OBSTRUCTIVE SLEEP APNEA PADA ANAK
OBSTRUCTIVE SLEEP APNEA PADA ANAK
Oleh : dr. Nungki Dian Pratiwi
OBSTRUCTIVE SLEEP APNEA PADA ANAK
Anak kecil kok mendengkur? pertanyaan itu mungkin pernah terlintas dalam benak Anda. Apakah Anda harus segera memeriksakan anak tersebut ke dokter? Atau mendengkur adalah hal yang wajar untuk anak- anak? Mari kita simak penjelasan berikut.
Mendengkur dapat menjadi petunjuk adanya masalah kesehatan yang berhubungan dengan struktur fisiologi anatomi saluran pernapasan atas. Pada anak-anak, mendengkur dapat menjadi gejala adanya masalah pada tonsil dan adenoid.3 Mendengkur adalah bunyi yang keluar karena adanya gangguan obstruksi atau penyempitan pada saluran udara yang melewati hidung dan faring yang dapat bersifat menetap atau hanya sementara. Bunyi ini timbul saat menarik nafas7
Salah satu penyakit yang memiliki gejala mendengkur adalah Obstructive Sleep Apnea (OSA). Pada orang yang menderita OSA, pernapasan dapat terhenti sesaat (apnea) sehingga asupan oksigen pada jantung dan otak dapat berkurang. Istilah Obstructive Sleep Apnea Syndrome (OSAS) dipakai pada sindrom obstruksi total atau sebagian, pada jalan nafas yang menyebabkan gangguan fisiologis yang bermakna dengan dampak klinis yang bervariasi. Sedangkan istilah mendengkur primer (primary snoring) digunakan untuk menggambarkan anak dengan kebiasaan mendengkur yang tidak berkaitan dengan obstruktif apnea, penurunan kadar oksigen (hipoksia) atau penurunan proses pertukaran udara (hipoventilai).1 Terdapat tiga tanda penting OSA yaitu adanya kejadian mendengkur ≥3 kali per minggu (habitual snoring) peningkatan usaha bernapas, dan terganggunya tidur.2 Jika frekunesi mendengkur < 3 kali per minggu disebut occasional snoring.
Di Indonesia, kejadian mendengkur pada 31,6% pada anak usia 5-13 tahun berupa habitual snoring sebesar 5,2% dan occasional snoring sebesar 26,4%.5 Pada anak-anak diperkirakan penyebab utamanya adalah pertumbuhan berlebih (hipertrofi) tonsil dan adenoid, serta kelainan struktur pada Pierre Robin dan Down Syndrome4. Anak dengan kelainan tulang kepala–wajah atau anomali kraniofasial mengalami penyempitan struktur saluran nafas yang nyata sehingga akan mengalami sumbatan saluran nafas meskipun tanpa disertai hipertrofi adenoid.1 Angka kejadian OSA pada anak perlu dicermati seiring dengan meningkatnya faktor risiko seperti obesitas.2
Orangtua perlu mewaspadai bila anak sering mendengkur saat sedang tidak mengalami batuk pilek atau radang tenggorokan, apalagi jika sudah disertai gejala-gejala OSA. Perlu kita amati apakah anak tidur dengan mulut terbuka, mendengkurnya menghilang dengan perubahan posisi tidur, apakah disertai dengan henti napas sesaat, apakah anak sampai terbangun dari tidur gelagapan (arousal), anak jadi sering mengompol (enuresis), dan apakah terjadi perubahan perilaku misal penurunan prestasi belajar atau kenakalan yang dilakukan anak.
Dokter juga akan melakukan pemeriksaan fisik untuk mencari tanda seperti terlihatnya pernafasan melalui mulut, adenoidal facies, midfacial hypoplasia, mikrognasi/retrognasi atau kelainan kraniofasial lainnya, obesitas, gagal tumbuh, stigmata alergi misalnya lingkaran gelap di sekitar mata (alergic shiners) atau lipatan horizontal hidung (nasal crease). , septum deviasi atau polip hidung untuk menilai patensi saluran hidung, ukuran lidah, integritas palatum, daerah orofarings, redundant mukosa palatum, ukuran tonsil, dan ukuran uvula, mungkin ditemukan pectus excavatum. Auskultasi paru-paru biasanya normal. Pemeriksaan jantung dapat memperlihatkan tanda-tanda hipertensi pulmonal misalnya peningkatan komponen pulmonal bunyi jantung II, pulsasi ventrikel kanan. Pemeriksaan neorologis juga dilakukan untuk mengevaluasi tonus otot dan status perkembangan1
Anamnesis gejala dan riwayat klinis sering tidak mampu menilai derajat OSA sehingga dibutuhkan pemeriksaan lanjutan berupa poli somnografi.2 Polisomnografi merupakan pemeriksaan baku emas untuk menegakkan diagnosis OSAS. Tetapi polisomnografi memerlukan waktu,biaya yang mahal, dan ketersediaan alat masih terbatas, maka diperlukan suatu metode lain sebagai uji tapis (screening). Uji tapis yang banyak digunakan adalah dengan menggunakan kuesioner. Observasi tidur juga bisa dilakukan secara langsung maupun dengan rekaman video saat tidur. Pemeriksaan radiologis bisa dilakukan untuk mengetahui kelaian anatomis dan pemeriksaan laboratorium bisa dilakukan untuk menilai tanda hipoksia kronis1
Setelah diagnosis OSA ditegakkan, maka untuk tatalaksananya bisa dipilih terapi yang disesuaikan dengan kondisi terkait yang mendasari terjadinya OSA.
:1. Tonsilektomi dan/atau adenoidektomi
- Continuous positive airway pressure (CPAP). Indikasi pemberian CPAP adalah apabila setelah dilakukan tonsilektomi dan/atau adenoidektomi pasien masih mempunyai gejala OSA atau sambil menunggu tindakan tonsilektomi dan/atau adenoidektomi.
- Penurunan berat badan.
Pada pasien obesitas, penurunan berat badan dapat menyebabkan perbaikan gejala OSA yang nyata. tapi perlu diingat bahwa penurunan berat badan pada anak tidak boleh dilakukan secara drastis.Cara ideal adalah menurunkan berat badan secara perlahan dan konsisten
- Obat obatan
dekongestan nasal atau steroid inhaler digunakan untuk mengurangi obstruksi hidung yang mungkin menyebaban OSA. Obat-obat penenang dan obat yang mengandung alkohol harus dihindarkan karena dapat memperberat gejala OSA.
- Trakeostomi
Trakeostomi merupakan tindakan sementara pada anak dengan OSAS yang berat yang mengancam hidup.
Jika tidak ditangani dengan baik ada beberapa komplikasi yang mungkin terjadi akibat OSA ini. Komplikasi ini terjadi akibat adanya proses hipoksia kronis nokturnal, asidosis, dan sleep fragmentation.
- Komplikasi neurobehavioral
OSA dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kognitif, munculnya sikap hiperaktif dan gangguan perhatian. Anak sering mengalami rasa mengantuk pada siang hari yang berlebihan
- Gagal tumbuh
Penyebab gagal tumbuh pada anak dengan OSA adalah anoreksia, disfagia, sekunder akibat hipertrofi adenoid dan tonsil, peningkatan upaya untuk bernafas, dan hipoksia1. Selain itu bisa di dasari oleh penurunan kadar insulin-like growth factor I dan hormon pertumbuhan.2
- Komplikasi kardiovaskular
Hipoksia nokturnal berulang, hiperkapnia dan asidosis respiratorik dapat mengakibatkan terjadinya hipertensi pulmonal yang merupakan penyebab kematian pasien OSA. Keadaan di atas dapat berkembang menjadi kor pulmonal.
- Enuresis (mengompol)
Penyebabnya mungkin akibat kelainan dalam regulasi hormon yang mempengaruhi cairan tubuh.
- Penyakit respiratorik
Pasien dengan OSA lebih mungkin mengaspirasi sekret dari respiratorik atas yang dapat menyebabkan kelainan respiratorik bawah dan memungkinkan terjadinya infeksi respiratorik misal pneumonia.
- Gagal nafas dan kematian
Laporan kasus telah melaporkan adanya gagal nafas pada pasien dengan OSAS yang berat atau akibat komplikasi perioperatif.6
Dari penjelasan diatas kita bisa mengetahui bagaimanakah pola mendengkur pada anak yang harus diwaspadai. Jangan lupa amati tanda-tanda yang merupakan faktor risiko yang mendasari penyakit Obstruktif Sleep apnea ini. Jika kita peka mengamati tanda dan gejala tersebut pada anak, segera bawa ke dokter untuk penatalaksanaan lebih lanjut sehingga anak mendapatkan terapi yang tepat.
Referensi
- Bambang supriyatno,Rusmala deviani. Obstuctive sleep apnea syndrome pada anak
Sari pediatri vol 7 no 2, September 2005 77:84
- Damar Prasetya AP. Sindrom OSA pada Anak. CDK-237/ vol. 43 no. 2, th. 2016
- Geogalos C. Arch Otorhinolaryngology 2011; 268 (9): 1365-73
- Yang C, Woodson T. Upper airway physiology and obstructive sleepdisordered breathing. Otolaryngology Clin N Am 2003; 36 : 409 -21
- Kaswandani N. Obstructive sleep apnea syndrome pada anak. Maj Kedokt Indon. 2010; 60(7): 295-6.
- Schechter MS, Technical report: Diagnosis and management of childhood obstructive sleep apnea syndrome. Pediatrics 2002; 109:1-20.
- Marbun, Erna M. Mendengkur.ejournal.ukrida.ac.id. Diakses tanggal 9-3-2018