Month: <span>January 2024</span>

Bagaimana kita bisa mengenali batuk TBC?

Oleh: Gina Lutviana, Paula Sivananda, Irmayani

TBC merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi kuman bakteri Mycobacterium Tuberculosis.  TBC adalah penyakit menular, bakteri Tuberculosis (TB) dapat menyebar dengan cara yang sama dengan flu, tetapi penularannya tidak mudah. Infeksi TB biasanya menyebar antar anggota keluarga yang tinggal serumah. Pasien aktif (orang yang terinfeksi TB) dapat menularkan TBC kepada 10-15 orang disekelilingnya setiap tahun. Seseorang bisa terinfeksi saat duduk disamping penderita di dalam bus atau kereta api. Penyakit ini ditularkan melalui cairan atau cipratan air liur yang dikeluarkan seseorang dari hidung atau mulut saat bersin, batuk, bahkan berbicara dari seseorang yang terinfeksi kuman TB. Kuman TB ini menyebar ke udara saat penderita batuk atau bersin. Di udara kuman TBC akan melayang selama 1 sampai 2 jam. Sebagian bakteri akan mati akibat terkena sinar matahari dan sebagian menyebar bersama angin. Kuman TBC akan bertahan selama berjam-jam bahkan berbulan-bulan ketika berada diruangan lembab dan gelap. Gejala paling khas yang ditimbulkan penyakit tuberkulosis yaitu batuk berdahak selama 2 minggu atau lebih. Keluhan batuk TBC dan batuk biasa tentu berbeda. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mengenali perbedaan batuk biasa dengan batuk TBC.

Batuk merupakan respon alami dari tubuh sebagai sistem pertahanan untuk mengeluarkan benda asing seperti bakteri dan virus yang masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernapasan. Selain mengganggu aktivitas sehari-hari, batuk yang berkepanjangan mengindikasikan suatu gejala yang patut kita waspadai. Batuk lama dapat mengindikasikan terdapat masalah pada saluran pernapasan. Berikut adalah perbedaan batuk biasa dengan batuk yang disebabkan oleh kuman TBC:

  1. Berdasarkan penyebabnya

Batuk biasa pada umumnya disebabkan oleh virus, polusi, asma, dan penyakit-penyakit lainnya. Beberapa orang akan mengalami batuk jika memiliki saluran pernapasan yang sensitif dan terpapar udara yang kotor. Ketika tubuh terinfeksi virus ini, saluran pernapasan menjadi meradang yang menghasilkan batuk sebagai respons tubuh untuk membersihkan lendir dan bahan asing dari saluran pernapasan. Sedangkan, TBC disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini tersebar melalui udara. Selain paru, bakteri ini dapat menyerang organ lain di tubuh seperti kelenjar getah bening, tulang belakang, lapisan otak, hingga ke saluran pencernaan. Penyakit ini sangat mudah menular melalui udara yang terpapar bakteri. Penularan akan lebih rentan terjadi jika penderita TBC tidak menutup mulut dengan benar ketika batuk atau bersin.

  • Lama batuk dan warna dahak

Pada batuk biasa yang disebabkan oleh infeksi virus, seperti flu atau pilek. Batuk cenderung berlangsung dalam rentang waktu singkat, biasanya hanya beberapa hari hingga maksimal dua minggu. Selama periode ini, batuk dapat bersifat kering atau produktif dengan dahak, yang umumnya berwarna putih atau kuning.

Di sisi lain, batuk TBC menunjukkan karakteristik yang berbeda. Batuk yang terkait dengan TBC memiliki durasi yang lebih panjang, yaitu setidaknya tiga minggu atau bahkan lebih lama. Selama periode ini, batuk cenderung berdahak yang dapat memiliki beberapa perbedaan dari batuk biasa. Dahak yang muncul dalam kasus TBC dapat mengalami perubahan warna menjadi kuning kehijauan atau bahkan berdarah. Adanya darah dalam dahak menjadi salah satu ciri khas yang membedakan batuk TBC dari batuk biasa.

Oleh karena itu, jika seseorang mengalami batuk yang berlangsung lebih dari tiga minggu dengan dahak berwarna berdarah atau mencurigakan, penting untuk segera mencari evaluasi medis yang mendalam untuk mengidentifikasi kemungkinan tuberkulosis.

Sedangkan batuk biasa, pada umumnya bisa sembuh dalam beberapa hari tanpa harus melakukan perawatan khusus.Salah satu perbedaan batuk TBC dengan batuk biasa adalah durasi lamanya batuk. Batuk TBC biasanya berlangsung lebih dari 2 minggu. Sementara itu batuk biasa pada umumnya sembuh dalam beberapa hari tanpa harus meminum obat tertentu atau melakukan perawatan, tergantung dari penyebabnya.

  • Tahap munculnya batuk

Tahap kemunculan batuk dapat menjadi perbedaan batuk TBC dengan batuk biasa. Batuk biasa umumnya muncul secara tiba-tiba, lalu menghilang dengan cepat dalam beberapa hari.

Sementara itu, penderita TBC melalui dua tahapan setelah terinfeksi, yakni tahap awal dan tahap aktif. Pada tahap awal, bakteri sudah masuk masuk ke dalam paru, tetapi belum menyebabkan keluhan dan belum menularkan karena bakteri belum aktif. Saat memasuki tahap aktif, penderita akan mengalami keluhan seperti batuk yang cukup parah. Pada tahap ini, penyakit TBC dapat menular kepada orang lain. Nah, waktu peningkatan dari tahap awal ke tahap aktif berbeda-beda, tergantung dari sistem imunitas masing – masing individu. Jika daya tahan tubuh lemah, orang tersebut menjadi sakit TBC, namun bila daya tahan tubuh kuat, orang tersebut akan tetap sehat.

  • Gejala lain yang menyertai

Perbedaan batuk TBC dengan batuk biasa dapat dilihat dari gejala penyerta yang muncul. Penyakit TBC biasanya disertai gejala lain, sedangkan batuk biasa umumnya tidak disertai gejala-gejala lain yang khas. Gejala penyerta batuk TBC, antara lain: batuk terus menerus, kadang disertai darah, demam meriang yang hilang timbul, menggigil, berkeringat pada malam hari tanpa aktivitas, nafsu makan berkurang, penurunan berat badan, nyeri dada dan sesak napas. Sementara gejala penyerta dari batuk biasa umumnya hanya demam ringan, sakit kepala atau bahkan tanpa gejala penyerta.

  • Waktu pengobatan

Penyakit TBC dapat disembuhkan. Namun, penting bagi pasien untuk meminum obat secara teratur dan disiplin selama 6-9 bulan atau lebih lama tergantung ada tidaknya organ lain yang ikut terinfeksi bakteri TBC. TBC yang resisten obat akan lebih sulit diobati, biayanya lebih mahal, dan bisa berakibat fatal. Obat anti TBC lini pertama yang membentuk inti dari rejimen pengobatan adalah: Isoniazid, Rifampisin, Etambutol dan Pirazinamid. Rejimen pengobatan TBC terdiri dari fase intensif selama dua bulan, diikuti dengan fase lanjutan selama empat atau enam bulan (atau lebih lama lagi). Sementara itu, pengobatan batuk jenis lainnya akan bergantung dari penyebabnya. Jika batuk disebabkan oleh bakteri lain, biasanya dokter akan memberikan obat antibiotik selama 5-14 hari tergantung dari jenis bakterinya, sementara bila penyebabnya virus atau alergi hanya diberikan obat-obatan suportif untuk mengurangi gejala.

Referensi:

Aditama T. Tuberkulosis, Diagnosis, Terapi dan Masalah. Jakarta: Lab Mikrobakteriologi RSUP Persahabatan; 2013. 249.

Danususanto (2011). Buku saku ilmu penyakit paru. Jakarta: EGC. hal:139- 154.

Darliana D, Keilmuan B, Medikal K. Manajemen Pasien Tuberculosis Paru. Idea Nurs J. 2011;2(1):27–31.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. 2011.

Maitra K dan Kumar V.(2007). Paru dan saluran nafas, Dalam : Kumar V, Cortan R, Robbins S (7). Buku ajar patologi robbins dalam volume 2, Jakarta : EGC. hal: 544.

PDPI (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia). 2006. Tuberkulosis Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Indah Offset Citra Grafika. Jakarta

Setiati S et. al. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. VI. Jakarta: Interna Publishing; 2017. 863–868.

Widyanto, F. C. & Triwibowo, C. trend disease trend penyakit saat ini. (CV. Trans Info Media, 2013).

Maitra K dan Kumar V.(2007). Paru dan saluran nafas, Dalam : Kumar V, Cortan R, Robbins S (7). Buku ajar patologi robbins dalam volume 2, Jakarta : EGC. hal: 544.

Kerentanan Penularan HIV-AIDS Pada Ibu Rumah Tangga

Oleh: Nur Handayani, S.KM

HIV, yang merupakan singkatan dari Human Immunodeficiency Virus, adalah virus yang menargetkan dan menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Dengan menyerang sistem kekebalan tubuh, HIV melemahkan kemampuan tubuh untuk melawan infeksi dan penyakit. Meskipun belum ada obat yang dapat menyembuhkan penyakit HIV, terdapat berbagai pengobatan yang dapat memperlambat perkembangan penyakit dan memungkinkan penderita untuk menjalani kehidupan yang lebih normal dan sehat. Ketika HIV berkembang menjadi tahap akhir, kondisi ini dikenal sebagai AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome), di mana tubuh hampir tidak memiliki kemampuan untuk melawan infeksi. Adapun penyebabnya HIV-AIDS adalah :

– Hubungan seksual tanpa pelindung dengan orang yang terinfeksi.

– Penggunaan bersama jarum suntik yang terkontaminasi.

– Dari ibu ke anak selama kehamilan, saat melahirkan, atau melalui ASI.

– Transfusi darah yang terkontaminasi.

                  Kasus HIV-AIDS di Indonesia pertama kali muncul sekitar tahun 1987. Dalam pperkembangannya, jumlahnya semakin naik. Berdasarkan laporan tahunan Kementrian Kesehatan kasus HIV-AIDS hingga September 2022, Orang dengan HIV (ODHIV) yang bertahan dalam ARV hanya 51%; dari yang tidak mengalami pengobatan, 54% mangkir dan 6% menghentikan ARV, sedangkan 40% mengalami kematian. Untuk tahun 2023 ini, masih menurut Kementrian Kesehatan, jumlah ibu rumah tangga yang terinfeksi HIV mencapai 35%. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan kasus HIV pada kelompok lainnya seperti suami pekerja seks dan kelompok MSM (man sex with man).

                  Tingginya kasus HIV-AIDS pada ibu rumah tangga berkaitan dengan banyak hal. Berikut beberapa hal yang berhubungan dengan kerentanan ibu rumah tangga terhadap penularan HIV-AIDS, antara lain :

  • Pendidikan dan pengetahuan

Pendidikan ibu dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan ibu tentang HIV-AIDS. Ibu dengan pendidikan rendah cenderung kurang pengetahuan tentang HIV-AIDS. Masih pada ibu dengan pendidikan rendah, cenderung melakukan tindak pencegahan yang rendah dikarenakan kurangnya kepedulian ataupun kesadaran tentang risiko terinfeksi HIV-AIDS. Selain itu juga bisa terjadi kekeliruan pengetahuan dan pemahaman tentang HIV-AIDS.  Sedangkan ibu yang berpendidikan dapat mempengaruhi wawasan ibu tentang pendidikan seks, penyakit menular seksual, sehingga mampu melakukan pencegahan penyakit seksual.

  • Ekonomi

Pekerjaan dan pendapatan berhubungan dengan kemudahan mencari dan mendapatkan akses pelayanan kesehatan. Semaikin baik pekerjaan dan pendapatan dapat mempengaruhi ibu memperoleh informasi HIV-AIDS yang benar dan mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas. Faktor ekonomi yang sulit dengan tuntutan pemenuhan kebutuhan dapat memaksa ibu untuk menjadi pekerja seks. Ini yang kemudian ibu menjadi rentan dalam penularan HIV-AIDS.

  • Sikap dan perilaku

Sikap dipengaruhi salah satunya oleh pendidikan. Semakin baik pendidikan ibu, semakin positif sikap yang terbentuk. Ibu dapat berperan dalam upaya pencegahan HIV-AIDS. Disini perlu peran promosi kesehatan yang mendorong ibu mau dan mampu dalam melakukan upaya pencegahan HIV-AIDS. Sedangkan untuk perilaku, berkaitan erat dengan pendidikan dan sikap. Semakin baik pendidikan dan sikap ibu,akan memudahkan dalam upaya mencegah perilaku berisiko terhadap HIV-AIDS.

  • Sosial

Faktor sosial salah satu contohnya penggunaan kondom. Seringkali muncul pandangan buruk mengenai pemakain kondom. Individu bisa menjadi malu untuk membicarakan hal tersebut. Penggunaan kondom juga masih sering diasumsikan hanya digunakan oleh pekerja seks. Faktor sosial yang lain adalah gender. Ada anggapan bahwa pria menjadi pihak yang kuat dan wanita menjadi pihak yang tertindas dalam hubungan suami istri. Ketika istri terinfeksi HIV, pihak istri yang cenderung disalahkan. Padahal, tidak jarang penularan HIV-AIDS berasal dari suami. Pria cenderung tidak terbuka terhadap permasalahan seksual kepada istrinya, baik yang aman maupun berisiko. Dalam kehidupan rumah tangga perlu adanya keterbukaan termasuk hubungan suami istri, sehingga akan mudah untuk menghindari perilaku berisiko.

  • Usia

Usia mempengaruhi persepsi seseorang terhadap suatu objek sehingga dapat dikatakan bahwa usia ibu akan mempengaruhi tingkat pemahaman dan dengan  risiko  dan  kondisi  yang  akan dialami oleh  seorang  ibu,  baik  dari  aspek fisiologis maupun dari aspek psikologis. Aspek fisiologis, seperti struktur organ atau kondisi hormonal seorang ibu. Sementara aspek psikologis, seperti pengalaman,  lingkungan,atau banyaknya informasi yang diperoleh terkait HIV/AIDS. Saat usia ibu matang ketika menikah, ibu dapat memahami risiko penularan HIV-AIDS dengan mengakses informasi HIV-AIDS yang benar.

                  Ibu yang terinfeksi HIV tidak hanya akan berdampak terhadap diri si ibu tetapi juga terhadap anak yang dilahirkan. Ibu dapat menularkannya kepada anak yang dilahirkannya. Penularan HIV melalui jalur ibu ke anak menyumbang sebesar 20-45% dari seluruh penularan HIV. Dampaknya, 45% bayi yang lahir dari ibu yang positif HIV akan lahir dengan HIV dan sepanjang hidupnya menyandang status HIV positif. Untuk itu dibutuhkan tes HIV saat ibu hamil, salah satunya untuk mendeteksi penularan HIV-AIDS, sehingga dapat diupayakan pencegahan. Tapi berdasarkan data kementrian kesehatan, hanya 55% ibu hamil yang di tes HIV karena sebagian besar tidak mendapatkan izin suami untuk di tes.

                  Pencegahan penularan HIV-AIDS perlu diupayakan untuk menekan angka HIV-AIDS di Indonesia. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah penularan HIV-AIDS, antara lain :

  • Perlunya ibu memberdayakan diri sehingga ibu mampu mengakses informasi HIV-AIDS yang benar sehingga dapat menghindari perilaku berisiko.
  • Perlunya memperkuat dasar agama untuk membentengi perilaku
  • Praktik Seks Aman. Selalu gunakan kondom saat berhubungan seksual untuk mengurangi risiko penularan HIV dan penyakit menular seksual lainnya.
  • Hindari Berbagi Jarum dan Alat Suntik. Jangan pernah berbagi jarum atau peralatan yang digunakan untuk menyuntikkan obat dengan orang lain. Ini adalah salah satu cara umum penularan HIV.
  • Tes dan Konseling. Lakukan tes HIV secara rutin jika Anda berisiko, dan konsultasikan dengan dokter tentang cara-cara pencegahan yang efektif.
  • Edukasi dan Kesadaran. Edukasi tentang HIV dan pentingnya pencegahan harus disebarkan luas. Ini termasuk mengedukasi tentang pentingnya penggunaan kondom, risiko berbagi jarum, dan pentingnya tes dini.
  • Penggunaan PrEP. Bagi mereka yang berisiko tinggi terkena HIV, penggunaan profilaksis pra-paparan (PrEP) bisa menjadi opsi. PrEP adalah obat yang diambil sebelum paparan HIV untuk mengurangi risiko infeksi.
  • Pengobatan Ibu Hamil. Wanita hamil yang terinfeksi HIV harus menjalani pengobatan khusus untuk mengurangi risiko penularan virus ke bayi yang belum lahir.
  • Penggunaan Perlengkapan Medis yang Steril. Pastikan bahwa setiap peralatan medis yang digunakan, seperti jarum untuk tindik atau tato, adalah steril untuk menghindari risiko penularan.

         Pencegahan penularan HIV-AIDS tidak saja menjadi tanggung jawab pemerintah, tapi juga menjadi tanggung jawab kita semua. Karena tingginya kasus HIV-AIDS akan berdampak tidak saja pada sektor kesehatan, tapi juga sektor lainnya. Pencegahan bisa dimulai dari komunitas terkecil, yaitu keluarga. Perlunya ada porsi peran ibu dan peran ayah dalam berkontribusi dalam keluarga dan perlu keterbukaan suami istri dalam segala hal termasuk hubungan suami istri. Dan penting pula keluarga mendekatkan diri dengan Tuhan untuk membentengi perilaku keluarga.

Referensi

Adjrina Dawina Putri, dkk. 2022.  Kerentanan Ibu Rumah Tangga Di Indonesiaterhadap Hiv/Aids : Literature Review. PREPOTIF Jurnal Kesehatan Masyarakat Volume 6, Nomor 3, Desember 2022

Kementrian Kesehatan. 2023. Kasus HIV dan Sifilis Meningkat, Penularan Didominasi Ibu Rumah Tangga. https://p2p.kemkes.go.id/ tanggal 20 Mei 2023

Kementrian Kesehatan. 2022. Ayo Cari Tahu Apa Itu HIV. https://yankes.kemkes.go.id/ tanggal 31 Juli 2022

Kementrian Kesehatan. HIV. https://ayosehat.kemkes.go.id/

Kementrian Kesehatan. AIDS. https://ayosehat.kemkes.go.id/

Dewi,D.M.S.K.,Wulandari,L.P.L.,and Wirawan,D.N. (2018). Determinan Sosial Kerentanan Perempuan Terhadap Penularan IMS dan HIV, Journal of Public Health Research and Community Health Development,2(1),pp.22–35.https://doi.org/10.20473/jphrecode.v2i1.16250

Octavianty,L.,Rahayu,A.,Rosadi,D.,and Rahman,F.(2015).Pengetahuan, Sikap Dan Pencegahan HIV/AIDS Pada Ibu Rumah Tangga‟, Jurnal Kesehatan Masyarakat,11(1),53.https://doi.org/10.15294/kemas.v11i1.3464