TBC
atau Tuberculosis adalah penyakit yang disebabkan oleh kuman Mycobacteriumtuberculosis. Kuman ini paling sering menyerang paru-paru tetapi
dapat juga menyerang organ tubuh lainnya seperti kelenjar getah bening, tulang,
otak, kulit dll. TBC sering juga disebut dengan paru-paru basah atau flek paru.
Banyak orang yang menganggap bahwa TBC adalah penyakit keturunan, akibat
guna-guna atau di racuni orang lain.
Hal
ini disebabkan karena pada beberapa orang
yang terkena penyakit TBC di temui ada yang batuk bercampur darah, gelisah dan
sering berkeringat di malam hari, nafsu makan berkurang sampai berat badan yang
menurun drastis. Gejala-gejala tersebut sering sekali dikaitkan dengan
guna-guna. TBC adalah penyakit menular sehingga sangat memungkinkan apabila di
rumah ada yang positif terkena TBC maka tidak menutup kemungkinan yang tinggal
serumah juga positif
TAHUKAH KAMU ?
Penularan TBC terjadi melalui udara
dari percikan dahak pasien TBC yang batuk tanpa menutup mulut. Jika udara yang
mengandung kuman TBC tadi terhirup maka terdapat kemungkinan kita terkena
infeksi TBC namun tidak selalu berarti kita akan sakit TBC, bisa jadi kuman
tersebut ‘ tidur ‘ (dormant) dalam badan kita. Kuman ‘ tidur ‘ tidak membuat
kita sakit TBC dan kita juga tidak dapat menularkan ke orang lain. Jika daya
tahan tubuh menurun, kuman TBC yang ‘ tidur ‘ ini menjadi aktif dan
memperbanyak diri, maka kita menjadi sakit TBC.
SIAPA YANG PALING BERISIKO SAKIT TBC ?
Siapa
saja dapat tertular TBC tetapi belum tentu menjadi sakit.
Orang
dengan imunitas atau daya tahan tubuh rendah yang paling berisiko, yaitu :
Anak
Orang dengan HIV / AIDS
Orang usia lanjut
Penyandang Diabetes Mellitus
Perokok
Orang
kontak erat atau kontak serumah dengan pasien TBC
GEJALA TBC
Batuk terus menerus (berdahak maupun tidak
berdahak)
Demam meriang berkepanjangan
Sesak nafas dan nyeri dada
Berat badan menurun
Kadang dahak bercampur darah
Nafsu makan berkurang
Berkeringat di malam hari meski tanpa
melakukan kegiatan
Bila
mengalami gejala di atas segera lakukan pemeriksaan dahak. Dibutuhkan 2 kali
pengambilan dahak pasien yaitu saat datang ke layanan (sewaktu) dan dahak pagi
sesaat setelah bangun tidur (pagi).
Kanker
adalah penyakit yang sering menjadi momok yang menakutkan. Setiap tanggal 4 Februari
2022 diperingati sebagai hari kanker sedunia dimana pada momen ini kita
diingatkan untuk meningkatkan kesadaran kita dalam upaya mencegah penyakit
kanker. Berdasarkan data Riskesdas, prevalensi tumor/kanker di Indonesia
menunjukkan adanya peningkatan dari 1.4 per 1000 penduduk di tahun 2013 menjadi
1,79 per 1000 penduduk pada tahun 2018. Sedangkan data Global Burden of Cancer
Study (Globocan) dari World Health Organization (WHO) mencatat, total kasus
kanker di Indonesia pada 2020 mencapai 396.914 kasus dan total kematian sebesar
234.511 kasus.
Berdasarkan
grafik disamping kanker payudara memiliki jumlah kasus baru tertinggi di Indonesia sebesar 65.858 kasus atau 16,6% dari
total 396.914 kasus kanker. Kanker serviks (leher rahim) menempati urutan kedua
dengan jumlah 36.633 kasus atau 9,2% dari total kasus kanker. Kanker paru-paru
menyusul di urutan ketiga dengan jumlah 34.783 kasus (8,8% dari total kasus),
lalu kanker hati sejumlah 21.392 kasus (5,4% dari total kasus), dan kanker
nasofaring (area di sebelah atas bagian belakang tenggorokan) sejumlah 19.943
kasus (5% dari total kasus).
Tingginya kasus kanker tentu bisa
menjadi kewaspadaan awal kita untuk mau meminimalisir faktor yang terkait
dengan penyakit kanker tersebut. Ada beberapa hal yang kemudian terkait dengan
kejadian kanker. Menurut Yayasan Kanker Indonesia (YKI), salah satu penyebab
tingginya kasus kanker di Indonesia adalah kondisi lingkungan yang terus
menghasilkan bahan karsinogen, seperti rokok, daging olahan, dsb. Penyebab lain
yang juga mempengaruhi seperti kebiasaan begadang, kurang olah raga, dan makan
terlalu banyak.
Penyakit
kanker sendiri di Indonesia adalah salah satu penyakit yang mengakibatkan
jumalah kematian cukup besar. Kanker adalah penyakit yang disebabkan oleh
pertumbuhan sel abnormal yang tidak terkendali di dalam tubuh . Pertumbuhan sel
abnormal ini dapat merusak sel normal di sekitarnya dan di bagian tubuh yang
lain. Kanker merupakan penyebab kematian kedua terbanyak di seluruh dunia.
Kanker sering menyebabkan kematian karena umumnya penyakit ini tidak
menimbulkan gejala pada awal perkembangannya, sehingga baru terdeteksi dan
diobati setelah mencapai stadium lanjut. Itulah makanya penting untuk kita pemeriksaan
skrining atau cek kesehatan secara berkala, agar kanker dapat terdeteksi secara
dini.
Munculnya permasalahan kanker
berdampak tidak saja hanya kepada pasien saja, tetapi sosial, ekonomi
masyarakat dan negara. Semisal saja apabila ada ibu yang yang menderita penyakit
kanker, anak-anak akan dapat kehilangan kesempatan mendapatkan Airs Susu Ibu
(ASI), pengasuhan optimal untuk tumbuh kembangnya. Belum lagi bila yang
menderita penyakit kanker adalah ayah pencari nafkah, tentu ini akan mengganggu
stabilitas perekonomian keluarga. Permasalahan lain adalah masalah akses
keperawatan. Terkait masalah akses keperawatan, Hari Kanker sedunia tahun ini tema
global “Close the Care Gap” yang artinya “Tutup Kesenjangan Perawatan”.
Kampanye baru Hari Kanker Sedunia untuk membangun akses perawatan kanker yang
lebih adil dan merata untuk semua. Tapi pada kenyataannya, tidak bisa
dipungkiri ada beberapa masyarakat yang kurang percaya dengan mutu pelayanan
kanker di Indonesia, sehingga mereka memilih pengobatan di luar negeri. Ada lagi
yang sebagian memilih pengobatan alternatif yang kurang dapat dipercaya
efektifitasnya. Layanan medis terkait kanker di Indonesia sebenarnya sudah
mengalami kemajuan, akan tetapi terkadang pada pasien muncul rasa takut untuk
periksa dan menjalani pengobatan.
Permasalahan
terkait perawatan kanker tidak bisa kita lihat hanya sebagian saja, tetapi
harus secara keseluruhan. Disini perlunya kerjasama antara pemerintah, lembaga
terkait dan masyarakat itu sendiri dalam upaya penanganan dan pencegahan
penyakit kanker. Bagi pemerintah tentunya dapat dilakukan dengan terus
meningkatkan pelayanan medis terkait penanganan pasien maupun layanan deteksi
dini. Selain itu juga perlu peningkatan pelayanan jaminan kesehatan yang adil
dan merata bagi masyarakat terutama pasien kanker. Pelayanan kesehatan yang memadai serta adil
dan merata akan dapat membantu pada sisi kualitas hidup pasien kanker. Hal ini
serupa juga diungkap dalam penelitian Made Ririn Sri Wulandari “Hubungan
Kepuasan Selama Perawatan dengan Kualitas Hidup Pasien Kanker Ovarium di RSUP
Sanglah”, dimana hasilnya menyebutkan ada hubungan antara kepuasan selama
pengobatan dengan kualitas hidup pasien kanker ovarium di Rumah Sakit Umum
Sanglah.
Dalam
sisi pencegahan perlu adanya kerjasama antara pemerintah dan lembaga terkait
misalnya saja yayasan kanker atau komunitas/kelompok pendukung sesama penderita
kanker untuk pemberian edukasi terkait pencegahan dan penanganan khususnya
pasien kanker. Masyarakat juga berperan penting dalam upaya mencegah penyakit
kanker dengan upaya mencegah munculnya penyakit kanker dengan pola hidup sehat,
dan pentingnya masyarakat khususnya keluarga pasien untuk dapat memberikan
dukungan kepada pasien dalam upaya keberhasilan pengobatan. Dari dukungan
sosial kepada pasien inilah dapat memberikan efek positif terhadap kualitas
hidup pasien kanker. Hal ini pernah diungkapkan pada penelitian Witdiawati,dkk
dengan judul “Dukungan Sosial Dalam Adaptasi Kehidupan Klien Kanker Payudara di
Kabupaten Garut” dimana hasil penelitiannya menyebutkan ukungan sosial sangat
bermakna dan menjadi satu kekuatan dalam adaptasi kehidupan klien kanker
payudara, sehingga terbentuk mekanisme koping yang adaptif dalam menghadapi kondisi penyakitnya dan aktivitas
sosial sebagai wujud adaptasinya.
Gejala kanker dapat bervariasi
tergantung dari jenis kanker nya dan pada organ tubuh mana yang terkena kanker.
Beberapa gejala yang sering dialami penderita kanker adalah:
Orang
yang berisiko terkena kanker perlu menjalani skrining dan pemeriksaan rutin ke
dokter. Contohnya, seorang perokok yang anggota keluarganya pernah terkena
kanker, atau seseorang yang sering bergonta-ganti pasangan seksual tanpa
menggunakan kondom. Seseorang juga perlu memeriksakan diri ke dokter apabila mengalami
gejala kanker, seperti munculnya benjolan di tubuh, penurunan berat badan
secara drastis, atau batuk kronis. Deteksi dini kanker dapat meningkatkan
keberhasilan pengobatan.
Tapi bagaimanapun juga, pencegahan
lebih baik daripada mengobati. Untuk pencegahan kanker kita disarankan untuk
melakukan gaya hidup sehat. Ada beberapa tips yang bisa dilakukan untuk
pencegahan penyakit kanker, antara lain :
CERDIK
: Cek kesehatan secara berkala, Enyahkan asap rokok, Rajin Aktifitas Fisik,
Diet Seimbang, Istirahat cukup dan Kelola stress dengan baik
Batasi
konsumsi daging dimasak sangat matang atau dibakar
Terapkan
“Isi Piringku” : Porsi Isi Piringku Kemenkes terdiri dari makanan pokok, yakni
sumber karbohidrat dengan porsi 2/3 dari 1/2 piring. Lalu dilengkapi dengan
lauk pauk dengan porsi 1/3 dari 1/2 piring. Untuk setengah piring lainnya diisi
dengan proporsi sayur-sayuran dengan porsi 2/3 dan buah-buahan dengan porsi 1/3
Jaga
berat badan ideal
HIndari
perilaku berisiko, misal : Berbagi jarum dengan orang yang menggunakan obat
intravena dapat menyebabkan HIV, serta hepatitis B dan hepatitis C, yang dapat
meningkatkan risiko kanker hati.
Tidak
merokok
Berjemur
di bawah matahari secukupnya
Tidak
mengkonsumsi alkohol
Memakai
masker bila perlu saat harus berada atau dekat dengan asap pabrik
Batasi
penggunaan handphone yang tidak tepat
HIndari
makanan dan minuman yang mengandung zat carsinogen (pengawet)
Hindari
cara pengolahan dan penyajian makanan yang salah misalanya penggunaan minyak
goreng bekas secara berulang
Begitu bahayanya
penyakit kanker, untuk itu kita perlu menyadari pentingnya hidup sehat. Yuk
mulai sekarang kita biasakan pola hidup sehat agar terhindar dari penyakit
kanker.
Daftar Pustaka
Atika
Dwi Damayanti, dkk. 2008. Penanganan
Masalah Sosial dan Psikologis Pasien Kanker Stadium Lanjut dalam Perawatan
Paliatif. Indonesian Journal of Cancer, Vol 2 No. 1 (2008)
Kementrian
Kesehatan Republik Indoensia. 2013. Menkes
Ungkap 4 Masalah Utama pada Penanggulangan Kanker. https://sehatnegeriku.kemkes.go.id diunggah 21 februari 2013
Vania
Rosa, dkk. 2019. Rumitnya Permasalahan
Pengobatan Kanker di Indonesia. https://www.suara.com diunggah 15 Juli 2019
Mardana,
Andi. 2022. Hari Kanker Sedunia 2022
“Tutup Kesenjangan Perawatan”. https://www.womanindonesia.co.id diunggah 26 Januari 2022
Sapto
Adhi, Irawan. 2020. 12 Cara Mencegah
Kanker Secara Alami. https://health.kompas.com diunggah 11 Juli 2020
Pranita,
Ellyvon. 2021. Kasus Baru dan Kematian
akibat Kanker di Indonesia Naik 8,8 Persen. https://www.kompas.com diunggah 3 April 2021
Pranita,
Ellyvon. 2021. Situasi Kanker Paru di Indonesia Saat Ini, Prevalensi Kematian
Meningkat. https://www.kompas.com diunggah 10 Desember 2021
Witdiawati,
dkk. 2018. Dukungan Sosial Dalam Adaptasi
Kehidupan Klien Kanker Payudara di Kabupaten Garut. Indonesia Journal of
nursing Research Ngudi Waluyo Ungaran University, Vol 1, No. 1 (2108)
Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia. 2018. Riskesdas
2018.
Wulandari,
Made Ririn Sri. 2020. Hubungan Kepuasan
Selama Perawatan dengan Kualitas Hidup Pasien Kanker Ovarium di RSUP Sanglah.
Jurnal Keperawatan PolKesyo, Vol.9, No. 2 (2020)
Masa Pandemi memasuki tahun
kedua pada 2022 ini. Tentunya kita berharap pandemi ini segera berakhir.
Terkait dengan masa pandemi, banyak kemudian berimbas pada banyak sektor.
Contohnya saja pada sektor ekonomi dan kesehatan. Pandemi COVID-19 telah mempengaruhi
29,12 juta penduduk usia kerja di Indonesia. Kebijakan pembatasan aktivitas
ekonomi untuk menekan laju penyebaran COVID-19 telah menyebabkan tingkat
pengangguran meningkat tajam dari 5% pada Februari 2020 menjadi 7% pada Agustus
2020 (atau sekitar 42% lebih tinggi). Selain itu, survei J-PAL (2020)
melaporkan bahwa sekitar 56% pria dan 57% wanita telah kehilangan pekerjaan
atau tidak lagi bekerja pada Maret 2020. Fenomena kehilangan pekerjaan ini
terjadi secara tidak proporsional di daerah perkotaan dibandingkan dengan
daerah pedesaan dan sangat parah di Jawa. Dalam sektor kesehatan juga mengalami
imbas yang luar biasa. Negara harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk
biaya perawatan penderita Covid-19, obat-obatan dan vaksin .
Kondisi masyarakat sendiri akibat pandemi terlihat pada
perekonomian keluarga dan kesehatan keluarga. Seperti kita ketahui, dampak dari
menurunnya persentase ekonomi di Indonesia, salah satunya adalah peningkatan
angka pengangguran dan penduduk miskin yang disebabkan karena PHK selama masa
pandemi Covid-19. Hal ini membuat daya beli masyarakat juga menurun untuk
masyarakat kalangan ekonomi ke bawah. Hal ini mempengaruhi jumlah dan kualitas
konsumsi keluarga. Banyak masyarakat yang kemudian konsumsi makanan tanpa
memperhatikan aspek nilai gizinya. Dan kemudian akhirnya dapat mempengaruhi
munculnya permasalahan beban ganda malnutrisi dimana muncul stunting dan
obesitas pada anak.
Stunting
adalah masalah kurang gizi kronis yang ditandai dengan tubuh pendek. Penyebab
dari stunting adalah rendahnya asupan gizi pada 1.000 hari pertama kehidupan,
yakni sejak janin hingga bayi umur dua tahun. Selain itu, buruknya fasilitas
sanitasi, minimnya akses air bersih, dan kurangnya kebersihan lingkungan juga
menjadi penyebab stunting. Kondisi kebersihan yang kurang terjaga membuat tubuh
harus secara ekstra melawan sumber penyakit sehingga menghambat penyerapan
gizi. Sedangkan obesitas merupakan penumpukan lemak yang berlebihan akibat
ketidakseimbangan asupan energi (energy intake) dengan energi yang digunakan
(energy expenditure) dalam waktu lama. (WHO,2000)
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada tahun
2021 mengadakan survei Studi Status Gizi Indonesia dimana hasilnya terdapat
angka stunting sebesar 24,4%. Angka ini telah mengalami penurunan dimana tahun
2018 angka stunting mencapai 30,8% dan tahun 2019 berada pada angka 27,7%.
Sedangkan obesitas anak pada 2018 angkanya masih 8 persen, lalu turun 3,5
persen menjadi 4,5 persen di 2019, dan saat ini turun lagi 0,7 persen menjadi
3,8 persen di 2021. Walaupun angka kedua permasalahan gizi tersebut mengalami
penurunan, kita belum bisa lega, karena hal ini menjadi pekerjaan rumah yang
tidak ringan. Seperti stunting, prevalensi
stunting di Indonesia lebih baik dibandingkan Myanmar (35%), tetapi masih lebih
tinggi dari Vietnam (23%), Malaysia (17%), Thailand (16%) dan Singapura (4%). Untuk obesitas, walaupun sudah menurun tapi
masalah ini tidak boleh dianggap enteng, karena berawal dari obesitas inilah
nantinya kan berimbas pada kesehatan di masa mendatang.
Masalah stunting dan obesitas dapat dipengaruhi banyak
hal. Kedua permasalahan ini musti dilihat secara keseluruhan, jangan dari satu
sisi saja. Pandemi Covid-19 menyebabkan perubahan dalam banyak hal, dari sistem
ekonomi, kesehatan, sosial hingga pendidikan. Selama pandemi, faktor ekonomi
menjadi ancaman bagi masyarakat dalam upaya pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
Pandemi menyebabkan masyarakat mengalami kesulitan mendapatkan penghasilan
akibat kegiatan ekonomi terhenti karena adanya pembatasan sosial untuk menekan
penyebaran virus. Sulitnya mendapatkan penghasilan akan berdampak pada
ketahanan ekonomi keluarga dalam upaya pemenuhan kebutuhan pangan sehingga
masyarakat menjadi memiliki keterbatasan akses, ketersediaan dan keterjangkauan
makanan sehat. Dari sinilah kemudian dapat menyebabkan kekurangan zat gizi
keluarga. Anak yang sedang membutuhkan nutrisi untuk tumbuh kembangnya bila
kekurangan zat gizi akan meningkatkan risiko stunting pada anak. Hal ini senada
dengan penelitian “Berdampakkah Pandemi Covid-19 terhadap Stunting di Bangka
Belitung?”, dimana hasil yang diperoleh menunjukkan pembatasan kegiatan sosial
masyarakat berakibat pada perubahan pola sosial ekonomi. Pembatasan terhadap
akses konsumsi dan pelayanan kesehatan akan mempengaruhi status gizi anak.
Penurunan status gizi anak dapat berdampak pada peningkatan prevalensi anak
berisiko stunting di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung selama pandemi
covid-19.(Wiwin, Efrizal, 2020)
Stunting sebenarnya dapat dicegah, yaitu dimulai dari
saat ibu masih remaja. Asupan dan pola makan yang sehat tentunya akan membuat
tubuh sehat sekaligus akan mempersiapkan tubuh kelak saat mengandung hingga
menjadi ibu. Janin yang dikandung pun tentunya diharapkan juga tidak kekurangan
zat gizi saat dalam kandungan. Selanjutnya menyusui eksklusif selama enam bulan
pertama kehidupan dan pemberian Makanan Pendamping ASI (MPASI) yang tepat
dimulai pada usia enam bulan dan menyusui hingga dua tahun atau lebih akan
dapat mencegah terjadinya stunting bahkan obesitas. Inilah yang kemudian
mengapa 1000 Hari Pertama Kehidupan(HPK) menjadi salah satu momen penting dalam
pemenuhan kebutuhan gizi dalam upaya pencegahan stunting.
Penyebab stunting terkait dengan beberapa hal antara
lain, sosial ekonomi, status gizi ibu, pola pengasuhan, kebiasaan makan,
tingkat pendidikan, informasi terkait gizi, infeksi, ketersediaan air bersih,
keamanan pangan, asupan makanan, kekurangan zat gizi (defisiensi mikronutrien),
keterjangkauan fasilitas kesehatan dan lingkungan. Dalam beberapa penelitian juga
sebagian telah diteliti, seperti penelitian “Faktor yang Berhubungan dengan
Pengetahuan Orangtua tentang Stunting pada Balita” yang menyimpulkan bahwa faktor
yang berhubungan dengan pengetahuan tentang stunting yaitu usia(p=0,017),
pendidikan (p=0,043), informasi (p=0,002). Penelitian lain “Faktor-Faktor
yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting pada Anak Usia 24-59 Bulan di Wilayah
Kerja Puskesmas Andalas Kecamatan Padang Timur Kota Padang Tahun 2018” dimana
hasil penelitian menyebutkan terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat
asupan energi, riwayat durasi penyakit infeksi, berat badan lahir, tingkat
pendidikan ibu dan tingkat pendapatan keluarga dengan kejadian stunting.
Pandemi tidak saja memunculkan masalah
stunting tetapi juga masalah obesitas pada anak. Pandemi mengakibatkan
perubahan kebiasaan bahkan sistem pendidikan kita. Kebijakan pemerintah dimana
pembatasan sosial dalam rangka menekan angka penyebaran virus membuat kita
harus banyak menghabiskan waktu di rumah. Sistem bekerja diubah dengan
pembelakukan sistem work from home (WFH). Sistem pembelajaran yang awalnya
tatap muka diubah menjadi sistem pembelajaran jarak jauh dengan sistem
pembelajaran online di rumah. Penurunan ekonomi akibat pandemi bagi sebagian
orang membuat kemampuan daya beli atas makanan sehat berkurang sehingga tak
jarang asupan makanan lebih banyak makanan tidak sehat dimana kandungan kalorinya
tinggi. Anak sekolah menghabiskan waktunya sekitar 3-4 jam untuk kegiatan
pembelajaran. Sisanya, anak menghabiskan waktu yang tidak bermanfaat untuk
kebugaran tubuh, contoh saja karena sistem pembelajaran seringkali menggunakan
gadget atau computer, anak-anak cenderung menghabiskan waktunya didepan layar
gadget atau computer. Kebiasaan ini biasa disebut dengan Sedentary lifestyle, dimana gaya hidup anak yang tidak banyak
melakukan suatu gerakan karena sudah membiasakan diri untuk berdiam diri
dikamar dengan bermalas-malasan sehingga anak tidak aktif dalam beraktivitas
fisik. Gaya hidup Sedentary lifestyle diikuti
asupan makanan tidak terkontrol, energi yang dikeluarkan sedikit sehingga tubuh
menyimpan banyak lemak. Inilah kemudian akan menyebabkan peningkatan berat
badan. Hal serupa juga dipaparkan dalam penelitian Nourmayansa yang berjudul “Hubungan Belajar Dari Rumah Dan Peningkatan
Berat Badan Pada Anak Usia Sekolah di Masa Pandemi COVID- 19, dimana hasil
penelitiannya menyimpulkan bahwa terdapat hubungan antara belajar dari rumah
dengan peningkatan berat badan pada anak usia sekolah di SD.(Nourmayansa, dkk,
2021). Peningkatan berat badan yang tidak terkontrol lambat laun akan menjadi
obesitas. Penelitian lain yang terkait dengan obesitas anak yaitu penelitian
yang berjudul “Hubungan Sedentary Life Style Dengan Kejadian Obesitas Pada Anak
Selama Pandemic Covid-19” dimana hasil penelitian menyebutkan terdapat hubungan
sedentary lifestyle dengan kejadian obesitas pada anak selama pandemi covid-19.
Baik stunting maupun obesitas banyak
faktor yang membelakangi terjadinya risiko tersebut. Untuk itu dalam moment
Hari Gizi Nasional yang diperingati pada tanggal 25 Januari 2022 yang mengambil
tema “Aksi Bersama Cegah Stunting dan Obesitas”, mari kita tingkatkan kesadaran
akan pentingnya mencegah stunting dan obesitas mulai dari diri-sendiri dan
lingkungan keluarga. Pentingnya peran orangtua dalam hal pengasuhan anak dan
memperoleh informasi yang benar dengan pola hidup sehat termasuk didalamnya
terkait penerapan pola makan yang sehat, menjadi poin penting pencegahan
stunting maupun obesitas. Pada masa kanak-kanak merupakan kesempatan membentuk
kebiasaan anak untuk makan sehat. Kebiasaan makan sehat, pemilihan asupan makan
yang sesuai “isi piringku” diikuti dengan penerapan pola hidup sehat lainnya
seperti olahraga teratur, istirahat cukup serta ketersediaan air bersih dan
keamanan pangan yang memadai, akan banyak membantu mencegah terjadinya risiko
stunting dan obesitas. Dalam isi piringku telah digambarkan setengah isi piring
berisi 2/3 bagian dengan karbohidrat, 1/3 bagian berisi lauk pauk. Setengah
porsi lagi berisi sayur dan buah. Dalam slogan “isi piringku” juga mengajarkan
bagaimana sebaiknya ketercukupan kebutuhan air dan pembatasan konsumsi garam,
gula dan lemak. Yuk, mulai sekarang kita terapkan pola hidup sehat demi generasi
yang sehat dan berkualitas.
DAFTAR PUSTAKA
Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia. 2018. Isi Piringku
Sekali Makan. http://p2ptm.kemkes.go.id diunggah 24 Juli 2018
Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia. 2018. 1 dari 3 Balita
Indonesia Derita Stunting. http://p2ptm.kemkes.go.id diunggah 9 April 2018
Kementreian Kesehatan
Republik Indonesia. 2018. Ini Penyebab
Stunting pada Anak. www.kemkes.go.id diunggah 24 Mei 2018
Wiwin, Efrizal. 2020. Berdampakkah Pandemi Covid-19 terhadap
Stunting di Bangka Belitung? Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia. Vol.9 ,
No 3 September 2020.
Anita Rahmawati, dkk. 2019.
Faktor yang Berhubungan dengan
Pengetahuan Orang Tua tentang Stunting pada Balita. Jurnal Ners dan
Kebidanan, Volume 6, Nomor 3, Desember 2019, hlm. 389–395
Eko Setiawan,dkk.
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting pada Anak Usia
24-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas
Andalas Kecamatan Padang Timur Kota Padang Tahun 2018. Jurnal
Kesehatan Andalas. 2018; 7(2)
Nourmayansa Vidya
Anggraini, dkk. 2021. Hubungan Belajar
Dari Rumah Dan Peningkatan Berat Badan Pada Anak Usia Sekolah di Masa Pandemi
COVID-19. Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 6 (4) 2021
Razdkanya Ramadhanty. 2021. Status
Gizi Anak Indonesia Meningkat, Obesitas Turun jadi 3,8 Persen! https://health.detik.com diunggah 27 Desember 2021
Gangguan pendengaran adalah kehilangan
pendengaran di salah satu atau kedua telinga. Kondisi ini bisa di sebabkan oleh
banyak hal mulai dari paparan bising dalam waktu yang lama hingga gangguan pada
sistem saraf pendengaran. Telinga adalah organ pendengaran yang berperan
penting dalam menghantarkan dan menerima suara atau bunyi. Telinga terdiri dari
3 bagian, yaitu telinga bagian luar, telinga bagian tengah, dan telinga bagian
dalam. Saat terjadi gangguan pada bagian-bagian telinga tersebut, maka akan
terjadi gangguan dalam proses mendengar. Akibatnya, suara bisa terdengar tidak
jelas atau bahkan tidak terdengar sama sekali.
Akibat gangguan pendengaran
Pada
orang Dewasa gangguan pendengaran mempunyai dampak dalam hal berkomunikasi,
emosional dan hubungan sosial.
Pada
anak-anak dapat mempengaruhi nilai akademik/prestasi belajar dan dapat
mengakibatkan gangguan perkembangan wicara.
Anda
mungkin mengalami gangguan pendengaran, jika :
Sering menyalakan radio, Televisi, musik dengan suara yang tinggi.
Sering meminta seseorang untuk mengulang pembicaraan
Telinga anda berbunyi atau berdenging
Orang memberi tahu anda bahwa anda berbicara dengan keras
Anda kesulitan mengikuti pembicaraan
Sedangkan
anak mungkin mengalami gangguan pendengaran, jika :
Tidak
memahami apa yang anda katakan dengan benar
Tidak
merespons suara
Keluar
cairan dari telinga
Sering
mengalami nyeri berulang pada telinga atau penyumbatan di telinga
Terlambat
mulai berbicara atau perkembangan bicaranya tidak sesuai dengan usianya.
Kapan harus ke Dokter?
Lakukan pemeriksaan ke dokter jika mengalami gejala di atas, terutama ketika gangguan pendengaran tersebut mengganggu kegiatan sehari-hari. Segera temui dokter bila mendadak tidak bisa mendengar apa pun. Lakukan kontrol ke dokter jika Anda merasa bahwa kemampuan pendengaran Anda menurun secara bertahap, terutama jika Anda pernah menderita infeksi telinga, diabetes, hipertensi, gangguan jantung, stroke, dan cedera otak, sebelumnya.
Idealnya, pemeriksaan pendengaran
sebaiknya dilakukan setiap tahun atau setidaknya setiap 10 tahun sekali hingga
Anda berusia 50 tahun. Setelah usia 50 tahun, lakukan pemeriksaan pendengaran
minimal setiap 3 tahun sekali.
“Masak dari tadi di IGD cuma di tensi doang….???!!!”
Tidak dipungkiri
pernyataan seperti itu sering kita dengar, bahkan di sekitar kita…
Uuuupppssss…jangan negative thinking dulu…
Yuppp…Kesehatan
merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. World Health Organisation
(WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai kesejahteraan fisik, mental, sosial, dan
bukan hanya tidak adanya penyakit dan kelemahan. Banyak upaya dari seseorang
untuk mempertahankan kesehatannya ketika mereka menyadari adanya ancaman
kesehatan pada dirinya. Pergi dan berobat ke rumah sakit adalah sebagai upaya
bagi mereka yang mengalami ancaman kesehatan.
Instalasi
Gawat Darurat (IGD) merupakan salah satu pintu utama atau garda terdepan dalam
memberikan layanan kesehatan bagi masyarakat selama 24 jam. Dilihat dari
definisinya, bahwa IGD merupakan bagian dari rumah sakit yang memberikan
penanganan awal kegawatdaruratan. Sedangkan kondisi gawat darurat dalam
Permenkes No 47/2018 Pasal 1 ayat 3 tentang Pelayanan Gawat Darurat diartikan
sebagai keadaan klinis yang membutuhkan
tindakan medis segera untuk penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan.
Ancaman nyawa dan kecacatan pada pasien berbeda-beda, tergantung seberapa parah
kondisi yang dialami oleh pasien tersebut.
Untuk
menentukan besar kecilnya ancaman pasien terhadap kematian, perlu dilakukan
tindakan pemilahan pasien berdasar tingkat kegwatdaruratan atau yang disebut triage.
Dengan dilakukan triase, maka dapat ditentukan prioritas
kegawatdaruratannya. Emergency Severity Index (ESI) adalah salah satu
jenis triase yang banyak digunakan di Indonesia. Melalui pengkajian dan
pemeriksaan dalam triase ESI, prioritas kegawatdaruratan pasien dibagi
menjadi 5 prioritas (level) yaitu level 1, level 2, level 3, level 4, dan level
5. Pasien dengan level 1 merupakan pasien yang harus segera dilakukan
penanganan karena adanya ancaman kematian seperti pasien henti jantung,
perdarahan hebat, pasien henti nafas, dan kondisi lain yang dapat mengakibatkan
kematian dalam waktu yang singkat. Pasien dengan level 2 merupakan pasien yang
memiliki resiko yang besar terhadap terjadinya ancaman kematian seperti pasien
dengan trauma perut dan pasien nyeri dada. Pasien dengan level 3 adalah adanya
kondisi darurat akan tetapi tidak ada ancaman kematian, kondisi stabil akan
tetapi disertai dengan pemeriksaan penunjang dengan hasil pemeriksaan penunjang
dalam batas normal. Pasien dengan level 4 adalah kondisi tidak gawat tidak
darurat, kondisi stabil tanpa harus dilakukan pemeriksaan penunjang, sedangkan
pasien level 5 adalah pasien yang tidak perlu dilakukan tidakan apapun,
misalnya pasien datang untuk berkonsultasi obat.
Pasien
yang datang ke IGD dengan kondisi penurunan kesadaran dan sesak nafas tentu
saja akan didahulukan dalam pemberian penanganan dibandingkan pasien yang
datang terlebih dahulu ke IGD dengan keluhan flu ringan 1 hari tanpa ada
keluhan sesak nafas dan keluhan yang lainnya. Sehingga dengan adanya penerapan
triase yang mendahulukan penanganan pasien dengan ancaman kematiannya lebih
besar diharapkan akan meningkatkan harapan hidup pasien.
Akan
tetapi pada kenyataan dilapangan tidak sedikit masyarakat dalam hal ini pasien
atau keluarga pasien yang merasa kecewa dengan pelayanan di IGD. Mereka kecewa
karena merasa datang ke IGD lebih dahulu, akan tetapi yang diberikan penanganan
pasien lain yang baru datang. Bahkan ada yang mengeluhkan sudah menunggu lama
di IGD tidak diberikan penanganan. Kekecewaan pasien dan keluarga mungkin tidak
akan terjadi, andaisaja petugas kesehatan di IGD mampu memberikan pemahaman
dengan menjelaskan kondisi pasien saat itu yang tidak membutuhakan penanganan
segera, dan akan dilakukan penanganan setelah selesai memberikan penanganan
pada pasien yang prioriritas kegawatdaruratannya lebih besar. Namun tentu saja
kita tidak lantas menyalahkan petugas begitu saja, beban kerja dan stressor
yang tinggi di IGD seringkali membuat petugas tidak mempunyai waktu
berlama-lama dalam memberikan penejelasan kepada pasien dan keluarga.
Melalui
artikel ini, penulis berharap mampu memberikan pemahaman kepada pembaca bahwa
penanagan di IGD didasarkan kondisi kegawatdaruratannya. Penulis meyakini tidak
ada maksud dari petugas IGD untuk mentelantarkan pasien. Petugas IGD akan
selalu memegang teguh kode etik profesi dalam bertugas. Dalam hal ini petugas
akan menerapkan prinsip etik yaitu prinsip justice (keadilan). Keadilan
yang dimaksudkan adalah perawat memberikan penanganan kepada pasien sesuai
dengan porsinya (yang dibutuhkan pasien). Nilai ini dilakukan secara
profesional dan sesuai landasan hukum yang berlaku. Seperti yang sudah
disampaikan pada awal artikel bahwa pelayanan IGD salah satunya berdasar pada
PMK No 47 tahun 2018 Pasal 1 ayat (3) yaitu memberikan layanan untuk
penyelamatan nyawa dan kecacatan, sedangkan ancaman nyawa pada pasien
tergantung dari seberapa besar ancaman yang ada.
Tidak
hanya berharap agar masyarakat faham tentang prosedur penanganan pasien di IGD,
penulis juga berharap khususnya kepada petugas kesehatan di IGD untuk terus
meningkatkan komunikasi dalam memberikan pelayanan kepada pasien dan keluarga
sehingga mengurangi kesalahpahaman yang memunculkan stigma negatif pada profesi
kesehatan. (*)
*
Perawat
IGD RS Paru Respira Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta
Mahasiswa
Magister Keperawatan Prodi Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Ariyani, Hana & Rosidawati, Ida.
(2020). Literature Review: Penggunaan Triase Emergency
Severity Index (ESI) Di
Instalasi Gawat Darurat (IGD). Jurnal Kesehatan
Bakti Tunas Husada : Jurnal Ilmu
Ilmu Keperawatan, Analis Kesehatan
dan Farmasi,20(2): 143-152
Menkes RI. 2008. Keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor 129/MENKES/SK/II/2008
tentang Standar Pelayanan
Minimal Rumah Sakit.
Utami, Ngesti W., Agustine, Uly., Happy
P, Ros Endah. (2016). Etika Keperawatan dan
Keperawatan Profesional.
Jakarta: Kementrian Kesehatan RI
Memasuki tahap lanjut usia atau lansia
dengan sehat merupakan keinginan semua orang. Namun, menjaga kesehatan lansia
bukanlah perkara yang mudah. Banyaknya tantangan yang harus dihadapi mengingat
kondisi tubuh lansia yang sudah sangat rentan terhadap berbagai jenis penyakit.
Seiring bertambahnya usia, tubuh
mengalami banyak perubahan atau proses penuaan (aging), dan perubahan yang dirasakan meliputi
seluruh anggota tubuh. Mulai dari kulit yang cenderung kering dan keriput,
tumbuhnya uban, hingga perubahan di organ bagian dalam. Masalah pemuluh
darah seperti hipertensi maupun masalah jantung lainnya.
Tidak hanya itu, lansia juga rentan
mengalami gangguan keseimbangan yang berakibat lansia berisiko jatuh. Lansia
yang jatuh bisa saja mengalami komplikasi kesehatan, seperti patah tulang,
infeksi, hingga disabilitas (kecacatan).
Berikut ini kiat untuk mengupayakan
agar lansia tetap sehat, dengan cara:
Menjaga Pola Makan Sehat
Lansia sebaiknya membiasakan diri mengonsumsi makanan sehat dengan
pola makan yang sehat dan seimbang untuk menjaga kesehatan, meningkatkan
energi, hingga mencegah berbagai penyakit. Sebaiknya lansia mengonsumsi makanan
dengan rendah asupan lemak jenuh dan tinggi asupan buah, sayuran, ikan yang
kaya akan asam lemak omega-3, gandum, dan produk susu rendah lemak, serta
makanan utuh dan berserat tinggi.
Tak hanya itu, banyak
minum air demi menghindari dehidrasi. Batasi konsumsi teh, kopi, sirup. Akan
lebih baik jika lansia mengonsumsi kacang-kacangan dan produk susu yang rendah
lemak. Penelitian mengatakan bahwa pola makan seperti ini dapat melindungi
lansia dari penyakit jantung, Parkison, Alzheimer,
bahkan kanker.
Tetap Aktif Bergerak
Usahakan tetap aktif beraktivitas
fisik, dengan tetap menyesuaikan jenis dan intensitas aktivitas fisik dengan
kondisi tubuh. Setidaknya 30 menit sehari sebanyak lima hari dalam seminggu atau
sesuaikan dengan kemampuan. Tidak perlu dilakukan sekaligus, tetapi dengan
dibagi menjadi 10 menit di pagi hari dan 20 menit di sore hari.
Aktivitas fisik yang dilakukan
cukup intensitas ringan–sedang, seperti jalan kaki yang bermanfaat untuk
melancarkan aliran darah dan peredaran oksigen ke seluruh tubuh.
Selain itu, aktivitas fisik juga
dapat memperlambat terjadinya gejala demensia alias pikun, mengontrol berat
badan, menjaga ketahanan tulang dan otot, serta meningkatkan kualitas tidur.
Menjaga Berat Badan Tetap Ideal
Obesitas dapat meningkatkan
risiko berbagai penyakit serius. Hal ini juga berlaku untuk orang dengan usia
lanjut, sehingga menjaga berat badan tetap ideal juga bermanfaat untuk
meningkatkan kesehatan lansia.
Orang yang mengalami obesitas berisiko
yang lebih besar terhadap penyakit diabetes tipe 2, tekanan darah tinggi, penyakit jantung, stroke, kanker,
gangguan tidur, hingga osteoarthritis.
Namun memiliki berat badan di
bawah batas normal juga kurang baik. Tubuh yang terlalu kurus pada lansia bisa
menjadi gejala dari suatu penyakit serius atau pertanda bahwa tubuhnya sudah
semakin melemah. Oleh sebab itu, perlu mengatur pola makan untuk menjaga berat badan berada pada angka normal, tidak terlalu gemuk
atau terlalu kurus.
Sebaiknya konsultasikan dengan
dokter untuk mencari tahu pada angka berapa berat lansia tergolong ideal.
Selain itu juga konsultasikan cara mengatur pola makan yang tepat dan aktivitas
yang dapat membantu menurunkan atau meningkatkan berat badan sebagai lansia.
Memastikan Memperoleh Waktu
Istirahat yang Cukup
Susah tidur merupakan salah satu
masalah yang sering terjadi pada lansia dan sering mengeluh sulit tidur serta
mudah terbangun di malam hari. Gangguan tidur seperti insomnia,
mengantuk di siang hari, dan sering terbangun tengah malam. Namun, pertambahan
usia sebenarnya tidak lantas menyebabkan risiko gangguan tidur meningkat. Padahal,
tidur yang berkualitas akan membawa mood baik, sel-sel tubuh beregenerasi,
dan organ tubuh tetap berfungsi dengan optimal.
Oleh karena itu, lansia sangat
dianjurkan untuk memiliki waktu tidur yang cukup. Cobalah untuk melakukan
kebiasaan tidur yang sehat untuk memastikan bahwa lansia memiliki tidur yang
cukup dan berkualitas. Hal ini tentu bertujuan agar kesehatan lansia tetap
terjaga. Terapkan kebiasaan tidur yang baik, seperti lampu kamar tidur dalam
keadaan redup, rutinitas tidur dan bangun di jam yang sama setiap hari, dan
tidak melihat layar televisi atau ponsel sebelum tidur.
Bersosialisasi
dan Bergabung dalam Komunitas
Kaum lansia sering merasa
kesepian karena anak-anaknya yang mulai tinggal terpisah dari mereka. Perasaan inilah
yang dapat memicu timbulnya gejala depresi, yang dapat berakibat buruk bagi
kesehatan.
Untuk mencegah terjadinya hal
tersebut, lansia sebaiknya bergabung dalam komunitas. Banyak peneliti menemukan
bahwa lansia yang terlibat dalam komunitas akan memiliki kualitas hidup lebih
baik, terhindar dari demensia dan penyakit degenerasi (penuaan) lainnya.
Rutin Cek
Kesehatan
Usahakan untuk senantiasa
mengecek kesehatan secara rutin. Bertambahnya usia membuat fungsi organ tubuh
mengalami perubahan. Bahkan, fungsi-fungsi organ vital di tubuh juga akan
mengalami penurunan. Dengan memeriksakan diri secara rutin ke puskesmas atau
rumah sakit dengan dibantu tenaga kesehatan yang profesional, banyak penyakit bias
dicegah dan dideteksi sedini mungkin, sehingga dapat diatasi dengan cepat dan
tepat sebelum terjadi berbagai komplikasi.
Sahabat Paru, meski sudah lanjut
usia, bukan berarti untuk membiarkan penyakit kian berdatangan. Maka itu,
terapkan kiat-kiat menjaga kesehatan lansia seperti yang telah disampaikan di
atas agar Lansia juga mampu menikmati hari-hari tua dengan kondisi yang
optimal, bahagia, dan jauh dari penyakit. Salam Sehat dari Rumah Sakit Paru
Respira!
Merkuri adalah logam bentuk
cair yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Merkuri dapat
masuk ke dalam manusia melalui hirupan udara terkontaminasi merkuri, bahan
pangan mengandung merkuri dan penyerapan merkuri melalui kulit. Pajanan merkuri
menyebabkan kerusakan otak, gangguan sistem saraf pusat, sumsum tulang
belakang, ginjal dan hati. Bagi ibu hamil, pajanan merkuri masuk janin melalui
plasenta sehingga menyebabkan kecacatan karena kerusakan saraf.
Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2017 tentang Pengesahan Convention
On Mercury (Konvensi Minamata Mengenai Merkuri) dan Peraturan Presiden
Nomor 21 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan
Merkuri merupakan komitmen Pemerintah untuk mengurangi penggunaan merkuri pada
berbagai bidang. Bidang Kesehatan menggunakan mercury pada alat kesehatan
seperti tensimeter, termometer, dan dental amalgam. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2019 tentang Penghapusan dan Penarikan Alat
Bermerkuri di Fasilitas Pelayanan Kesehatan menyebutkan bahwa fasilitas
pelayanan kesehatan wajib melakukan penghapusan alat bermerkuri.
Rumah Sakit Paru Respira
Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan turut
berpartisipasi dalam menyukseskan aksi nasional pengurangan dan penghapusan
merkuri. Komitmen dan kerjasama seluruh pihak mulai dari Pimpinan, jajaran
manajemen dan karyawan RS Paru Respira tercipta dengan baik. Berbagai upaya
telah dilakukan seperti melakukan penarikan alat bermerkuri, mengganti dan
menggunakan alat tidak bermerkuri seperti
termometer digital dan tensimeter digital, serta melakukan pengelolaan alat
bermerkuri yang telah ditarik sesuai dengan peraturan perundangan. Sebagai
wujud penghargaan terhadap upaya yang telah dilakukan, Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia memberikan penghargaan kepada RS Paru Respira sebagai Fasilitas
Pelayanan Kesehatan yang tidak menggunakan alat kesehatan bermerkuri tahun 2021
pada tanggal 10 November 2021 di Hotel Grand Dafam Rohan Yogyakarta.
Komitmen dan kerjasama
seluruh citivas hospitalia RS Paru Respira merupakan kunci keberhasilan dalam
mencapai Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang tidak menggunakan alat bermerkuri.
Sudah gosok gigi kah Anda
hari ini? Habis makan makanan manis belum gosok gigi? Kapan terakhir Anda ke
dokter gigi? Mungkin ada beberapa diantara kita lupa belum menggosok giginya
hari ini. Atau ada Sahabat paru yang saat ini sedang mengalami sakit gigi? Sahabat
paru, dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 89 Tahun 2015, dinyatakan bahwa
kesehatan gigi dan mulut adalah bagian integral dari kesehatan tubuh secara
keseluruhan. Fakta ini belum sepenuhnya dipahami oleh masyarakat. Di kehidupan
masyarakat kita umumnya lebih memprioritaskan Kesehatan fisik dan mental.
Padahal Kesehatan gigi dan mulut pun perlu untuk kita jaga. Gangguan Kesehatan
gigi dan mulut dapat menimbulkan masalah kesehatan yang serius. Terlebih lagi
saat ini kita masih dalam masa pandemi.
Berdasarkan
data Riskesdas 2018, Untuk kesehatan gigi dan mulut, Riskesdas 2018 mencatat
proporsi masalah gigi dan mulut sebesar 57,6% dan yang mendapatkan pelayanan
dari tenaga medis gigi sebesar 10,2%. Adapun proporsi perilaku menyikat gigi
dengan benar sebesar 2,8%. Melihat kondisi tersebut menggambarkan bahwa
Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia masih perlu peningkatan. Edukasi
yang memadai, sinergi dari berbagai pihak diperlukan termasuk kesadaran
masyarakat untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut akan menjadi harapan untuk
dapat mencapai target Indonesia Bebas Karies 2030.
Banyak hal yang berpengaruh terhadap kesehatan gigi dan
mulut, antara lain faktor kebiasaan yang berhubungan dengan gigi dan mulut
(sperti : kebiasaan merokok), cara menyikat gigi yang benar, faktor makanan,
faktor lingkungan, faktor pelayanan kesehatan gigi dan faktor pengetahuan.
Kebiasaan buruk seperti merokok sangat berpengaruh terhadap gangguan kesehatan
gigi dan mulut. Merokok tidak hanya menimbulkan efek secara sistemik, tetapi
juga dapat menyebabkan timbulnya kondisi
patologis di rongga
mulut. Gigi dan
jaringan lunak rongga mulut,
merupakan bagian yang dapat mengalami kerusakan akibat rokok. Penyakit periodontal,
karies, kehilangan gigi,
resesi gingiva, lesi
prekanker, kanker mulut, serta
kegagalan implan, adalah
kasus-kasus yang dapat
timbul akibat kebiasaan merokok. Kebiasaan buruk lainnya
bisa terjadi pada anak, kebiasaan menyusu sambil tidur adalah faktor pemicu
terjadinya gangguan karies gigi pada anak. Perlu pembersihan gigi dan gusi anak
setelah menyusu. Cara menyikat gigi yang benar juga musti diperhatikan. Seperti
halnya yang lain, ibu hamil pun perlu menjaga kebersihan gigi dan mulut. Karena
bila tidak dijaga dapat menimbulkan radang gusi. Radang gusi yang tidak
ditangani dapat bertambah parah dan bisa menyebabkan infeksi ditempat lain.
Penyakit gusi dapat mempengaruhi kesehatan janin. Perubahan gaya hidup dan
pekembangan makanan dan jajanan untuk anak mewarnai munculnya gangguan
kesehatan gigi terutama pada anak. Anak terkadang kelupaan untuk gosok gigi,
didukung pula makan jajanan yang dapat merusak gigi sehingga beberapa mengalami
gigi berlubang. Dalam masa pandemic seperti ini, membuat Sebagian orang merasa
takut untuk memeriksakan kesehatan gigi dan mulutnya di pelayanan kesehatan.
Akibatnya kesehatan gigi menjadi terabaikan. Hal-hal semacam di atas itulah
yang kemudian berdampak pada kesehatan gigi dan mulut. Padahala kesehatan gigi
dan mulut merupakan gerbang kesehatan untuk kesehatan secara umum. Gangguan
kesehatan gigi dan mulut dapat mempengaruhi kerusakan organ tubuh lain seperti
jantung dan paru.
Beberapa survei dilakukan pada masa pandemi seperti
sekarang ini. Salah satunya oleh pihak Unilever. Head of Sustainable Living
Beauty and Personal Care and Home Care, Unilever Indonesia Foundation Drg. Ratu
Mirah Afifah, GCClindent, MDSc mengatakan pandemi COVID-19 telah menyebabkan
perubahan besar terhadap rutinitas sehari-hari masyarakat di seluruh dunia.
Penelitian terkini mengenai dampak pandemi pada kebiasaan untuk menjaga
kesehatan gigi dan mulut masih terbatas. Khusus di Indonesia
pihaknya melakukan survei kepada 1.000 responden berusia 18 tahun ke atas.
Hasil survei menunjukkan sikap dan perilaku di masa pandemi ternyata 7 dari 10
orang mengatakan selama pandemi mereka lebih fokus pada kesehatan dan
kesejahteraan menyeluruh. Menurut hasil survei, terjadi peningkatan dari
kebiasaan-kebiasaan seperti makan makanan yang sehat, berolahraga, mengurangi
merokok, dan mengurangi minum minuman beralkohol. Selain itu dampak COVID-19
terhadap kebiasaan merawat gigi telah terjadi penurunan kebiasaan menyikat gigi
dua kali sehari dibandingkan hasil survei tahun 2018. Kemudian kebiasaan buruk
meningkat selama di rumah yakni 2 dari 5 orang dewasa mengaku tidak menyikat
gigi seharian, dan ada 7 dari 10 orang menghindari pergi ke dokter gigi. Kebiasaan
tersebut mudah ditiru oleh anak-anak, ia mengungkapkan apabila orang tua tidak
menyikat gigi dua kali sehari anak-anak 7 kali lebih memungkinkan untuk tidak
menyikat gigi.
Hasil
survei tersebut tentu bukan hasil yang menggembirakan. Karena ternyata
faktanya, kesehatan gigi dan mulut penting juga kita jaga. Cara supaya
kesehatan gigi dan mulut kita terjaga
adalah dengan menyikat gigi. Sikat gigi direkomendasikan dilakukan 2 kali
sehari. Waktu yang ideal menggosok gigi adalah setelah sarapan dan sebelum
tidur. Lama menggosok gigi minimal tiga menit dengan gerakan memutar dari area
gusi yang berwarna merah ke arah gigi yang berwarna putih. Sikat gigi sebaiknya
diganti setiap 3 bulan sekali. Jika sikat gigi rusak sebelum 3 bulan itu
berarti seseorang menyikat gigi terlalu keras dan penuh tekanan, sebaliknya
jika sikat gigi tidak rusak setelah 3 bulan itu berarti seseorang tidak
menyikat gigi dengan benar. Penting untuk menggosok lidah, karena pada
permukaan lidah banyak terdapat bakteri yang dapat menyebabkan bau mulut. Nutrisi
juga mempengaruhi kebersihan gigi dan mulut. Makanan dan minuman yang tinggi
akan gula dan asam seperti permen, minuman berkarbonasi, dan soda dapat dengan
mudah membuat zat asam dalam mulut meningkat. Penting untuk mengkonsumsi lebih
banyak sayur dan buah dan minum lebih banyak air. Pemeriksaan gigi
direkomendasikan dilakukan setiap enam bulan sekali. Pada masa
pandemi Covid-19, konsultasi juga dapat dilakukan melalui telemedicine atau
secara online. Jika akan berkunjung ke dokter gigi sebaiknya membuat janji
terlebih dahulu dengan syarat tidak sedang demam, batuk, maupun pilek. Nah,
sahabat paru yuk mulai kebiasaan menyikat gigi dengan benar dan waktu yang
tepat. Agar kesehatan gigi dan mulut kita terjaga.
Daftar
Pustaka
Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia. 2018. Potret Sehat Indonesia dari Riskesdas
2018. www.kemkes.go.id
tangggal 2 November 2021
Arie
Novarina, Ruslan Burhani. 2013. Perkembangan jajanan memperburuk kesehatan
gigi anak. www.antaranews.com
tanggal 6 September 2013
Nanien Yuniar, Monalisa. 2018. Alasan Ibu Hamil Harus Jaga Kesehatan Gusi. www.antaranews.com tanggal 29 Juni 2018
Astuti, Indriyani. 2018. Kesehatan Gigi Masyarakat
Indonesia Mengkhawatirkan. https://mediaindonesia.com tanggal 4 November 2018
Drg. Wiena Manggala Putri. 2020. Kapan Waktu yang Tepat
untuk Menyikat Gigi? https://www.klikdokter.com tanggal 12 Mei 2020
Wisnu Adhi Nugroho, Zita Meirina. 2019. PDGI: kondisi
kesehatan gigi-mulut penduduk Indonesia menurun. https://www.antaranews.com tanggal 25 Januari 2019
Putri Kusuma, Andina Rizkia. Pengaruh Merokok Terhadap
Kesehatan Gigi Dan Rongga Mulut. http://www.unissula.ac.id
_______________. Hari Kesehatan Gigi dan Mulut Sedunia
2021, Pepsodent Kampanyekan Senyum Sehat untuk Hidup Lebih Sehat.2021. https://www.liputan6.com tanggal 20 Maret 2021
Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia. 2021. Survey Menunjukkan Kebiasaan Gosok Gigi
Menurun Saat Pandemi COVID-19. https://www.kemkes.go.id
tanggal 19 Maret 2021
Drg.
Fransisca Kariyanto, Sp. Perio. 2021. Menjaga Kesehatan Gigi dan Mulut di Masa
Pandemi. https://www.rsmardirahayu.com
tanggal 22 April 2021
Pandemi Covid-19 hingga saat ini belum berakhir, ditengah pandemic
Covid-19, kita perlu untuk menjaga kesehatan kita. Menurut para ahli, kita
harus menjaga kesehatan dan mematuhi protokol kesehatan untuk meminimalisir
resiko tertular Covid-19. Salah satu upaya untuk menjaga kesehatan adalah
dengan berolahraga. Pentingkah olahraga di kondisi pandemic Covid-19 ini? Ya,
olahraga tentu sangat penting. Berolahraga atau melakukan aktivitas fisik
membuat tubuh lebih bugar dan sehat sehingga daya tahan tubuh lebih kuat dan
dapat mengurangi resiko tertular virus.
Dikutip dari International
Journal of Cardiovascular Science, olahraga atau aktivitas fisik, terutama pada
intensitas dan durasi sedang, dapat mendukung respon imun dan meningkatkan daya
tahan tubuh terhadap penyakit. Sedangkan, olahraga dengan intensitas tinggi dan
berkepanjangan tidak disarankan untuk dilakukan karena dapat menyebabkan
imunosupresi atau menurunkan imunitas tubuh.
Beberapa hasil penelitian
juga menunjukkan bahwa olahraga atau aktivitas fisik dapat mencegah terjadinya
gangguan mental yang dialami oleh sebagian orang karena adanya penerapan
karantina dan isolasi, maupun jaga jarak (physical
dystancing) akibat pandemik Covid-19. Gangguan mental tersebut misalnya
depresi, kecemasan, sindrom kelelahan dan stress. Aktivitas fisik / Olahraga
menghasilkan endorfin, bahan kimia di otak Kita yang meremajakan pikiran dan
tubuh Kita, dan itu dapat membantu meningkatkan semua aspek kesehatan. Selain
meningkatkan mood dan meningkatkan kualitas tidur, olahraga juga dapat
memperkuat sistem kekebalan tubuh.
Berikut ini jenis olahraga yang terbilang
aman dilakukan untuk di rumah selama pandemic COVID-19, yaitu:
Kardio. Jenis olahraga kardio adalah olahraga yang efektif membakar
lemak dan membuat tubuh berkeringat. Untungnya olahraga ini bisa dilakukan di
rumah sehingga mengurangi risiko kamu terjangkit COVID-19. Jika memiliki
treadmill, sepeda statis atau alat kardio lainnya di rumah, maka bisa
dimanfaatkan. Namun, jangan khawatir, lompat tali atau skipping juga bisa
menjadi alternative
Senam Aerobik. Jika tidak memiliki alat latihan kardio, olahraga satu ini
juga menjadi pilihan yang menarik untuk dilakukan selama di rumah. Kita bisa
melakukan senam zumba misalnya, dengan mengikuti video tutorial atau bahkan
bersama teman-teman di rumah masing-masing lewat video conference. Instruktur
olahraga aerobik tetap memberikan gerakan-gerakan yang membuat tubuh
berkeringat sehingga tubuh menjadi lebih bugar. Senam aerobik juga mampu
meredakan gejala depresi dan gangguan cemas yang dihadapi selama pandemi ini.
Yoga. Olahraga ini mungkin terkesan mudah dan sederhana. Namun, jika
dilakukan dengan sungguh-sungguh, olahraga ini juga tergolong efektif membakar
lemak dan membuat tubuh berkeringat. Bonusnya lagi, beberapa gerakan yoga dapat
membuat kamu lebih tenang dan santai. Sehingga kecemasan yang sering muncul
selama pandemi ini bisa berkurang. Beberapa manfaat yoga lainnya adalah menjaga
metabolisme tubuh, meningkatkan pernapasan, memperkuat energi serta vitalitas.
Kamu bisa melakukannya di rumah dengan mengikuti video tutorial yang banyak
tersedia di internet.
Kamu
Positif Covid 19, jangan panik, bersikap
tenang, karena panik dapat membuat
hormon kamu berantakan. Panik dapat
menyebabkan lambung menjadi iritasi, Hipertensi , Psikis gelisah dan lain
sebagainya yang dapat membuat kacau metabolisme tubuhmu. Bagi kamu yang positif
covid 19 dan tidak bergejala hingga bergejala ringan dan tidak mendapatkan
fasilitas isolasi terpusat, kamu dapat melakukan isolasi mandiri sendiri di
rumah dengan prosedur yang baik dan benar.
Lamanya waktu isolasi mandiri yang
harus dijalani oleh pasien positif covid 19 tanpa gejala adalah 10 hari isolasi
sejak tes antigen atau PCR positif covid 19. Sementara lamanya waktu isolasi yang harus dijalani pasien
positif covid 19 dengan gejala ringan adalah 10 hari isolasi plus 3 hari yang
sudah bebas dari berbagai gejala. Untuk Pasien kontak erat, durasi isolasi
mandiri 14 hari sejak kontak dengan kasus positif covid 19.
Beberapa hal yang harus dilakukan saat menjalankan isolasi mandiri :
Tinggal
di rumah dan jangan pergi bekerja atau ke ruang publik
Gunakan
kamar terpisah di rumah dari anggota keluarga lainnya
Jika
memungkinkan, upayakan menjaga jarak dari anggota keluarga lain
Gunakan
selalu masker selama masa isolasi mandiri
Lakukan
pengukuran suhu harian dan observasi gejala klinis, seperti batuk atau
kesulitan bernafas
Hindari
pemakaian bersama peralatan makan, perlengkapan mandi dan sprei
Terapkan
prilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan mengkonsumsi makanan bergizi,
rutin melakukan kebersihan tangan, mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir
Berada
di ruang terbuka dan berjemur di bawah sinar matahari setiap pagi
Jaga
kebersihan rumah dengan cairan desinfektan
Hubungi
segera fasilitas kesehatan jika memburuk agar mendapatkan perawatan lebih
lanjut
Perlu dicatat jika kadar
oksigen 90% atau lebih tetapi di bawah 94%, segera hubungi tenaga kesehatan
atau minta perawatan di rumah sakit. Bila kadar oksigen di bawah 90%, itu
berarti pasien mengalami covid 19 berat. Segera hubungi penyedia layanan
kesehatan atau minta segera dirawat di rumah sakit.
Selamat datang di website kami dengan konsep minimalis namun interaktif.Semoga website RS Paru Respira Yogyakarta dapat memberikan kontribusi dalam meningkatkan pelayanan & memberikan informasi secara cepat dan akurat pada masyarakat.