Pada
awal tahun 2020, dunia dihebohkan dengan munculnya virus yang berpusat di
Wuhan, China. Virus varian baru dari coronavirus, yaitu Novel Coronavirus atau
disebut dengan Covid-19 ini menyebar dengan cepat dan menginfeksi ribuan
penduduk China serta beberapa tersebar di negara lain seperti Amerika,
Singapura, Thailand, Jepang, Malaysia, dan lain sebagainya. Bagaimana di
Indonesia?
Menurut
Kementerian Kesehatan, hingga saat ini Covid-19 tidak ditemukan di Indonesia
terbukti dari hasil pemeriksaan 71 spesimen dengan 67 spesimen di antaranya
negatif Covid-19, sisanya dalam proses pemeriksaan. Berdasarkan data pemetaan
ARCGIS oleh John Hopkins CSSE total terkonfirmasi COVID-19 hingga 17 Februari
2020, yaitu 71.329 orang, total meninggal dunia 1.775 orang, dan total yang
sudah sembuh 10.972 orang. Angka tersebut menunjukkan betapa banyak dan cepat
virus tersebut menginfeksi orang. Menanggapi kondisi tersebut, Badan Kesehatan
Dunia menetapkan status Darurat Global Coronavirus. Hal tersebut mengakibatkan
masyarakat menjadi panik, tidak terkecuali di Indonesia. Bahkan saat pemerintah
Indonesia akan mengkarantina WNI dari Wuhan China di Natuna, warga natuna
menolak keras keputusan pemerintah menempatkan karantina di Natuna disebabkan
kurangnya sosialisasi dan pengetahuan masyarakat mengenai proses karantina dan
mengenai coronavirus sendiri.
Maka
sangat penting untuk kita tahu apa itu Covid-19 dan yang terpenting adalah bagaimana
pencegahan agar tidak terinfeksi Covid-19?
Apakah Covid-19 itu?
Novel
coronavirus (Covid-19) merupakan virus varian baru dari coronavirus yang
menyebabkan infeksi paru.
Virus
ini masih keluarga besar dari virus penyebab MERS dan SARS.
Bagaimana penularan Covid-19?
Awalnya
virus ini menginfeksi hewan kemudian menular ke manusia. Saat ini penularan
dari manusia ke manusia melalui droplet penderita
Bagaimana gejala infeksi Covid-19?
Gejala
yang ditimbulkan yaitu mirip dengan pneumonia pada umumnya, yaitu:
Demam
>38oC
Batuk
Sesak
napas
Lemas
Gejala
ini semakin berat jika penderita adalah orang lanjut usia, balita, dan mempunyai
riwayat penyakit sebelumnya.
Jika
mengalami gejala tersebut di atas dan dalam 14 hari terakhir bepergian ke
negara yang terkonfirmasi Covid-19, maka segera kunjungi layanan kesehatan
terdekat.
Bagaimana supaya tidak tertular Covid-19 ?
Pencegahan
dapat dilakukan dengan :
Hindari
kontak dengan orang yang sakit infeksi saluran nafas
Sering
cuci tangan pakai sabun
Gunakan
masker saat batuk atau pilek
Hindari
menyentuh hewan/ungags
Rajin
olahraga dan istirahat cukup
Konsumsi
gizi seimbang
Dengan pengetahuan diatas diharapkan
masyarakat tidak panik dan dapat memahami tentang Covid-19 serta dapat
melakukan pencegahan bagi diri sendiri dan keluarga.
Sumber :
Centers for Diseases Control and Prevention
(CDC) Novel Coronavirus (2019-nCoV)
Kementerian Kesehatan “Covid-19 Menyebar ke
Berbagai Negara, Indonesia Perkuat Pencegahan”
Press
Release “Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Outbreak Pneumonia di
Tiongkok”
Siaran
Pers Ikatan Dokter Indonesia Outbreak Pneumonia Virus Wuhan
ARCGIS ”Coronavirus
COVID-19 Global Cases by Johns Hopkins CSSE”
Jumlah
perokok usia remaja di Indonesia terus meningkat. Di Indonesia terjadi tren
peningkatan jumlah perokok dari kalangan remaja. Ironisnya budaya merokok saat
ini sudah dianggap menjadi hal yang lumrah di kalangan masyarakat secara umum.
Tren merokok pada remaja saat ini tidak hanya pada rokok konvensional saja, namun mulai banyak yang menggunakan vape atau rokok elektrik. Sebagian orang beranggapan bahwa rokok elektrik atau vape sebagai alternatif lebih sehat mengurangi ketergantungan merokok. Cairan vape juga dibuat dengan beragam rasa yang bisa dipilih sesuai selera. Penggunaan rokok elektrik dijadikan sebagai alih-alih untuk mendapatkan rokok yang lebih aman dengan bujukan “zero nicotin” atau hanya karena menciptakan pembenaran secara sepihak bahwa merokok elektrik sebagai peralihan untuk berhenti merokok konvensional secara total. Pemakaian rokok elektrik seakan melahirkan generasi baru pecandu nikotin, yang tentu saja akan berisiko mengalami penyakit terkait nikotin. Hal tersebut menjadi penyebab banyaknya perokok ganda yang tidak hanya merokok konvensional saja namun juga merokok elektrik.
Mudahnya mendapatkan alat vapour dan berbagai perangkat rokok elektrik, serta cairan berperisa yang sebenarnya juga mengandung nikotin, menjadikan anak usia remaja semakin tertarik untuk mencoba merasakan rokok elektrik. Hal ini berdampak pada banyaknya kesalahpahaman terutama pada remaja yang mengartikan bahwa rokok elektrik lebih aman daripada rokok konvensional, maka perlu diadakan edukasi mengenai bahaya rokok elektrik.
Sebagai upaya pencegahan dampak dan perilaku merokok pada
remaja, Sekolah Islam Terpadu LHI Yogyakarta berinisiatif mengundang Rumah
Sakit Paru Respira untuk memberikan penyuluhan mengenai bahaya rokok elektrik.
Kegiatan penyuluhan diikuti oleh seluruh peserta didik putra yang berjumlah 80
anak dengan didampingi beberapa guru pengajar. Seluruh peserta penyuluhan
antusias dalam menyimak materi yang diberikan. Kegiatan penyuluhan dilakukan
dengan interaktif sehingga seluruh peserta bisa aktif dalam kegiatan
tersebut.
Hasil dari kegiatan ini menekankan pada pentingnya informasi dan peran
dari berbagai pihak secara komprehensif untuk mendukung upaya penyuluhan
edukasi dampak rokok maupun vape pada remaja serta menghilangkan asumsi bahwa
vape tidak berbahaya karena hal terbaik yang perlu kita hirup adalah udara
bersih.
Tak terasa hiruk pikuk peringatan 83
tahun pengabdian RS Paru Respira telah berlalu. Civitas hospitalia dan penduduk
sekitar Rumah Sakit Paru Respira telah kembali pada kegiatan masing-masing.
Sedikit bernostalgia, kegiatan 83 tahun pengabdian yang bertajuk “Sehat Bersama
Respira” kemarin bertujuan untuk menyampaikan rasa terimakasih
kepada seluruh pihak yang telah mendukung RS Paru Respira; kampanye
GERMAS (Gerakan Masyarakat Hidup Sehat)
dengan menyelenggarakan kegiatan jalan sehat dan senam aerobik; pemeriksaan
kesehatan dan pengobatan gratis sebagai bentuk kegiatan bakti sosial rumah
sakit; panggung
hiburan masyarakat dengan
diselenggarakannya pentas seni musik karawitan, campur sari dan drama tari persembahan dari
karyawan karyawati RS Paru Respira dengan lakon “Agonia Cinta” yang menceritakan
tentang legenda Rara Jonggrang dengan sedikit modifikasi cerita untuk
kepentingan promosi kesehatan.
Rangkaian kegiatan yang dimulai dari
jalan sehat diikuti oleh 300 peserta dari masyarakat dan karyawan, untuk
pemeriksaan gratis dan cek laboratorium terbatas diikuti oleh 200 peserta dengan
pemberi layanan yang melibatkan komite medik, keperawatan dan farmasi. Tak mau
kalah dari booth pemeriksaan fisioterapi dengan layanan pemeriksaan
kadar oksigen Co Analyzer juga memberikan pelayanan gratis terbatas.
Setelah mengolahragakan masyarakat dan
civitas hospitalia RS Paru Respira, MC yang kompak mengajak masyarakat
menyanyikan beberapa lagu diiringi organ tunggal dari Akbar Production dan
membagikan beberapa doorprize menarik diantaranya: sepeda MTB, lemari es, mesin
cuci, dispenser, coffee maker, kipas angin, magic com dan masih
banyak lagi. Rangkaian acara pagi ditutup dengan pembagian doorprize disertai wajah
sumringah dari masyarakat yang beruntung mendapatkannya.
Suasana sore di lapangan Guyengan
telah diramaikan oleh beberapa pedagang yang menjajakan makanan, minuman dan
mainan. Panitia masih sibuk mengecek ulang persiapan pentas seni. Acara dibuka
oleh sambutan selamat datang dan ucapan terima kasih dari Kepala Desa Palbapang
atas terselenggaranya acara ini. Kemudian berikutnya diisi dengan acara drama
tari Agonia Cinta yang juga merupakan rangkaian dari sambutan Direktur RS Paru
Respira. Selesai sambutan direktur, dilanjutkan pemotongan tumpeng dan
diserahkan kepada Sekda DIY Drs. R. Kadarmanta Baskara Aji sekaligus untuk
memberikan sambutan. Dalam sambutannya, Sekda DIY mengapresiasi pertunjukan drama tari Agonia Cinta dengan
harapan RS Paru Respira mampu mengembangkan pariwisata dan seni di sektor
kesehatan.
Harapannya acara 83 pengabdian RS Paru Respira ini bisa menjadi semangat untuk civitas hospitalia untuk memberikan energi positif demi terselenggaranya RS Paru Respira yang menjadi pusat pelayanan kesehatan paru dan pernapasan secara komprehensif untuk wilayah DIY dan Jawa Tengah.
Rokok elektrik atau vape
adalah suatu alat dengan baterai sebagai daya untuk memanaskan suatu cairan dan
menghantarkan suatu produk aerosol kepada penggunanya. Herbert A Gilbert adalah
orang yang pertama kali mendaftarkan paten atas rokok elektrik pada tahun 1965
dan akhirnya diproduksi secara massal pada tahun 2003 berdasarkan hak paten
atas nama Hon Lik dari Cina. Selang 1 tahun, rokok elektrik mulai beredar di
dunia.
Pernyataan yang dikeluarkan
oleh Badan kesehatan dunia (WHO) pada tahun 2019 bahwa peredaran vape di
seluruh dunia mengalami peningkatan, dan sebagaimana provinsi lain di
Indonesia, Yogyakarta juga mengalami fenomena baru menjamurnya penggunaan vape.
Global Youth Survey tahun 2011
menyatakan 0.3% remaja di Indonesia adalah pengguna rokok elektrik. Badan
Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pada tahun 2018 juga mengadakan survei dengan
hasil yang menunjukkan anak usia sekolah dasar juga merupakan kelompok yang
menggunakan vape secara aktif. Hal ini sejalan dengan mudahnya mendapatkan toko
yang menyediakan kebutuhan vape di sekitar kita. Menurut Peraturan Menteri
Kesehatan no 146 tahun 2017, peredaran rokok elektrik di Indonesia bersifat
legal dengan diberlakukan cukai sebesar 57%. Hal ini yang menjadi payung
peredaran rokok elektrik ke semua kalangan termasuk anak dan remaja. Anak dan
remaja merupakan target penyebaran penggunaan vape karena iming-iming berbagai wangi buah dan permen pada saat menggunakan vape,
sehingga mereka tidak menyadari bahaya dan efek kecanduan menghirup vape.
Informasi bahwa rokok
elektrik itu aman karena tidak mengeluarkan asap dan tidak beracun masih bisa
ditemui di masyarakat awam, bahkan sebagian orang menganggap rokok elektrik
merupakan alternatif pengganti rokok atau merupakan media jembatan bagi perokok
yang ingin berhenti merokok. Informasi dan penelitian yang dapat dijadikan sumber
referensi bahaya atau tidaknya rokok elektrik sudah semakin banyak seiring
dengan berjalannya waktu. Pemilihan informasi yang dapat dipertanggung jawabkan
kebenarannya masih belum banyak diketahui oleh masyarakat luas, sehingga
diharapkan masyarakat lebih bijak dalam menerima informasi mengenai rokok
elektrik.
Berdasarkan berbagai
penelitian yang ada saat ini, rokok elektrik mengandung berbagai zat sama
bahayanya dengan rokok konvensional. Beberapa zat berbahaya tersebut antara
lain:
Bahan
karsinogenik.
Bahan karsinogenik adalah zat
tersebut dapat memicu munculnya kanker. Zat karsinogenik memiliki kemampuan
merangsang sel tubuh normal untuk berubah sifatnya menjadi sulit dikendalikan.
Bahan karsinogen yang terdapat di vape antara lain propylene glycol, gliserol, formaldehid,
nitrosamine. Zat tersebut tidak hanya
menyebabkan kanker paru, namun juga kanker tenggorok dan rongga mulut.
Nikotin
Nikotin adalah
zat yang bertanggung jawab terhadap sifat addiksi atau ketagihan terhadap rokok
konvensional mau pun vape. Nikotin yang masuk ketubuh kemudian beredar ke otak
dan menempati reseptor yang ada di otak. Dengan bertemunya reseptor tersebut
dnegan nikotin, maka diproduksi suatu zat yang disebut dopamine. Dopamine
memiliki efek menenangkan dan membuat nyaman sehingga apabila orang tersebut
mendapat asupan nikotin akan menjadi gelisah dan tidak nyaman. Sifat nagih ini yang membuat seseorang sulit
lepas dari vape dan menimbulkan gejala penolakan apabila dihentikan mendadak.
Nikotin juga bertanggung
jawab terhadap tingginya kejadian infeksi Tuberkulosis (TBC) di kalangan
perokok baik konvensional maupun vape. Nikotin dapat menginduksi terjadinya perubahan
gen yang dapat menyebabkan peningkatan jumlah bakteri penyebab TBC (M. tb) di
paru sehingga resiko sakit TBC juga meningkat 2 kali lipat pada pengguna vape
dibandingkan bukan perokok.
Radikal bebas
Efek buruk vape
terkait infeksi di paru diakibatkan terdapatnya 7×1011 zat radikal
bebas pada setiap hirupan vape yang dapat mengakibatkan peningkatan sifat
oksidatif dan mengubah sistem kekebalan sel. Hal ini sama halnya kerusakan
akibat rokok konvensional. Beberapa zat toksik lain seperti logam berat,
silikat, berbagai nanopartikel dan particulate
matter dengan ukuran yang sangat kecil dan dapat berpeluang menimbulkan
iritasi, peradangan, menurunkan sistem kekebalan lokal pernapasan, peningkatan
sensitivitas saluran napas, asma, gejala pernapasan dan bronkitis. Gangguan
pencernaan, sistem kekebalan dan gangguan pembekuan darah merupakan efek lain
yang bisa ditimbulkan akibat penggunaan vape.
Beberapa
pengguna vape menjadikan alasan vape sebagai jembatan untuk usaha berhenti
merokok. Apakah hal itu benar? Sayangnya hal tersebut adalah tidak benar. Badan
Kesehatan Dunia dalam konferensi WHO Framework
Convention On Tobacco Control tahun 2014 menyatakan dengan tegas bahwa
tidak terdapat cukup bukti bahwa penggunaan vape dapat membantu seseorang
berhenti merokok. Sebuah penelitian di Polandia menunjukkan bahwa 30% remaja
berusia 15-19 tahun yang menggunakan vape pada tahun 2013-2014 sebanyak 72.4%
diantaranya adalah pengguna rokok dan vape secara bersamaan. Penelitian oleh
Uhamka tahun 2018 di Jakarta menunjukkan bahwa diantara 11.8% siswa SMA
pengguna vape, sebanyak 51% diantaranya adalah dual users.
Isu penting
lain terkait penggunaan vape adalah vape dapat menjadi pintu masuk baru beragam
jenis narkoba. Penelitian yang dilakukan oleh Blundell tahun 2018 menyatakan
39.5% dari 861 responden menggunakan vape sebagai media menghisap narkoba, baik
narkoba konvensional (ganja, kokain dan heroin) atau pun narkoba jenis baru
(ganja sintetis atau katinona sintetis).
Kejadian sakit
paru karena penggunaan vape sudah dilaporkan sebelumnya walaupun julahnya tidak
banyak, namun cukup angka kematiannya cukup tinggi. Pada bulan Juli 2019,
Departemen Pelayanan Kesehatan Wisconsin dan Departemen Kesehatan Masyarakat
Illinois, Amerika Serikat menerima laporan penyakit paru terkait vape dan
mengadakan investigasi kesehatan terhadap semua kasusnya. Terdapat 53 kasus
dengan riwayat penggunaan vape 90 hari sebelum muncul gejala dan didapatkan
kerusakan paru yang luas. Kerusakan tersebut tidak terkait dengan penyebab lain
setelah dilakukan serangkaian pemeriksaan. Rerata usia pada kasus tersebut
adalah 19 tahun dan 94% diantaranya harus dirawat inap, 32% diantaraya harus
menjalani intubasi dan menggunakan ventilator, 1 kasus dilaporkan meninggal.
Semua kasus memiliki gambaran kerusakan paru yang sama yaitu kerusakan luas di
kedua paru. Saat ini para klinisi dan ilmuwan di seluruh dunia mengumpulkan
berbagai kasus dan data mengenai vape sehingga diharapkan masyarakat dapat
menerima informasi yang valid dan dapat dipercaya.
Vape, Apakah
lebih aman dari rokok
Dikalangan
masyarakat banyak didapati Informasi
bahwa rokok elektrik itu aman karena tidak mengeluarkan asap dan tidak beracun ,
bahkan sebagian orang menganggap rokok elektrik sebagai jembatan bagi perokok
yang ingin berhenti merokok. Benarkah demikian?
Generasi millenial yang berdaya saing diharapkan mampu berkontribusi dalam program eliminasi TBC di era industri 4.0. Pada era ini generasi millenial sangat terbuka kesempatannya untuk belajar, berlatih, berinovasi, berimajinasi, berkarya serta berkontribusi dalam ilmu pengetahuan dan teknologi serta keikutsertaan dalam pendidikan kesehatan. Generasi millenial yang sangat akrab dengan teknologi dan dunia automasi diharapkan mampu menjadi ujung tombak dalam pembangunan di bidang kesehatan melalui upaya promotif dan preventif P2 TBC (Pencegahan dan Pengendalian TBC). Generasi millenial ini harus dibekali dengan pendidikan kesehatan dalam hal ini yang berkaitan dengan bahaya TBC agar mampu mendukung keberhasilan program eliminasi TBC.
Sejak era Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia, peran serta potensi besar generasi muda telah diakui oleh Presiden Ir. Soekarno. “Beri Aku Sepuluh Pemuda, Niscaya Akan Kuguncangkan Dunia”. Kutipan pidato tersebut menyiratkan pesan yang sangat kuat bahwa pemuda bisa menciptakan perubahan yang sangat besar bagi Bangsa Indonesia. Generasi muda saat ini lebih sering kita kenal dengan istilah generasi millenial. Millenial generation atau generasi millenial, memang tidak memiliki demografi khusus, namun para pakar menggolongkannya berdasarkan tahun lahir. Penggolongan ke dalam generasi millenial mencakup mereka yang lahir pada tahun 1980 hingga awal tahun 2000-an.
William Strauss dan Neil Howe percaya bahwa setiap generasi mempunyai karakteristik umum yang akan menjadi karakter generasi itu sendiri dengan 4 pola yang berulang. Mereka berhipotesis bahwa generasi millenial akan mirip dengan generasi yang lebih berwawasan sipil dengan empati yang kuat terhadap komunitas lokal dan global. Bangsa Indonesia sangatlah mengharapkan peran generasi millenial untuk menjadi agen perubahan (Agent of Change). Harapan tersebut tercipta mengingat generasi millenial memiliki ide-ide yang selalu segar, pemikiran yang kreatif dan inovatif yang diyakini akan mampu mendorong terjadinya transformasi dunia ini ke arah yang lebih baik melalui berbagai upaya hingga tercipta perubahan dan perkembangan.
Berbicara mengenai generasi millenial mengingatkan pada fakta bonus demografi yang dimiliki Indonesia. Bonus demografi merupakan suatu kondisi struktur penduduk usia produktif sangat besar, sementara proporsi penduduk yang tidak produktif semakin kecil dan belum banyak. Penduduk tidak produktif merupakan penduduk yang berusia kurang dari 14 tahun dan di atas 64 tahun. Dilihat dari struktur demografinya, pada tahun 2020-2030 Indonesia berpeluang untuk mengalami bonus demografi. Negara ini akan memiliki sekitar 180 juta orang berusia produktif. Penduduk dengan usia tidak produktif berkurang menjadi 60 juta jiwa. Hal ini berarti bahwa 10 orang usia produktif hanya akan menanggung 3 – 4 orang usia tidak produktif. Namun, ibarat pedang bermata dua, di samping bonus demografi di Indonesia bisa memberikan dampak positif bagi tujuan pembangunan nasional, dapat juga memberikan dampak negatif pada upaya pembangunan bangsa. Tanpa diiringi sumber daya manusia yang baik, bonus demografi tersebut akan menjadi beban bangsa.
Beban bangsa yang dimaksud satunya ialah beban dalam pencegahan dan pengendalian penyakit. Seperti yang kita ketahui bahwa Indonesia menargetkan eliminasi TBC di tahun 2030. Jika negara tidak mempersiapkan diri untuk mengahdapi tantangan besarnya angka kejadian TBC di Indonesia, maka bonus demografi menjadi ancaman bagi kesehatan masyarakat di Indonesia, demikian seperti dikutip dari pernyataan Menteri Kesehatan dr. Nila F. Moeloek bahwa bonus demografi yang diprediksi menjadi generasi emas Indonesia akan berbalik menjadi bencana jika kita tidak bermitra untuk mengakhiri TBC.
Perlu kita ketahui bersama bahwa tuberkulosis atau yang sering kita dengar dengan istilah TBC adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri penyebab TBC cenderung menyerang paru-paru, namun bakteri ini juga mampu menyerang organ lain di tubuh, seperti laring, tulang, selaput otak, ginjal, kelenjar getah bening, serta saluran pencernaan.
Pada tahun 2017 terdapat 1,3 juta kasus kematian akibat TBC dengan HIV negatif, dan sekitar 300.000 kasus kematian akibat TBC dengan HIV posistif. Berdasarkan laporan WHO Global Report pada tahun 2018, insidensi kasus TBC di Indonesia mencapai 842.000 kasus dengan angka kematian mencapai 107.000 kasus. Fakta ini menunjukkan bahwa Indonesia berada di urutan tertinggi ketiga di dunia untuk beban kasus TBC setelah India dan Cina. Risiko penularan TBC dapat dikurangi jika semua pasien TBC dapat ditemukan dan diobati sampai sembuh. Akan tetapi, dewasa ini, Balitbang Kemenkes menemukan bahwa dari 842.000 kasus, baru 53% yang ternotifikasi dan diobati, sisanya belum diobati atau sudah diobati namun belum dilaporkan kepada Kementerian Kesehatan. Selain itu, TBC kebal obat atau dalam dunia kesehatan dikenal dengan multi drugs resistant TB (MDR TB) serta TBC yang menyerang orang HIV posistif atau TB HIV juga merupakan masalah terkait tuberkulosis yang perlu mendapat perhatian. Estimasi insiden TB HIV sebesar 36.000 kasus, dengan mortalitas 9.400 kasus, sedangkan TB MDR diperkirakan sebanyak 23.000 kasus.
Berikut ini adalah data penyakit TBC dari WHO. Dari ketiga negara dengan angka kejadian TBC terbesar di dunia, yaitu India, China, dan Indonesia. Berdasarkan data tersebut dapat kita lihat bahwa angka kecakupan pengobatan TBC dan angka keberhasilan pengobatan TBC di Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan Cina bahkan India. Namun begitulah fakta yang terjadi di Indenesia.
TBC memberikan dampak yang sangat besar terhadap kondisi sosial dan keuangan pasien, keluarga dan masyarakat, yang tentu saja hal ini akan berpengaruh pada kesehatan masyarakat dalam skala nasional maupun global. Sebagian besar infeksi TBC terjadi pada usia produktif antara 15 dan 54 tahun, yang secara langsung akan berpengaruh pada produktivitas penderitanya. Meskipun diagnosis dan pengobatan tuberkulosis gratis, pasien TBC harus menanggung biaya transportasi, akomodasi, gizi dan kerugian akibat ketidakmampuan untuk bekerja yang mengakibatkan kehilangan penghasilan. Beban keuangan yang tinggi dapat menyebabkan pasien tidak mendapatkan diagnosis, tidak memulai pengobatan, bahkan dapat berhenti pengobatan. Kondisi tersebut akan berisiko tinggi menularkan penyakit TBC ke orang lain dan yang lebih fatal lagi dapat berkembang menjadi TBC kebal obat atau Multidrug Resistant TB (MDR-TB).
Beban terbesar dari kerugian yang dialami oleh pasien TBC merupakan dampak dari kehilangan waktu produktif karena kecacatan dan kematian dini. Beban TBC di Indonesia per tahun sebesar Rp. 24,7 Milyar, sedangkan TBC MDR yaitu 5,5 milyar. Dampak kerugian ekonomis akibat penyakit TBC sekitar 130,5 milyar, TB-MDR sebesar 6,2 milyar. Selain itu, TBC juga berdampak pada sektor swasta, seperti pada skala makro dimana suatu korporasi dapat mengalami penurunan produktivitas akibat kematian prematur dan kesakitan yang dialami oleh pekerja karena TBC.
Pemerintah telah mengeluarkan program TOSS TB (Temukan dan Obati Sampai Sembuh) sebagai upaya untuk eliminasi TBC. Namun, upaya promotif dan preventif untuk mengakhiri TBC tetap harus digalakkan. Upaya tersebut dapat dilakukan melalui program pendidikan kesehatan. Prinsip promosi kesehatan yaitu melakukan tindakan promotif dan preventif atau pencegahan sedini mungkin. Tindakan pencegahan TBC yang dilakukan melalui upaya pendidikan kesehatan akan melibatkan kerjasama dari berbagai sektor, termasuk diantaranya yaitu sektor pendidikan.
Peran generasi milenial yang sudah sangat akrab dengan teknologi dapat disalurkan dengan turut serta aktif dalam pencegahan penularan TBC dimulai dari pendidikan kesehatan mengenai TBC sehingga para pemuda millenial menyadari bahwa TBC sangat berbahaya. Pendidikan kesehatan dapat berdampak pada perubahan perilaku sehingga pemuda milenial dapat turut serta dalam eliminasi TBC 2030.
Dengan dibekali pendidikan kesehatan mengenai TBC, para generasi millenial akan mengetahui hal-hal yang harus dilakukan jika mengetahui jika diri atau keluarga, kerabat, maupun teman mengalami tanda dan gejala penyakit TBC. Jika hal buruk (seperti tertular TBC) terjadi, maka dapat segera memeriksakan diri di fasilitas pelayanan kesehatan terdekat.
Begitu pula motivasi untuk sembuh lebih mungkin untuk meningkat jika para millenial sudah memiliki pengetauan tentang TBC, sebab artinya mereka dapat menjadi penyemangat agar penderita TBC tidak mengalami putus obat, yang berakibat pada berkembangnya kasus TBC menjadi TBC kebal obat. Dan yang lebih berbahaya lagi, bahwa penderita TBC yang tidak terobati secara tuntas akan tetap memungkinkan untuk menular pada orang lain.
Pendidikan kesehatan tantang TBC juga dapat dilakukan melalui berbagai aplikasi berbasis android, seperti misalnya TBpedia, sembuh TB, bye TB, yang tidak hanya memuat informasi mengenai penyakit TBC namun juga dilengkapi dengan fitur pengingat untuk minum obat TBC. Tidak menutup kemungkinan, jika para generasi millenial juga dapat menunjukkan karya dan inovasi seperti menciptakan berbagai aplikasi yang lebih baik daripada beberapa aplikasi tersebut untuk mendukung eliminasi TBC.
Sudah saatnya kita para pemuda, generasi millenial menyadari bahaya TBC. Kita harus menyadari bahwa siapapun berisiko untuk tertular TBC karena TBC tidak mengenal gender, usia, jabatan maupun pekerjaan kita. Buka mata dan bangun dari mimpi panjang bahwa stigma TBC hanya menyerang orang kalangan menengah ke bawah. Bukan waktunya lagi untuk bersantai-santai dalam menghadapi bahaya TBC. Mari kita ubah mindset kita menjadi paradigma sehat. Memang tidak mudah untuk mengatasi masalah pengobatan TBC di Indonesia, tetapi kita bisa bersama-sama mengambil langkah promotif dan preventif untuk mencegah penularan TBC. Mulailah dari sekarang untuk kita berperan aktif menyadarkan orang-orang di sekitar kita tentang bahaya TBC. Bersama-sama kita bisa mencegah penularan TBC. Kita harus membuktikan bahwa generasi millenial mampu mengguncangkan Indonesia dengan mewujudkan Indonesia bebas TBC dan program eliminasi TBC 2030 bukan hanya sekadar impian. Dimulai dari diri kita sendiri, karena kita semua berisiko. Menjadi pahlawan tak hanya harus menenteng senjata di medan perang, tetapi menyukseskan program eliminasi TBC juga dapat menjadi pahlawan bagi banyak orang. Bersama generasi millenial 4.0, Indonesia bebas TBC.
Selamat datang di website kami dengan konsep minimalis namun interaktif.Semoga website RS Paru Respira Yogyakarta dapat memberikan kontribusi dalam meningkatkan pelayanan & memberikan informasi secara cepat dan akurat pada masyarakat.