Permasalahan Stunting dan Obesitas Anak Pada Masa Pandemi
Oleh : Nur Handayani, S.KM
Masa Pandemi memasuki tahun kedua pada 2022 ini. Tentunya kita berharap pandemi ini segera berakhir. Terkait dengan masa pandemi, banyak kemudian berimbas pada banyak sektor. Contohnya saja pada sektor ekonomi dan kesehatan. Pandemi COVID-19 telah mempengaruhi 29,12 juta penduduk usia kerja di Indonesia. Kebijakan pembatasan aktivitas ekonomi untuk menekan laju penyebaran COVID-19 telah menyebabkan tingkat pengangguran meningkat tajam dari 5% pada Februari 2020 menjadi 7% pada Agustus 2020 (atau sekitar 42% lebih tinggi). Selain itu, survei J-PAL (2020) melaporkan bahwa sekitar 56% pria dan 57% wanita telah kehilangan pekerjaan atau tidak lagi bekerja pada Maret 2020. Fenomena kehilangan pekerjaan ini terjadi secara tidak proporsional di daerah perkotaan dibandingkan dengan daerah pedesaan dan sangat parah di Jawa. Dalam sektor kesehatan juga mengalami imbas yang luar biasa. Negara harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk biaya perawatan penderita Covid-19, obat-obatan dan vaksin .
Kondisi masyarakat sendiri akibat pandemi terlihat pada perekonomian keluarga dan kesehatan keluarga. Seperti kita ketahui, dampak dari menurunnya persentase ekonomi di Indonesia, salah satunya adalah peningkatan angka pengangguran dan penduduk miskin yang disebabkan karena PHK selama masa pandemi Covid-19. Hal ini membuat daya beli masyarakat juga menurun untuk masyarakat kalangan ekonomi ke bawah. Hal ini mempengaruhi jumlah dan kualitas konsumsi keluarga. Banyak masyarakat yang kemudian konsumsi makanan tanpa memperhatikan aspek nilai gizinya. Dan kemudian akhirnya dapat mempengaruhi munculnya permasalahan beban ganda malnutrisi dimana muncul stunting dan obesitas pada anak.
Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang ditandai dengan tubuh pendek. Penyebab dari stunting adalah rendahnya asupan gizi pada 1.000 hari pertama kehidupan, yakni sejak janin hingga bayi umur dua tahun. Selain itu, buruknya fasilitas sanitasi, minimnya akses air bersih, dan kurangnya kebersihan lingkungan juga menjadi penyebab stunting. Kondisi kebersihan yang kurang terjaga membuat tubuh harus secara ekstra melawan sumber penyakit sehingga menghambat penyerapan gizi. Sedangkan obesitas merupakan penumpukan lemak yang berlebihan akibat ketidakseimbangan asupan energi (energy intake) dengan energi yang digunakan (energy expenditure) dalam waktu lama. (WHO,2000)
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2021 mengadakan survei Studi Status Gizi Indonesia dimana hasilnya terdapat angka stunting sebesar 24,4%. Angka ini telah mengalami penurunan dimana tahun 2018 angka stunting mencapai 30,8% dan tahun 2019 berada pada angka 27,7%. Sedangkan obesitas anak pada 2018 angkanya masih 8 persen, lalu turun 3,5 persen menjadi 4,5 persen di 2019, dan saat ini turun lagi 0,7 persen menjadi 3,8 persen di 2021. Walaupun angka kedua permasalahan gizi tersebut mengalami penurunan, kita belum bisa lega, karena hal ini menjadi pekerjaan rumah yang tidak ringan. Seperti stunting, prevalensi stunting di Indonesia lebih baik dibandingkan Myanmar (35%), tetapi masih lebih tinggi dari Vietnam (23%), Malaysia (17%), Thailand (16%) dan Singapura (4%). Untuk obesitas, walaupun sudah menurun tapi masalah ini tidak boleh dianggap enteng, karena berawal dari obesitas inilah nantinya kan berimbas pada kesehatan di masa mendatang.
Masalah stunting dan obesitas dapat dipengaruhi banyak hal. Kedua permasalahan ini musti dilihat secara keseluruhan, jangan dari satu sisi saja. Pandemi Covid-19 menyebabkan perubahan dalam banyak hal, dari sistem ekonomi, kesehatan, sosial hingga pendidikan. Selama pandemi, faktor ekonomi menjadi ancaman bagi masyarakat dalam upaya pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Pandemi menyebabkan masyarakat mengalami kesulitan mendapatkan penghasilan akibat kegiatan ekonomi terhenti karena adanya pembatasan sosial untuk menekan penyebaran virus. Sulitnya mendapatkan penghasilan akan berdampak pada ketahanan ekonomi keluarga dalam upaya pemenuhan kebutuhan pangan sehingga masyarakat menjadi memiliki keterbatasan akses, ketersediaan dan keterjangkauan makanan sehat. Dari sinilah kemudian dapat menyebabkan kekurangan zat gizi keluarga. Anak yang sedang membutuhkan nutrisi untuk tumbuh kembangnya bila kekurangan zat gizi akan meningkatkan risiko stunting pada anak. Hal ini senada dengan penelitian “Berdampakkah Pandemi Covid-19 terhadap Stunting di Bangka Belitung?”, dimana hasil yang diperoleh menunjukkan pembatasan kegiatan sosial masyarakat berakibat pada perubahan pola sosial ekonomi. Pembatasan terhadap akses konsumsi dan pelayanan kesehatan akan mempengaruhi status gizi anak. Penurunan status gizi anak dapat berdampak pada peningkatan prevalensi anak berisiko stunting di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung selama pandemi covid-19.(Wiwin, Efrizal, 2020)
Stunting sebenarnya dapat dicegah, yaitu dimulai dari saat ibu masih remaja. Asupan dan pola makan yang sehat tentunya akan membuat tubuh sehat sekaligus akan mempersiapkan tubuh kelak saat mengandung hingga menjadi ibu. Janin yang dikandung pun tentunya diharapkan juga tidak kekurangan zat gizi saat dalam kandungan. Selanjutnya menyusui eksklusif selama enam bulan pertama kehidupan dan pemberian Makanan Pendamping ASI (MPASI) yang tepat dimulai pada usia enam bulan dan menyusui hingga dua tahun atau lebih akan dapat mencegah terjadinya stunting bahkan obesitas. Inilah yang kemudian mengapa 1000 Hari Pertama Kehidupan(HPK) menjadi salah satu momen penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi dalam upaya pencegahan stunting.
Penyebab stunting terkait dengan beberapa hal antara lain, sosial ekonomi, status gizi ibu, pola pengasuhan, kebiasaan makan, tingkat pendidikan, informasi terkait gizi, infeksi, ketersediaan air bersih, keamanan pangan, asupan makanan, kekurangan zat gizi (defisiensi mikronutrien), keterjangkauan fasilitas kesehatan dan lingkungan. Dalam beberapa penelitian juga sebagian telah diteliti, seperti penelitian “Faktor yang Berhubungan dengan Pengetahuan Orangtua tentang Stunting pada Balita” yang menyimpulkan bahwa faktor yang berhubungan dengan pengetahuan tentang stunting yaitu usia(p=0,017), pendidikan (p=0,043), informasi (p=0,002). Penelitian lain “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting pada Anak Usia 24-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Andalas Kecamatan Padang Timur Kota Padang Tahun 2018” dimana hasil penelitian menyebutkan terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat asupan energi, riwayat durasi penyakit infeksi, berat badan lahir, tingkat pendidikan ibu dan tingkat pendapatan keluarga dengan kejadian stunting.
Pandemi tidak saja memunculkan masalah stunting tetapi juga masalah obesitas pada anak. Pandemi mengakibatkan perubahan kebiasaan bahkan sistem pendidikan kita. Kebijakan pemerintah dimana pembatasan sosial dalam rangka menekan angka penyebaran virus membuat kita harus banyak menghabiskan waktu di rumah. Sistem bekerja diubah dengan pembelakukan sistem work from home (WFH). Sistem pembelajaran yang awalnya tatap muka diubah menjadi sistem pembelajaran jarak jauh dengan sistem pembelajaran online di rumah. Penurunan ekonomi akibat pandemi bagi sebagian orang membuat kemampuan daya beli atas makanan sehat berkurang sehingga tak jarang asupan makanan lebih banyak makanan tidak sehat dimana kandungan kalorinya tinggi. Anak sekolah menghabiskan waktunya sekitar 3-4 jam untuk kegiatan pembelajaran. Sisanya, anak menghabiskan waktu yang tidak bermanfaat untuk kebugaran tubuh, contoh saja karena sistem pembelajaran seringkali menggunakan gadget atau computer, anak-anak cenderung menghabiskan waktunya didepan layar gadget atau computer. Kebiasaan ini biasa disebut dengan Sedentary lifestyle, dimana gaya hidup anak yang tidak banyak melakukan suatu gerakan karena sudah membiasakan diri untuk berdiam diri dikamar dengan bermalas-malasan sehingga anak tidak aktif dalam beraktivitas fisik. Gaya hidup Sedentary lifestyle diikuti asupan makanan tidak terkontrol, energi yang dikeluarkan sedikit sehingga tubuh menyimpan banyak lemak. Inilah kemudian akan menyebabkan peningkatan berat badan. Hal serupa juga dipaparkan dalam penelitian Nourmayansa yang berjudul “Hubungan Belajar Dari Rumah Dan Peningkatan Berat Badan Pada Anak Usia Sekolah di Masa Pandemi COVID- 19, dimana hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa terdapat hubungan antara belajar dari rumah dengan peningkatan berat badan pada anak usia sekolah di SD.(Nourmayansa, dkk, 2021). Peningkatan berat badan yang tidak terkontrol lambat laun akan menjadi obesitas. Penelitian lain yang terkait dengan obesitas anak yaitu penelitian yang berjudul “Hubungan Sedentary Life Style Dengan Kejadian Obesitas Pada Anak Selama Pandemic Covid-19” dimana hasil penelitian menyebutkan terdapat hubungan sedentary lifestyle dengan kejadian obesitas pada anak selama pandemi covid-19.
Baik stunting maupun obesitas banyak faktor yang membelakangi terjadinya risiko tersebut. Untuk itu dalam moment Hari Gizi Nasional yang diperingati pada tanggal 25 Januari 2022 yang mengambil tema “Aksi Bersama Cegah Stunting dan Obesitas”, mari kita tingkatkan kesadaran akan pentingnya mencegah stunting dan obesitas mulai dari diri-sendiri dan lingkungan keluarga. Pentingnya peran orangtua dalam hal pengasuhan anak dan memperoleh informasi yang benar dengan pola hidup sehat termasuk didalamnya terkait penerapan pola makan yang sehat, menjadi poin penting pencegahan stunting maupun obesitas. Pada masa kanak-kanak merupakan kesempatan membentuk kebiasaan anak untuk makan sehat. Kebiasaan makan sehat, pemilihan asupan makan yang sesuai “isi piringku” diikuti dengan penerapan pola hidup sehat lainnya seperti olahraga teratur, istirahat cukup serta ketersediaan air bersih dan keamanan pangan yang memadai, akan banyak membantu mencegah terjadinya risiko stunting dan obesitas. Dalam isi piringku telah digambarkan setengah isi piring berisi 2/3 bagian dengan karbohidrat, 1/3 bagian berisi lauk pauk. Setengah porsi lagi berisi sayur dan buah. Dalam slogan “isi piringku” juga mengajarkan bagaimana sebaiknya ketercukupan kebutuhan air dan pembatasan konsumsi garam, gula dan lemak. Yuk, mulai sekarang kita terapkan pola hidup sehat demi generasi yang sehat dan berkualitas.
DAFTAR PUSTAKA
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2018. Isi Piringku Sekali Makan. http://p2ptm.kemkes.go.id diunggah 24 Juli 2018
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2018. 1 dari 3 Balita Indonesia Derita Stunting. http://p2ptm.kemkes.go.id diunggah 9 April 2018
Kementreian Kesehatan Republik Indonesia. 2018. Ini Penyebab Stunting pada Anak. www.kemkes.go.id diunggah 24 Mei 2018
Wiwin, Efrizal. 2020. Berdampakkah Pandemi Covid-19 terhadap Stunting di Bangka Belitung? Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia. Vol.9 , No 3 September 2020.
Anita Rahmawati, dkk. 2019. Faktor yang Berhubungan dengan Pengetahuan Orang Tua tentang Stunting pada Balita. Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 6, Nomor 3, Desember 2019, hlm. 389–395
Eko Setiawan,dkk. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting pada Anak Usia 24-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Andalas Kecamatan Padang Timur Kota Padang Tahun 2018. Jurnal Kesehatan Andalas. 2018; 7(2)
Nourmayansa Vidya Anggraini, dkk. 2021. Hubungan Belajar Dari Rumah Dan Peningkatan Berat Badan Pada Anak Usia Sekolah di Masa Pandemi COVID-19. Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 6 (4) 2021
Razdkanya Ramadhanty. 2021. Status Gizi Anak Indonesia Meningkat, Obesitas Turun jadi 3,8 Persen! https://health.detik.com diunggah 27 Desember 2021
Write a Comment