.
Pandemi tidak saja memunculkan masalah
stunting tetapi juga masalah obesitas pada anak. Pandemi mengakibatkan
perubahan kebiasaan bahkan sistem pendidikan kita. Kebijakan pemerintah dimana
pembatasan sosial dalam rangka menekan angka penyebaran virus membuat kita
harus banyak menghabiskan waktu di rumah. Sistem bekerja diubah dengan
pembelakukan sistem work from home (WFH). Sistem pembelajaran yang awalnya
tatap muka diubah menjadi sistem pembelajaran jarak jauh dengan sistem
pembelajaran online di rumah. Penurunan ekonomi akibat pandemi bagi sebagian
orang membuat kemampuan daya beli atas makanan sehat berkurang sehingga tak
jarang asupan makanan lebih banyak makanan tidak sehat dimana kandungan kalorinya
tinggi. Anak sekolah menghabiskan waktunya sekitar 3-4 jam untuk kegiatan
pembelajaran. Sisanya, anak menghabiskan waktu yang tidak bermanfaat untuk
kebugaran tubuh, contoh saja karena sistem pembelajaran seringkali menggunakan
gadget atau computer, anak-anak cenderung menghabiskan waktunya didepan layar
gadget atau computer. Kebiasaan ini biasa disebut dengan Sedentary lifestyle, dimana gaya hidup anak yang tidak banyak
melakukan suatu gerakan karena sudah membiasakan diri untuk berdiam diri
dikamar dengan bermalas-malasan sehingga anak tidak aktif dalam beraktivitas
fisik. Gaya hidup Sedentary lifestyle diikuti
asupan makanan tidak terkontrol, energi yang dikeluarkan sedikit sehingga tubuh
menyimpan banyak lemak. Inilah kemudian akan menyebabkan peningkatan berat
badan. Hal serupa juga dipaparkan dalam penelitian Nourmayansa yang berjudul “Hubungan Belajar Dari Rumah Dan Peningkatan
Berat Badan Pada Anak Usia Sekolah di Masa Pandemi COVID- 19, dimana hasil
penelitiannya menyimpulkan bahwa terdapat hubungan antara belajar dari rumah
dengan peningkatan berat badan pada anak usia sekolah di SD.(Nourmayansa, dkk,
2021). Peningkatan berat badan yang tidak terkontrol lambat laun akan menjadi
obesitas. Penelitian lain yang terkait dengan obesitas anak yaitu penelitian
yang berjudul “Hubungan Sedentary Life Style Dengan Kejadian Obesitas Pada Anak
Selama Pandemic Covid-19” dimana hasil penelitian menyebutkan terdapat hubungan
sedentary lifestyle dengan kejadian obesitas pada anak selama pandemi covid-19.
Baik stunting maupun obesitas banyak
faktor yang membelakangi terjadinya risiko tersebut. Untuk itu dalam moment
Hari Gizi Nasional yang diperingati pada tanggal 25 Januari 2022 yang mengambil
tema “Aksi Bersama Cegah Stunting dan Obesitas”, mari kita tingkatkan kesadaran
akan pentingnya mencegah stunting dan obesitas mulai dari diri-sendiri dan
lingkungan keluarga. Pentingnya peran orangtua dalam hal pengasuhan anak dan
memperoleh informasi yang benar dengan pola hidup sehat termasuk didalamnya
terkait penerapan pola makan yang sehat, menjadi poin penting pencegahan
stunting maupun obesitas. Pada masa kanak-kanak merupakan kesempatan membentuk
kebiasaan anak untuk makan sehat. Kebiasaan makan sehat, pemilihan asupan makan
yang sesuai “isi piringku” diikuti dengan penerapan pola hidup sehat lainnya
seperti olahraga teratur, istirahat cukup serta ketersediaan air bersih dan
keamanan pangan yang memadai, akan banyak membantu mencegah terjadinya risiko
stunting dan obesitas. Dalam isi piringku telah digambarkan setengah isi piring
berisi 2/3 bagian dengan karbohidrat, 1/3 bagian berisi lauk pauk. Setengah
porsi lagi berisi sayur dan buah. Dalam slogan “isi piringku” juga mengajarkan
bagaimana sebaiknya ketercukupan kebutuhan air dan pembatasan konsumsi garam,
gula dan lemak. Yuk, mulai sekarang kita terapkan pola hidup sehat demi generasi
yang sehat dan berkualitas.
DAFTAR PUSTAKA
Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia. 2018. Isi Piringku
Sekali Makan. http://p2ptm.kemkes.go.id diunggah 24 Juli 2018
Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia. 2018. 1 dari 3 Balita
Indonesia Derita Stunting. http://p2ptm.kemkes.go.id diunggah 9 April 2018
Kementreian Kesehatan
Republik Indonesia. 2018. Ini Penyebab
Stunting pada Anak. www.kemkes.go.id diunggah 24 Mei 2018
Wiwin, Efrizal. 2020. Berdampakkah Pandemi Covid-19 terhadap
Stunting di Bangka Belitung? Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia. Vol.9 ,
No 3 September 2020.
Anita Rahmawati, dkk. 2019.
Faktor yang Berhubungan dengan
Pengetahuan Orang Tua tentang Stunting pada Balita. Jurnal Ners dan
Kebidanan, Volume 6, Nomor 3, Desember 2019, hlm. 389–395
Eko Setiawan,dkk.
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting pada Anak Usia
24-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas
Andalas Kecamatan Padang Timur Kota Padang Tahun 2018. Jurnal
Kesehatan Andalas. 2018; 7(2)
Nourmayansa Vidya
Anggraini, dkk. 2021. Hubungan Belajar
Dari Rumah Dan Peningkatan Berat Badan Pada Anak Usia Sekolah di Masa Pandemi
COVID-19. Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 6 (4) 2021
Razdkanya Ramadhanty. 2021. Status
Gizi Anak Indonesia Meningkat, Obesitas Turun jadi 3,8 Persen! https://health.detik.com diunggah 27 Desember 2021
Gangguan pendengaran adalah kehilangan
pendengaran di salah satu atau kedua telinga. Kondisi ini bisa di sebabkan oleh
banyak hal mulai dari paparan bising dalam waktu yang lama hingga gangguan pada
sistem saraf pendengaran. Telinga adalah organ pendengaran yang berperan
penting dalam menghantarkan dan menerima suara atau bunyi. Telinga terdiri dari
3 bagian, yaitu telinga bagian luar, telinga bagian tengah, dan telinga bagian
dalam. Saat terjadi gangguan pada bagian-bagian telinga tersebut, maka akan
terjadi gangguan dalam proses mendengar. Akibatnya, suara bisa terdengar tidak
jelas atau bahkan tidak terdengar sama sekali.
Akibat gangguan pendengaran
Pada
orang Dewasa gangguan pendengaran mempunyai dampak dalam hal berkomunikasi,
emosional dan hubungan sosial.
Pada
anak-anak dapat mempengaruhi nilai akademik/prestasi belajar dan dapat
mengakibatkan gangguan perkembangan wicara.
Anda
mungkin mengalami gangguan pendengaran, jika :
Sering menyalakan radio, Televisi, musik dengan suara yang tinggi.
Sering meminta seseorang untuk mengulang pembicaraan
Telinga anda berbunyi atau berdenging
Orang memberi tahu anda bahwa anda berbicara dengan keras
Anda kesulitan mengikuti pembicaraan
Sedangkan
anak mungkin mengalami gangguan pendengaran, jika :
Tidak
memahami apa yang anda katakan dengan benar
Tidak
merespons suara
Keluar
cairan dari telinga
Sering
mengalami nyeri berulang pada telinga atau penyumbatan di telinga
Terlambat
mulai berbicara atau perkembangan bicaranya tidak sesuai dengan usianya.
Kapan harus ke Dokter?
Lakukan pemeriksaan ke dokter jika mengalami gejala di atas, terutama ketika gangguan pendengaran tersebut mengganggu kegiatan sehari-hari. Segera temui dokter bila mendadak tidak bisa mendengar apa pun. Lakukan kontrol ke dokter jika Anda merasa bahwa kemampuan pendengaran Anda menurun secara bertahap, terutama jika Anda pernah menderita infeksi telinga, diabetes, hipertensi, gangguan jantung, stroke, dan cedera otak, sebelumnya.
Idealnya, pemeriksaan pendengaran
sebaiknya dilakukan setiap tahun atau setidaknya setiap 10 tahun sekali hingga
Anda berusia 50 tahun. Setelah usia 50 tahun, lakukan pemeriksaan pendengaran
minimal setiap 3 tahun sekali.
“Masak dari tadi di IGD cuma di tensi doang….???!!!”
Tidak dipungkiri
pernyataan seperti itu sering kita dengar, bahkan di sekitar kita…
Uuuupppssss…jangan negative thinking dulu…
Yuppp…Kesehatan
merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. World Health Organisation
(WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai kesejahteraan fisik, mental, sosial, dan
bukan hanya tidak adanya penyakit dan kelemahan. Banyak upaya dari seseorang
untuk mempertahankan kesehatannya ketika mereka menyadari adanya ancaman
kesehatan pada dirinya. Pergi dan berobat ke rumah sakit adalah sebagai upaya
bagi mereka yang mengalami ancaman kesehatan.
Instalasi
Gawat Darurat (IGD) merupakan salah satu pintu utama atau garda terdepan dalam
memberikan layanan kesehatan bagi masyarakat selama 24 jam. Dilihat dari
definisinya, bahwa IGD merupakan bagian dari rumah sakit yang memberikan
penanganan awal kegawatdaruratan. Sedangkan kondisi gawat darurat dalam
Permenkes No 47/2018 Pasal 1 ayat 3 tentang Pelayanan Gawat Darurat diartikan
sebagai keadaan klinis yang membutuhkan
tindakan medis segera untuk penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan.
Ancaman nyawa dan kecacatan pada pasien berbeda-beda, tergantung seberapa parah
kondisi yang dialami oleh pasien tersebut.
Untuk
menentukan besar kecilnya ancaman pasien terhadap kematian, perlu dilakukan
tindakan pemilahan pasien berdasar tingkat kegwatdaruratan atau yang disebut triage.
Dengan dilakukan triase, maka dapat ditentukan prioritas
kegawatdaruratannya. Emergency Severity Index (ESI) adalah salah satu
jenis triase yang banyak digunakan di Indonesia. Melalui pengkajian dan
pemeriksaan dalam triase ESI, prioritas kegawatdaruratan pasien dibagi
menjadi 5 prioritas (level) yaitu level 1, level 2, level 3, level 4, dan level
5. Pasien dengan level 1 merupakan pasien yang harus segera dilakukan
penanganan karena adanya ancaman kematian seperti pasien henti jantung,
perdarahan hebat, pasien henti nafas, dan kondisi lain yang dapat mengakibatkan
kematian dalam waktu yang singkat. Pasien dengan level 2 merupakan pasien yang
memiliki resiko yang besar terhadap terjadinya ancaman kematian seperti pasien
dengan trauma perut dan pasien nyeri dada. Pasien dengan level 3 adalah adanya
kondisi darurat akan tetapi tidak ada ancaman kematian, kondisi stabil akan
tetapi disertai dengan pemeriksaan penunjang dengan hasil pemeriksaan penunjang
dalam batas normal. Pasien dengan level 4 adalah kondisi tidak gawat tidak
darurat, kondisi stabil tanpa harus dilakukan pemeriksaan penunjang, sedangkan
pasien level 5 adalah pasien yang tidak perlu dilakukan tidakan apapun,
misalnya pasien datang untuk berkonsultasi obat.
Pasien
yang datang ke IGD dengan kondisi penurunan kesadaran dan sesak nafas tentu
saja akan didahulukan dalam pemberian penanganan dibandingkan pasien yang
datang terlebih dahulu ke IGD dengan keluhan flu ringan 1 hari tanpa ada
keluhan sesak nafas dan keluhan yang lainnya. Sehingga dengan adanya penerapan
triase yang mendahulukan penanganan pasien dengan ancaman kematiannya lebih
besar diharapkan akan meningkatkan harapan hidup pasien.
Akan
tetapi pada kenyataan dilapangan tidak sedikit masyarakat dalam hal ini pasien
atau keluarga pasien yang merasa kecewa dengan pelayanan di IGD. Mereka kecewa
karena merasa datang ke IGD lebih dahulu, akan tetapi yang diberikan penanganan
pasien lain yang baru datang. Bahkan ada yang mengeluhkan sudah menunggu lama
di IGD tidak diberikan penanganan. Kekecewaan pasien dan keluarga mungkin tidak
akan terjadi, andaisaja petugas kesehatan di IGD mampu memberikan pemahaman
dengan menjelaskan kondisi pasien saat itu yang tidak membutuhakan penanganan
segera, dan akan dilakukan penanganan setelah selesai memberikan penanganan
pada pasien yang prioriritas kegawatdaruratannya lebih besar. Namun tentu saja
kita tidak lantas menyalahkan petugas begitu saja, beban kerja dan stressor
yang tinggi di IGD seringkali membuat petugas tidak mempunyai waktu
berlama-lama dalam memberikan penejelasan kepada pasien dan keluarga.
Melalui
artikel ini, penulis berharap mampu memberikan pemahaman kepada pembaca bahwa
penanagan di IGD didasarkan kondisi kegawatdaruratannya. Penulis meyakini tidak
ada maksud dari petugas IGD untuk mentelantarkan pasien. Petugas IGD akan
selalu memegang teguh kode etik profesi dalam bertugas. Dalam hal ini petugas
akan menerapkan prinsip etik yaitu prinsip justice (keadilan). Keadilan
yang dimaksudkan adalah perawat memberikan penanganan kepada pasien sesuai
dengan porsinya (yang dibutuhkan pasien). Nilai ini dilakukan secara
profesional dan sesuai landasan hukum yang berlaku. Seperti yang sudah
disampaikan pada awal artikel bahwa pelayanan IGD salah satunya berdasar pada
PMK No 47 tahun 2018 Pasal 1 ayat (3) yaitu memberikan layanan untuk
penyelamatan nyawa dan kecacatan, sedangkan ancaman nyawa pada pasien
tergantung dari seberapa besar ancaman yang ada.
Tidak
hanya berharap agar masyarakat faham tentang prosedur penanganan pasien di IGD,
penulis juga berharap khususnya kepada petugas kesehatan di IGD untuk terus
meningkatkan komunikasi dalam memberikan pelayanan kepada pasien dan keluarga
sehingga mengurangi kesalahpahaman yang memunculkan stigma negatif pada profesi
kesehatan. (*)
*
Perawat
IGD RS Paru Respira Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta
Mahasiswa
Magister Keperawatan Prodi Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Ariyani, Hana & Rosidawati, Ida.
(2020). Literature Review: Penggunaan Triase Emergency
Severity Index (ESI) Di
Instalasi Gawat Darurat (IGD). Jurnal Kesehatan
Bakti Tunas Husada : Jurnal Ilmu
Ilmu Keperawatan, Analis Kesehatan
dan Farmasi,20(2): 143-152
Menkes RI. 2008. Keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor 129/MENKES/SK/II/2008
tentang Standar Pelayanan
Minimal Rumah Sakit.
Utami, Ngesti W., Agustine, Uly., Happy
P, Ros Endah. (2016). Etika Keperawatan dan
Keperawatan Profesional.
Jakarta: Kementrian Kesehatan RI
Memasuki tahap lanjut usia atau lansia
dengan sehat merupakan keinginan semua orang. Namun, menjaga kesehatan lansia
bukanlah perkara yang mudah. Banyaknya tantangan yang harus dihadapi mengingat
kondisi tubuh lansia yang sudah sangat rentan terhadap berbagai jenis penyakit.
Seiring bertambahnya usia, tubuh
mengalami banyak perubahan atau proses penuaan (aging), dan perubahan yang dirasakan meliputi
seluruh anggota tubuh. Mulai dari kulit yang cenderung kering dan keriput,
tumbuhnya uban, hingga perubahan di organ bagian dalam. Masalah pemuluh
darah seperti hipertensi maupun masalah jantung lainnya.
Tidak hanya itu, lansia juga rentan
mengalami gangguan keseimbangan yang berakibat lansia berisiko jatuh. Lansia
yang jatuh bisa saja mengalami komplikasi kesehatan, seperti patah tulang,
infeksi, hingga disabilitas (kecacatan).
Berikut ini kiat untuk mengupayakan
agar lansia tetap sehat, dengan cara:
Menjaga Pola Makan Sehat
Lansia sebaiknya membiasakan diri mengonsumsi makanan sehat dengan
pola makan yang sehat dan seimbang untuk menjaga kesehatan, meningkatkan
energi, hingga mencegah berbagai penyakit. Sebaiknya lansia mengonsumsi makanan
dengan rendah asupan lemak jenuh dan tinggi asupan buah, sayuran, ikan yang
kaya akan asam lemak omega-3, gandum, dan produk susu rendah lemak, serta
makanan utuh dan berserat tinggi.
Tak hanya itu, banyak
minum air demi menghindari dehidrasi. Batasi konsumsi teh, kopi, sirup. Akan
lebih baik jika lansia mengonsumsi kacang-kacangan dan produk susu yang rendah
lemak. Penelitian mengatakan bahwa pola makan seperti ini dapat melindungi
lansia dari penyakit jantung, Parkison, Alzheimer,
bahkan kanker.
Tetap Aktif Bergerak
Usahakan tetap aktif beraktivitas
fisik, dengan tetap menyesuaikan jenis dan intensitas aktivitas fisik dengan
kondisi tubuh. Setidaknya 30 menit sehari sebanyak lima hari dalam seminggu atau
sesuaikan dengan kemampuan. Tidak perlu dilakukan sekaligus, tetapi dengan
dibagi menjadi 10 menit di pagi hari dan 20 menit di sore hari.
Aktivitas fisik yang dilakukan
cukup intensitas ringan–sedang, seperti jalan kaki yang bermanfaat untuk
melancarkan aliran darah dan peredaran oksigen ke seluruh tubuh.
Selain itu, aktivitas fisik juga
dapat memperlambat terjadinya gejala demensia alias pikun, mengontrol berat
badan, menjaga ketahanan tulang dan otot, serta meningkatkan kualitas tidur.
Menjaga Berat Badan Tetap Ideal
Obesitas dapat meningkatkan
risiko berbagai penyakit serius. Hal ini juga berlaku untuk orang dengan usia
lanjut, sehingga menjaga berat badan tetap ideal juga bermanfaat untuk
meningkatkan kesehatan lansia.
Orang yang mengalami obesitas berisiko
yang lebih besar terhadap penyakit diabetes tipe 2, tekanan darah tinggi, penyakit jantung, stroke, kanker,
gangguan tidur, hingga osteoarthritis.
Namun memiliki berat badan di
bawah batas normal juga kurang baik. Tubuh yang terlalu kurus pada lansia bisa
menjadi gejala dari suatu penyakit serius atau pertanda bahwa tubuhnya sudah
semakin melemah. Oleh sebab itu, perlu mengatur pola makan untuk menjaga berat badan berada pada angka normal, tidak terlalu gemuk
atau terlalu kurus.
Sebaiknya konsultasikan dengan
dokter untuk mencari tahu pada angka berapa berat lansia tergolong ideal.
Selain itu juga konsultasikan cara mengatur pola makan yang tepat dan aktivitas
yang dapat membantu menurunkan atau meningkatkan berat badan sebagai lansia.
Memastikan Memperoleh Waktu
Istirahat yang Cukup
Susah tidur merupakan salah satu
masalah yang sering terjadi pada lansia dan sering mengeluh sulit tidur serta
mudah terbangun di malam hari. Gangguan tidur seperti insomnia,
mengantuk di siang hari, dan sering terbangun tengah malam. Namun, pertambahan
usia sebenarnya tidak lantas menyebabkan risiko gangguan tidur meningkat. Padahal,
tidur yang berkualitas akan membawa mood baik, sel-sel tubuh beregenerasi,
dan organ tubuh tetap berfungsi dengan optimal.
Oleh karena itu, lansia sangat
dianjurkan untuk memiliki waktu tidur yang cukup. Cobalah untuk melakukan
kebiasaan tidur yang sehat untuk memastikan bahwa lansia memiliki tidur yang
cukup dan berkualitas. Hal ini tentu bertujuan agar kesehatan lansia tetap
terjaga. Terapkan kebiasaan tidur yang baik, seperti lampu kamar tidur dalam
keadaan redup, rutinitas tidur dan bangun di jam yang sama setiap hari, dan
tidak melihat layar televisi atau ponsel sebelum tidur.
Bersosialisasi
dan Bergabung dalam Komunitas
Kaum lansia sering merasa
kesepian karena anak-anaknya yang mulai tinggal terpisah dari mereka. Perasaan inilah
yang dapat memicu timbulnya gejala depresi, yang dapat berakibat buruk bagi
kesehatan.
Untuk mencegah terjadinya hal
tersebut, lansia sebaiknya bergabung dalam komunitas. Banyak peneliti menemukan
bahwa lansia yang terlibat dalam komunitas akan memiliki kualitas hidup lebih
baik, terhindar dari demensia dan penyakit degenerasi (penuaan) lainnya.
Rutin Cek
Kesehatan
Usahakan untuk senantiasa
mengecek kesehatan secara rutin. Bertambahnya usia membuat fungsi organ tubuh
mengalami perubahan. Bahkan, fungsi-fungsi organ vital di tubuh juga akan
mengalami penurunan. Dengan memeriksakan diri secara rutin ke puskesmas atau
rumah sakit dengan dibantu tenaga kesehatan yang profesional, banyak penyakit bias
dicegah dan dideteksi sedini mungkin, sehingga dapat diatasi dengan cepat dan
tepat sebelum terjadi berbagai komplikasi.
Sahabat Paru, meski sudah lanjut
usia, bukan berarti untuk membiarkan penyakit kian berdatangan. Maka itu,
terapkan kiat-kiat menjaga kesehatan lansia seperti yang telah disampaikan di
atas agar Lansia juga mampu menikmati hari-hari tua dengan kondisi yang
optimal, bahagia, dan jauh dari penyakit. Salam Sehat dari Rumah Sakit Paru
Respira!
Merkuri adalah logam bentuk
cair yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Merkuri dapat
masuk ke dalam manusia melalui hirupan udara terkontaminasi merkuri, bahan
pangan mengandung merkuri dan penyerapan merkuri melalui kulit. Pajanan merkuri
menyebabkan kerusakan otak, gangguan sistem saraf pusat, sumsum tulang
belakang, ginjal dan hati. Bagi ibu hamil, pajanan merkuri masuk janin melalui
plasenta sehingga menyebabkan kecacatan karena kerusakan saraf.
Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2017 tentang Pengesahan Convention
On Mercury (Konvensi Minamata Mengenai Merkuri) dan Peraturan Presiden
Nomor 21 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan
Merkuri merupakan komitmen Pemerintah untuk mengurangi penggunaan merkuri pada
berbagai bidang. Bidang Kesehatan menggunakan mercury pada alat kesehatan
seperti tensimeter, termometer, dan dental amalgam. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2019 tentang Penghapusan dan Penarikan Alat
Bermerkuri di Fasilitas Pelayanan Kesehatan menyebutkan bahwa fasilitas
pelayanan kesehatan wajib melakukan penghapusan alat bermerkuri.
Rumah Sakit Paru Respira
Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan turut
berpartisipasi dalam menyukseskan aksi nasional pengurangan dan penghapusan
merkuri. Komitmen dan kerjasama seluruh pihak mulai dari Pimpinan, jajaran
manajemen dan karyawan RS Paru Respira tercipta dengan baik. Berbagai upaya
telah dilakukan seperti melakukan penarikan alat bermerkuri, mengganti dan
menggunakan alat tidak bermerkuri seperti
termometer digital dan tensimeter digital, serta melakukan pengelolaan alat
bermerkuri yang telah ditarik sesuai dengan peraturan perundangan. Sebagai
wujud penghargaan terhadap upaya yang telah dilakukan, Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia memberikan penghargaan kepada RS Paru Respira sebagai Fasilitas
Pelayanan Kesehatan yang tidak menggunakan alat kesehatan bermerkuri tahun 2021
pada tanggal 10 November 2021 di Hotel Grand Dafam Rohan Yogyakarta.
Komitmen dan kerjasama
seluruh citivas hospitalia RS Paru Respira merupakan kunci keberhasilan dalam
mencapai Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang tidak menggunakan alat bermerkuri.
dr. Tri Setiana Kusumadewi, Sp.PD.,Subsp.PMK(K)
Selamat datang di website kami dengan konsep minimalis namun interaktif.Semoga website RS Paru Respira Yogyakarta dapat memberikan kontribusi dalam meningkatkan pelayanan & memberikan informasi secara cepat dan akurat pada masyarakat.