Category: <span>Artikel</span>

Kanker dan Serba-Serbinya (Hari Kanker Sedunia 2022)

Oleh : Nur Handayani, S.KM

Kanker adalah penyakit yang sering menjadi momok yang menakutkan. Setiap tanggal 4 Februari 2022 diperingati sebagai hari kanker sedunia dimana pada momen ini kita diingatkan untuk meningkatkan kesadaran kita dalam upaya mencegah penyakit kanker. Berdasarkan data Riskesdas, prevalensi tumor/kanker di Indonesia menunjukkan adanya peningkatan dari 1.4 per 1000 penduduk di tahun 2013 menjadi 1,79 per 1000 penduduk pada tahun 2018. Sedangkan data Global Burden of Cancer Study (Globocan) dari World Health Organization (WHO) mencatat, total kasus kanker di Indonesia pada 2020 mencapai 396.914 kasus dan total kematian sebesar 234.511 kasus.

              Berdasarkan grafik disamping kanker payudara memiliki jumlah kasus baru tertinggi di  Indonesia sebesar 65.858 kasus atau 16,6% dari total 396.914 kasus kanker. Kanker serviks (leher rahim) menempati urutan kedua dengan jumlah 36.633 kasus atau 9,2% dari total kasus kanker. Kanker paru-paru menyusul di urutan ketiga dengan jumlah 34.783 kasus (8,8% dari total kasus), lalu kanker hati sejumlah 21.392 kasus (5,4% dari total kasus), dan kanker nasofaring (area di sebelah atas bagian belakang tenggorokan) sejumlah 19.943 kasus (5% dari total kasus).

              Tingginya kasus kanker tentu bisa menjadi kewaspadaan awal kita untuk mau meminimalisir faktor yang terkait dengan penyakit kanker tersebut. Ada beberapa hal yang kemudian terkait dengan kejadian kanker. Menurut Yayasan Kanker Indonesia (YKI), salah satu penyebab tingginya kasus kanker di Indonesia adalah kondisi lingkungan yang terus menghasilkan bahan karsinogen, seperti rokok, daging olahan, dsb. Penyebab lain yang juga mempengaruhi seperti kebiasaan begadang, kurang olah raga, dan makan terlalu banyak.

              Penyakit kanker sendiri di Indonesia adalah salah satu penyakit yang mengakibatkan jumalah kematian cukup besar. Kanker adalah penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan sel abnormal yang tidak terkendali di dalam tubuh . Pertumbuhan sel abnormal ini dapat merusak sel normal di sekitarnya dan di bagian tubuh yang lain. Kanker merupakan penyebab kematian kedua terbanyak di seluruh dunia. Kanker sering menyebabkan kematian karena umumnya penyakit ini tidak menimbulkan gejala pada awal perkembangannya, sehingga baru terdeteksi dan diobati setelah mencapai stadium lanjut. Itulah makanya penting untuk kita pemeriksaan skrining atau cek kesehatan secara berkala, agar kanker dapat terdeteksi secara dini.

              Munculnya permasalahan kanker berdampak tidak saja hanya kepada pasien saja, tetapi sosial, ekonomi masyarakat dan negara. Semisal saja apabila ada ibu yang yang menderita penyakit kanker, anak-anak akan dapat kehilangan kesempatan mendapatkan Airs Susu Ibu (ASI), pengasuhan optimal untuk tumbuh kembangnya. Belum lagi bila yang menderita penyakit kanker adalah ayah pencari nafkah, tentu ini akan mengganggu stabilitas perekonomian keluarga. Permasalahan lain adalah masalah akses keperawatan. Terkait masalah akses keperawatan, Hari Kanker sedunia tahun ini tema global “Close the Care Gap” yang artinya “Tutup Kesenjangan Perawatan”. Kampanye baru Hari Kanker Sedunia untuk membangun akses perawatan kanker yang lebih adil dan merata untuk semua. Tapi pada kenyataannya, tidak bisa dipungkiri ada beberapa masyarakat yang kurang percaya dengan mutu pelayanan kanker di Indonesia, sehingga mereka memilih pengobatan di luar negeri. Ada lagi yang sebagian memilih pengobatan alternatif yang kurang dapat dipercaya efektifitasnya. Layanan medis terkait kanker di Indonesia sebenarnya sudah mengalami kemajuan, akan tetapi terkadang pada pasien muncul rasa takut untuk periksa dan menjalani pengobatan. 

                 Permasalahan terkait perawatan kanker tidak bisa kita lihat hanya sebagian saja, tetapi harus secara keseluruhan. Disini perlunya kerjasama antara pemerintah, lembaga terkait dan masyarakat itu sendiri dalam upaya penanganan dan pencegahan penyakit kanker. Bagi pemerintah tentunya dapat dilakukan dengan terus meningkatkan pelayanan medis terkait penanganan pasien maupun layanan deteksi dini. Selain itu juga perlu peningkatan pelayanan jaminan kesehatan yang adil dan merata bagi masyarakat terutama pasien kanker.  Pelayanan kesehatan yang memadai serta adil dan merata akan dapat membantu pada sisi kualitas hidup pasien kanker. Hal ini serupa juga diungkap dalam penelitian Made Ririn Sri Wulandari “Hubungan Kepuasan Selama Perawatan dengan Kualitas Hidup Pasien Kanker Ovarium di RSUP Sanglah”, dimana hasilnya menyebutkan ada hubungan antara kepuasan selama pengobatan dengan kualitas hidup pasien kanker ovarium di Rumah Sakit Umum Sanglah. 

                 Dalam sisi pencegahan perlu adanya kerjasama antara pemerintah dan lembaga terkait misalnya saja yayasan kanker atau komunitas/kelompok pendukung sesama penderita kanker untuk pemberian edukasi terkait pencegahan dan penanganan khususnya pasien kanker. Masyarakat juga berperan penting dalam upaya mencegah penyakit kanker dengan upaya mencegah munculnya penyakit kanker dengan pola hidup sehat, dan pentingnya masyarakat khususnya keluarga pasien untuk dapat memberikan dukungan kepada pasien dalam upaya keberhasilan pengobatan. Dari dukungan sosial kepada pasien inilah dapat memberikan efek positif terhadap kualitas hidup pasien kanker. Hal ini pernah diungkapkan pada penelitian Witdiawati,dkk dengan judul “Dukungan Sosial Dalam Adaptasi Kehidupan Klien Kanker Payudara di Kabupaten Garut” dimana hasil penelitiannya menyebutkan ukungan sosial sangat bermakna dan menjadi satu kekuatan dalam adaptasi kehidupan klien kanker payudara, sehingga terbentuk mekanisme koping yang adaptif  dalam menghadapi kondisi penyakitnya dan aktivitas sosial sebagai wujud adaptasinya.

              Gejala kanker dapat bervariasi tergantung dari jenis kanker nya dan pada organ tubuh mana yang terkena kanker. Beberapa gejala yang sering dialami penderita kanker adalah:

Orang yang berisiko terkena kanker perlu menjalani skrining dan pemeriksaan rutin ke dokter. Contohnya, seorang perokok yang anggota keluarganya pernah terkena kanker, atau seseorang yang sering bergonta-ganti pasangan seksual tanpa menggunakan kondom. Seseorang juga perlu memeriksakan diri ke dokter apabila mengalami gejala kanker, seperti munculnya benjolan di tubuh, penurunan berat badan secara drastis, atau batuk kronis. Deteksi dini kanker dapat meningkatkan keberhasilan pengobatan.

              Tapi bagaimanapun juga, pencegahan lebih baik daripada mengobati. Untuk pencegahan kanker kita disarankan untuk melakukan gaya hidup sehat. Ada beberapa tips yang bisa dilakukan untuk pencegahan penyakit kanker, antara lain :

  • CERDIK : Cek kesehatan secara berkala, Enyahkan asap rokok, Rajin Aktifitas Fisik, Diet Seimbang, Istirahat cukup dan Kelola stress dengan baik
  • Batasi konsumsi daging dimasak sangat matang atau dibakar
  • Terapkan “Isi Piringku” : Porsi Isi Piringku Kemenkes terdiri dari makanan pokok, yakni sumber karbohidrat dengan porsi 2/3 dari 1/2 piring. Lalu dilengkapi dengan lauk pauk dengan porsi 1/3 dari 1/2 piring. Untuk setengah piring lainnya diisi dengan proporsi sayur-sayuran dengan porsi 2/3 dan buah-buahan dengan porsi 1/3
  • Jaga berat badan ideal
  • HIndari perilaku berisiko, misal : Berbagi jarum dengan orang yang menggunakan obat intravena dapat menyebabkan HIV, serta hepatitis B dan hepatitis C, yang dapat meningkatkan risiko kanker hati.
  • Tidak merokok
  • Berjemur di bawah matahari secukupnya
  • Tidak mengkonsumsi alkohol
  • Memakai masker bila perlu saat harus berada atau dekat dengan asap pabrik
  • Batasi penggunaan handphone yang tidak tepat
  • HIndari makanan dan minuman yang mengandung zat carsinogen (pengawet)
  • Hindari cara pengolahan dan penyajian makanan yang salah misalanya penggunaan minyak goreng bekas secara berulang

                        Begitu bahayanya penyakit kanker, untuk itu kita perlu menyadari pentingnya hidup sehat. Yuk mulai sekarang kita biasakan pola hidup sehat agar terhindar dari penyakit kanker.

Daftar Pustaka

Atika Dwi Damayanti, dkk. 2008. Penanganan Masalah Sosial dan Psikologis Pasien Kanker Stadium Lanjut dalam Perawatan Paliatif. Indonesian Journal of Cancer, Vol 2 No. 1 (2008)

Kementrian Kesehatan Republik Indoensia. 2013. Menkes Ungkap 4 Masalah Utama pada Penanggulangan Kanker. https://sehatnegeriku.kemkes.go.id diunggah 21 februari 2013

dr. Tjin Willy. 2019. Kanker. https://www.alodokter.com diunggah 3 Juli 2019

Vania Rosa, dkk. 2019. Rumitnya Permasalahan Pengobatan Kanker di Indonesia. https://www.suara.com diunggah 15 Juli 2019

Mardana, Andi. 2022. Hari Kanker Sedunia 2022 “Tutup Kesenjangan Perawatan”. https://www.womanindonesia.co.id diunggah 26 Januari 2022

Sapto Adhi, Irawan. 2020. 12 Cara Mencegah Kanker Secara Alami. https://health.kompas.com diunggah 11 Juli 2020

Pranita, Ellyvon. 2021. Kasus Baru dan Kematian akibat Kanker di Indonesia Naik 8,8 Persen. https://www.kompas.com diunggah 3 April 2021

Pranita, Ellyvon. 2021. Situasi Kanker Paru di Indonesia Saat Ini, Prevalensi Kematian Meningkat. https://www.kompas.com diunggah 10 Desember 2021

Witdiawati, dkk. 2018. Dukungan Sosial Dalam Adaptasi Kehidupan Klien Kanker Payudara di Kabupaten Garut. Indonesia Journal of nursing Research Ngudi Waluyo Ungaran University, Vol 1, No. 1 (2108)

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2018. Riskesdas 2018.

Wulandari, Made Ririn Sri. 2020. Hubungan Kepuasan Selama Perawatan dengan Kualitas Hidup Pasien Kanker Ovarium di RSUP Sanglah. Jurnal Keperawatan PolKesyo, Vol.9, No. 2 (2020)

Permasalahan Stunting dan Obesitas Anak Pada Masa Pandemi

Oleh : Nur Handayani, S.KM

Masa Pandemi memasuki tahun kedua pada 2022 ini. Tentunya kita berharap pandemi ini segera berakhir. Terkait dengan masa pandemi, banyak kemudian berimbas pada banyak sektor. Contohnya saja pada sektor ekonomi dan kesehatan. Pandemi COVID-19 telah mempengaruhi 29,12 juta penduduk usia kerja di Indonesia. Kebijakan pembatasan aktivitas ekonomi untuk menekan laju penyebaran COVID-19 telah menyebabkan tingkat pengangguran meningkat tajam dari 5% pada Februari 2020 menjadi 7% pada Agustus 2020 (atau sekitar 42% lebih tinggi). Selain itu, survei J-PAL (2020) melaporkan bahwa sekitar 56% pria dan 57% wanita telah kehilangan pekerjaan atau tidak lagi bekerja pada Maret 2020. Fenomena kehilangan pekerjaan ini terjadi secara tidak proporsional di daerah perkotaan dibandingkan dengan daerah pedesaan dan sangat parah di Jawa. Dalam sektor kesehatan juga mengalami imbas yang luar biasa. Negara harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk biaya perawatan penderita Covid-19, obat-obatan dan vaksin .

              Kondisi masyarakat sendiri akibat pandemi terlihat pada perekonomian keluarga dan kesehatan keluarga. Seperti kita ketahui, dampak dari menurunnya persentase ekonomi di Indonesia, salah satunya adalah peningkatan angka pengangguran dan penduduk miskin yang disebabkan karena PHK selama masa pandemi Covid-19. Hal ini membuat daya beli masyarakat juga menurun untuk masyarakat kalangan ekonomi ke bawah. Hal ini mempengaruhi jumlah dan kualitas konsumsi keluarga. Banyak masyarakat yang kemudian konsumsi makanan tanpa memperhatikan aspek nilai gizinya. Dan kemudian akhirnya dapat mempengaruhi munculnya permasalahan beban ganda malnutrisi dimana muncul stunting dan obesitas pada anak.

              Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang ditandai dengan tubuh pendek. Penyebab dari stunting adalah rendahnya asupan gizi pada 1.000 hari pertama kehidupan, yakni sejak janin hingga bayi umur dua tahun. Selain itu, buruknya fasilitas sanitasi, minimnya akses air bersih, dan kurangnya kebersihan lingkungan juga menjadi penyebab stunting. Kondisi kebersihan yang kurang terjaga membuat tubuh harus secara ekstra melawan sumber penyakit sehingga menghambat penyerapan gizi. Sedangkan obesitas merupakan penumpukan lemak yang berlebihan akibat ketidakseimbangan asupan energi (energy intake) dengan energi yang digunakan (energy expenditure) dalam waktu lama. (WHO,2000)

              Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2021 mengadakan survei Studi Status Gizi Indonesia dimana hasilnya terdapat angka stunting sebesar 24,4%. Angka ini telah mengalami penurunan dimana tahun 2018 angka stunting mencapai 30,8% dan tahun 2019 berada pada angka 27,7%. Sedangkan obesitas anak pada 2018 angkanya masih 8 persen, lalu turun 3,5 persen menjadi 4,5 persen di 2019, dan saat ini turun lagi 0,7 persen menjadi 3,8 persen di 2021. Walaupun angka kedua permasalahan gizi tersebut mengalami penurunan, kita belum bisa lega, karena hal ini menjadi pekerjaan rumah yang tidak ringan. Seperti stunting,  prevalensi stunting di Indonesia lebih baik dibandingkan Myanmar (35%), tetapi masih lebih tinggi dari Vietnam (23%), Malaysia (17%), Thailand (16%) dan Singapura (4%).  Untuk obesitas, walaupun sudah menurun tapi masalah ini tidak boleh dianggap enteng, karena berawal dari obesitas inilah nantinya kan berimbas pada kesehatan di masa mendatang.

              Masalah stunting dan obesitas dapat dipengaruhi banyak hal. Kedua permasalahan ini musti dilihat secara keseluruhan, jangan dari satu sisi saja. Pandemi Covid-19 menyebabkan perubahan dalam banyak hal, dari sistem ekonomi, kesehatan, sosial hingga pendidikan. Selama pandemi, faktor ekonomi menjadi ancaman bagi masyarakat dalam upaya pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Pandemi menyebabkan masyarakat mengalami kesulitan mendapatkan penghasilan akibat kegiatan ekonomi terhenti karena adanya pembatasan sosial untuk menekan penyebaran virus. Sulitnya mendapatkan penghasilan akan berdampak pada ketahanan ekonomi keluarga dalam upaya pemenuhan kebutuhan pangan sehingga masyarakat menjadi memiliki keterbatasan akses, ketersediaan dan keterjangkauan makanan sehat. Dari sinilah kemudian dapat menyebabkan kekurangan zat gizi keluarga. Anak yang sedang membutuhkan nutrisi untuk tumbuh kembangnya bila kekurangan zat gizi akan meningkatkan risiko stunting pada anak. Hal ini senada dengan penelitian “Berdampakkah Pandemi Covid-19 terhadap Stunting di Bangka Belitung?”, dimana hasil yang diperoleh menunjukkan pembatasan kegiatan sosial masyarakat berakibat pada perubahan pola sosial ekonomi. Pembatasan terhadap akses konsumsi dan pelayanan kesehatan akan mempengaruhi status gizi anak. Penurunan status gizi anak dapat berdampak pada peningkatan prevalensi anak berisiko stunting di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung selama pandemi covid-19.(Wiwin, Efrizal, 2020)

              Stunting sebenarnya dapat dicegah, yaitu dimulai dari saat ibu masih remaja. Asupan dan pola makan yang sehat tentunya akan membuat tubuh sehat sekaligus akan mempersiapkan tubuh kelak saat mengandung hingga menjadi ibu. Janin yang dikandung pun tentunya diharapkan juga tidak kekurangan zat gizi saat dalam kandungan. Selanjutnya menyusui eksklusif selama enam bulan pertama kehidupan dan pemberian Makanan Pendamping ASI (MPASI) yang tepat dimulai pada usia enam bulan dan menyusui hingga dua tahun atau lebih akan dapat mencegah terjadinya stunting bahkan obesitas. Inilah yang kemudian mengapa 1000 Hari Pertama Kehidupan(HPK) menjadi salah satu momen penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi dalam upaya pencegahan stunting.

              Penyebab stunting terkait dengan beberapa hal antara lain, sosial ekonomi, status gizi ibu, pola pengasuhan, kebiasaan makan, tingkat pendidikan, informasi terkait gizi, infeksi, ketersediaan air bersih, keamanan pangan, asupan makanan, kekurangan zat gizi (defisiensi mikronutrien), keterjangkauan fasilitas kesehatan dan lingkungan. Dalam beberapa penelitian juga sebagian telah diteliti, seperti penelitian “Faktor yang Berhubungan dengan Pengetahuan Orangtua tentang Stunting pada Balita” yang menyimpulkan bahwa faktor yang berhubungan dengan pengetahuan tentang stunting yaitu usia(p=0,017), pendidikan (p=0,043), informasi (p=0,002). Penelitian lain “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting pada Anak Usia 24-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Andalas Kecamatan Padang Timur Kota Padang Tahun 2018” dimana hasil penelitian menyebutkan terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat asupan energi, riwayat durasi penyakit infeksi, berat badan lahir, tingkat pendidikan ibu dan tingkat pendapatan keluarga dengan kejadian stunting.

              Pandemi tidak saja memunculkan masalah stunting tetapi juga masalah obesitas pada anak. Pandemi mengakibatkan perubahan kebiasaan bahkan sistem pendidikan kita. Kebijakan pemerintah dimana pembatasan sosial dalam rangka menekan angka penyebaran virus membuat kita harus banyak menghabiskan waktu di rumah. Sistem bekerja diubah dengan pembelakukan sistem work from home (WFH). Sistem pembelajaran yang awalnya tatap muka diubah menjadi sistem pembelajaran jarak jauh dengan sistem pembelajaran online di rumah. Penurunan ekonomi akibat pandemi bagi sebagian orang membuat kemampuan daya beli atas makanan sehat berkurang sehingga tak jarang asupan makanan lebih banyak makanan tidak sehat dimana kandungan kalorinya tinggi. Anak sekolah menghabiskan waktunya sekitar 3-4 jam untuk kegiatan pembelajaran. Sisanya, anak menghabiskan waktu yang tidak bermanfaat untuk kebugaran tubuh, contoh saja karena sistem pembelajaran seringkali menggunakan gadget atau computer, anak-anak cenderung menghabiskan waktunya didepan layar gadget atau computer. Kebiasaan ini biasa disebut dengan Sedentary lifestyle, dimana gaya hidup anak yang tidak banyak melakukan suatu gerakan karena sudah membiasakan diri untuk berdiam diri dikamar dengan bermalas-malasan sehingga anak tidak aktif dalam beraktivitas fisik.  Gaya hidup Sedentary lifestyle  diikuti asupan makanan tidak terkontrol, energi yang dikeluarkan sedikit sehingga tubuh menyimpan banyak lemak. Inilah kemudian akan menyebabkan peningkatan berat badan. Hal serupa juga dipaparkan dalam penelitian Nourmayansa yang berjudul  “Hubungan Belajar Dari Rumah Dan Peningkatan Berat Badan Pada Anak Usia Sekolah di Masa Pandemi COVID- 19, dimana hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa terdapat hubungan antara belajar dari rumah dengan peningkatan berat badan pada anak usia sekolah di SD.(Nourmayansa, dkk, 2021). Peningkatan berat badan yang tidak terkontrol lambat laun akan menjadi obesitas. Penelitian lain yang terkait dengan obesitas anak yaitu penelitian yang berjudul “Hubungan Sedentary Life Style Dengan Kejadian Obesitas Pada Anak Selama Pandemic Covid-19” dimana hasil penelitian menyebutkan terdapat hubungan sedentary lifestyle dengan kejadian obesitas pada anak selama pandemi covid-19.

              Baik stunting maupun obesitas banyak faktor yang membelakangi terjadinya risiko tersebut. Untuk itu dalam moment Hari Gizi Nasional yang diperingati pada tanggal 25 Januari 2022 yang mengambil tema “Aksi Bersama Cegah Stunting dan Obesitas”, mari kita tingkatkan kesadaran akan pentingnya mencegah stunting dan obesitas mulai dari diri-sendiri dan lingkungan keluarga. Pentingnya peran orangtua dalam hal pengasuhan anak dan memperoleh informasi yang benar dengan pola hidup sehat termasuk didalamnya terkait penerapan pola makan yang sehat, menjadi poin penting pencegahan stunting maupun obesitas. Pada masa kanak-kanak merupakan kesempatan membentuk kebiasaan anak untuk makan sehat. Kebiasaan makan sehat, pemilihan asupan makan yang sesuai “isi piringku” diikuti dengan penerapan pola hidup sehat lainnya seperti olahraga teratur, istirahat cukup serta ketersediaan air bersih dan keamanan pangan yang memadai, akan banyak membantu mencegah terjadinya risiko stunting dan obesitas. Dalam isi piringku telah digambarkan setengah isi piring berisi 2/3 bagian dengan karbohidrat, 1/3 bagian berisi lauk pauk. Setengah porsi lagi berisi sayur dan buah. Dalam slogan “isi piringku” juga mengajarkan bagaimana sebaiknya ketercukupan kebutuhan air dan pembatasan konsumsi garam, gula dan lemak. Yuk, mulai sekarang kita terapkan pola hidup sehat demi generasi yang sehat dan berkualitas.

DAFTAR PUSTAKA

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2018. Isi Piringku Sekali Makan. http://p2ptm.kemkes.go.id diunggah 24 Juli 2018

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2018. 1 dari 3 Balita Indonesia Derita Stunting. http://p2ptm.kemkes.go.id diunggah 9 April 2018

Kementreian Kesehatan Republik Indonesia. 2018. Ini Penyebab Stunting pada Anak. www.kemkes.go.id diunggah 24 Mei 2018

Wiwin, Efrizal. 2020. Berdampakkah Pandemi Covid-19 terhadap Stunting di Bangka Belitung? Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia. Vol.9 , No 3 September 2020.

Anita Rahmawati, dkk. 2019. Faktor yang Berhubungan dengan Pengetahuan Orang Tua tentang Stunting pada Balita. Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 6, Nomor 3, Desember 2019, hlm. 389–395

Eko Setiawan,dkk.  Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting pada Anak Usia 24-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas  Andalas Kecamatan Padang Timur Kota Padang Tahun 2018. Jurnal Kesehatan Andalas. 2018; 7(2)

Nourmayansa Vidya Anggraini, dkk. 2021. Hubungan Belajar Dari Rumah Dan Peningkatan Berat Badan Pada Anak Usia Sekolah di Masa Pandemi COVID-19. Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 6 (4) 2021

 Razdkanya Ramadhanty. 2021. Status Gizi Anak Indonesia Meningkat, Obesitas Turun jadi 3,8 Persen! https://health.detik.com diunggah 27 Desember 2021

Gangguan Pendengaran

Oleh : Susilawati, SKM

Apa Itu Gangguan Pendengaran?

Gangguan pendengaran adalah kehilangan pendengaran di salah satu atau kedua telinga. Kondisi ini bisa di sebabkan oleh banyak hal mulai dari paparan bising dalam waktu yang lama hingga gangguan pada sistem saraf pendengaran. Telinga adalah organ pendengaran yang berperan penting dalam menghantarkan dan menerima suara atau bunyi. Telinga terdiri dari 3 bagian, yaitu telinga bagian luar, telinga bagian tengah, dan telinga bagian dalam. Saat terjadi gangguan pada bagian-bagian telinga tersebut, maka akan terjadi gangguan dalam proses mendengar. Akibatnya, suara bisa terdengar tidak jelas atau bahkan tidak terdengar sama sekali.

Akibat gangguan pendengaran

Pada orang Dewasa gangguan pendengaran mempunyai dampak dalam hal berkomunikasi, emosional dan hubungan sosial.

Pada anak-anak dapat mempengaruhi nilai akademik/prestasi belajar dan dapat mengakibatkan gangguan perkembangan wicara.

Anda mungkin mengalami gangguan pendengaran, jika :

  1. Sering menyalakan radio, Televisi, musik dengan suara yang tinggi.
  2. Sering meminta seseorang untuk mengulang pembicaraan
  3. Telinga anda berbunyi atau berdenging
  4. Orang memberi tahu anda bahwa anda berbicara dengan keras
  5. Anda kesulitan mengikuti pembicaraan

Sedangkan anak mungkin mengalami gangguan pendengaran, jika :

  1. Tidak memahami apa yang anda katakan dengan benar
  2. Tidak merespons suara
  3. Keluar cairan dari telinga
  4. Sering mengalami nyeri berulang pada telinga atau penyumbatan di telinga
  5. Terlambat mulai berbicara atau perkembangan bicaranya tidak sesuai dengan usianya.

Kapan harus ke Dokter?

Lakukan pemeriksaan ke dokter jika mengalami gejala di atas, terutama ketika gangguan pendengaran tersebut mengganggu kegiatan sehari-hari. Segera temui dokter bila mendadak tidak bisa mendengar apa pun. Lakukan kontrol ke dokter jika Anda merasa bahwa kemampuan pendengaran Anda  menurun secara bertahap, terutama jika Anda pernah menderita infeksi telinga, diabetes, hipertensi, gangguan jantung, stroke, dan cedera otak, sebelumnya.

Idealnya, pemeriksaan pendengaran sebaiknya dilakukan setiap tahun atau setidaknya setiap 10 tahun sekali hingga Anda berusia 50 tahun. Setelah usia 50 tahun, lakukan pemeriksaan pendengaran minimal setiap 3 tahun sekali.

Pelayanan di IGD Berdasar Prioritas Kegawatdaruratan Pasien, Bukan Berdasar Urutan Kedatangan

Oleh :Agung Rejecky

“Wah saya di IGD RS X ga diapa-apain….!!.”

“Masak dari tadi di IGD cuma di tensi doang….???!!!”

Tidak dipungkiri pernyataan seperti itu sering kita dengar, bahkan di sekitar kita… Uuuupppssss…jangan negative thinking dulu…

Yuppp…Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. World Health Organisation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai kesejahteraan fisik, mental, sosial, dan bukan hanya tidak adanya penyakit dan kelemahan. Banyak upaya dari seseorang untuk mempertahankan kesehatannya ketika mereka menyadari adanya ancaman kesehatan pada dirinya. Pergi dan berobat ke rumah sakit adalah sebagai upaya bagi mereka yang mengalami ancaman kesehatan.

            Instalasi Gawat Darurat (IGD) merupakan salah satu pintu utama atau garda terdepan dalam memberikan layanan kesehatan bagi masyarakat selama 24 jam. Dilihat dari definisinya, bahwa IGD merupakan bagian dari rumah sakit yang memberikan penanganan awal kegawatdaruratan. Sedangkan kondisi gawat darurat dalam Permenkes No 47/2018 Pasal 1 ayat 3 tentang Pelayanan Gawat Darurat diartikan sebagai  keadaan klinis yang membutuhkan tindakan medis segera untuk penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan. Ancaman nyawa dan kecacatan pada pasien berbeda-beda, tergantung seberapa parah kondisi yang dialami oleh pasien tersebut.

            Untuk menentukan besar kecilnya ancaman pasien terhadap kematian, perlu dilakukan tindakan pemilahan pasien berdasar tingkat kegwatdaruratan atau yang disebut triage. Dengan dilakukan triase, maka dapat ditentukan prioritas kegawatdaruratannya. Emergency Severity Index (ESI) adalah salah satu jenis triase yang banyak digunakan di Indonesia. Melalui pengkajian dan pemeriksaan dalam triase ESI, prioritas kegawatdaruratan pasien dibagi menjadi 5 prioritas (level) yaitu level 1, level 2, level 3, level 4, dan level 5. Pasien dengan level 1 merupakan pasien yang harus segera dilakukan penanganan karena adanya ancaman kematian seperti pasien henti jantung, perdarahan hebat, pasien henti nafas, dan kondisi lain yang dapat mengakibatkan kematian dalam waktu yang singkat. Pasien dengan level 2 merupakan pasien yang memiliki resiko yang besar terhadap terjadinya ancaman kematian seperti pasien dengan trauma perut dan pasien nyeri dada. Pasien dengan level 3 adalah adanya kondisi darurat akan tetapi tidak ada ancaman kematian, kondisi stabil akan tetapi disertai dengan pemeriksaan penunjang dengan hasil pemeriksaan penunjang dalam batas normal. Pasien dengan level 4 adalah kondisi tidak gawat tidak darurat, kondisi stabil tanpa harus dilakukan pemeriksaan penunjang, sedangkan pasien level 5 adalah pasien yang tidak perlu dilakukan tidakan apapun, misalnya pasien datang untuk berkonsultasi obat.

            Pasien yang datang ke IGD dengan kondisi penurunan kesadaran dan sesak nafas tentu saja akan didahulukan dalam pemberian penanganan dibandingkan pasien yang datang terlebih dahulu ke IGD dengan keluhan flu ringan 1 hari tanpa ada keluhan sesak nafas dan keluhan yang lainnya. Sehingga dengan adanya penerapan triase yang mendahulukan penanganan pasien dengan ancaman kematiannya lebih besar diharapkan akan meningkatkan harapan hidup pasien.

            Akan tetapi pada kenyataan dilapangan tidak sedikit masyarakat dalam hal ini pasien atau keluarga pasien yang merasa kecewa dengan pelayanan di IGD. Mereka kecewa karena merasa datang ke IGD lebih dahulu, akan tetapi yang diberikan penanganan pasien lain yang baru datang. Bahkan ada yang mengeluhkan sudah menunggu lama di IGD tidak diberikan penanganan. Kekecewaan pasien dan keluarga mungkin tidak akan terjadi, andaisaja petugas kesehatan di IGD mampu memberikan pemahaman dengan menjelaskan kondisi pasien saat itu yang tidak membutuhakan penanganan segera, dan akan dilakukan penanganan setelah selesai memberikan penanganan pada pasien yang prioriritas kegawatdaruratannya lebih besar. Namun tentu saja kita tidak lantas menyalahkan petugas begitu saja, beban kerja dan stressor yang tinggi di IGD seringkali membuat petugas tidak mempunyai waktu berlama-lama dalam memberikan penejelasan kepada pasien dan keluarga.

            Melalui artikel ini, penulis berharap mampu memberikan pemahaman kepada pembaca bahwa penanagan di IGD didasarkan kondisi kegawatdaruratannya. Penulis meyakini tidak ada maksud dari petugas IGD untuk mentelantarkan pasien. Petugas IGD akan selalu memegang teguh kode etik profesi dalam bertugas. Dalam hal ini petugas akan menerapkan prinsip etik yaitu prinsip justice (keadilan). Keadilan yang dimaksudkan adalah perawat memberikan penanganan kepada pasien sesuai dengan porsinya (yang dibutuhkan pasien). Nilai ini dilakukan secara profesional dan sesuai landasan hukum yang berlaku. Seperti yang sudah disampaikan pada awal artikel bahwa pelayanan IGD salah satunya berdasar pada PMK No 47 tahun 2018 Pasal 1 ayat (3) yaitu memberikan layanan untuk penyelamatan nyawa dan kecacatan, sedangkan ancaman nyawa pada pasien tergantung dari seberapa besar ancaman yang ada.

            Tidak hanya berharap agar masyarakat faham tentang prosedur penanganan pasien di IGD, penulis juga berharap khususnya kepada petugas kesehatan di IGD untuk terus meningkatkan komunikasi dalam memberikan pelayanan kepada pasien dan keluarga sehingga mengurangi kesalahpahaman yang memunculkan stigma negatif pada profesi kesehatan. (*)

*

Perawat IGD RS Paru Respira Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta

Mahasiswa Magister Keperawatan Prodi Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Dosen Pembimbing: Fitri Arofiati, S.Kep., Ns., MAN., Ph.D.

DAFTAR PUSTAKA

Ariyani, Hana & Rosidawati, Ida. (2020). Literature Review: Penggunaan Triase   Emergency Severity             Index (ESI) Di Instalasi Gawat Darurat (IGD). Jurnal         Kesehatan Bakti Tunas Husada : Jurnal             Ilmu Ilmu Keperawatan, Analis          Kesehatan dan Farmasi,20(2): 143-152

Menkes RI. 2008. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor            129/MENKES/SK/II/2008 tentang Standar             Pelayanan Minimal Rumah Sakit.

Utami, Ngesti W., Agustine, Uly., Happy P, Ros Endah. (2016). Etika Keperawatan         dan Keperawatan             Profesional. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI

Kiat Lansia Tetap Sehat

Oleh: Arifah Budi Nuryani, SKM

Memasuki tahap lanjut usia atau lansia dengan sehat merupakan keinginan semua orang. Namun, menjaga kesehatan lansia bukanlah perkara yang mudah. Banyaknya tantangan yang harus dihadapi mengingat kondisi tubuh lansia yang sudah sangat rentan terhadap berbagai jenis penyakit.

Seiring bertambahnya usia, tubuh mengalami banyak perubahan atau proses penuaan (aging), dan perubahan yang dirasakan meliputi seluruh anggota tubuh. Mulai dari kulit yang cenderung kering dan keriput, tumbuhnya uban, hingga perubahan di organ bagian dalam. Masalah pemuluh darah seperti hipertensi maupun masalah jantung lainnya.

Tidak hanya itu, lansia juga rentan mengalami gangguan keseimbangan yang berakibat lansia berisiko jatuh. Lansia yang jatuh bisa saja mengalami komplikasi kesehatan, seperti patah tulang, infeksi, hingga disabilitas (kecacatan).

Berikut ini kiat untuk mengupayakan agar lansia tetap sehat, dengan cara:

Menjaga Pola Makan Sehat

Lansia sebaiknya membiasakan diri mengonsumsi makanan sehat dengan pola makan yang sehat dan seimbang untuk menjaga kesehatan, meningkatkan energi, hingga mencegah berbagai penyakit. Sebaiknya lansia mengonsumsi makanan dengan rendah asupan lemak jenuh dan tinggi asupan buah, sayuran, ikan yang kaya akan asam lemak omega-3, gandum, dan produk susu rendah lemak, serta makanan utuh dan berserat tinggi.

Tak hanya itu, banyak minum air demi menghindari dehidrasi. Batasi konsumsi teh, kopi, sirup. Akan lebih baik jika lansia mengonsumsi kacang-kacangan dan produk susu yang rendah lemak. Penelitian mengatakan bahwa pola makan seperti ini dapat melindungi lansia dari penyakit jantung, Parkison, Alzheimer, bahkan kanker

Tetap Aktif Bergerak

Usahakan tetap aktif beraktivitas fisik, dengan tetap menyesuaikan jenis dan intensitas aktivitas fisik dengan kondisi tubuh. Setidaknya 30 menit sehari sebanyak lima hari dalam seminggu atau sesuaikan dengan kemampuan. Tidak perlu dilakukan sekaligus, tetapi dengan dibagi menjadi 10 menit di pagi hari dan 20 menit di sore hari. 

Aktivitas fisik yang dilakukan cukup intensitas ringan–sedang, seperti jalan kaki yang bermanfaat untuk melancarkan aliran darah dan peredaran oksigen ke seluruh tubuh. 

Selain itu, aktivitas fisik juga dapat memperlambat terjadinya gejala demensia alias pikun, mengontrol berat badan, menjaga ketahanan tulang dan otot, serta meningkatkan kualitas tidur.

Menjaga Berat Badan Tetap Ideal

Obesitas dapat meningkatkan risiko berbagai penyakit serius. Hal ini juga berlaku untuk orang dengan usia lanjut, sehingga menjaga berat badan tetap ideal juga bermanfaat untuk meningkatkan kesehatan lansia.

Orang yang mengalami obesitas berisiko yang lebih besar terhadap penyakit diabetes tipe 2, tekanan darah tinggi, penyakit jantung, stroke, kanker, gangguan tidur, hingga osteoarthritis.

Namun memiliki berat badan di bawah batas normal juga kurang baik. Tubuh yang terlalu kurus pada lansia bisa menjadi gejala dari suatu penyakit serius atau pertanda bahwa tubuhnya sudah semakin melemah. Oleh sebab itu, perlu mengatur pola makan untuk menjaga berat badan berada pada angka normal, tidak terlalu gemuk atau terlalu kurus.

Sebaiknya konsultasikan dengan dokter untuk mencari tahu pada angka berapa berat lansia tergolong ideal. Selain itu juga konsultasikan cara mengatur pola makan yang tepat dan aktivitas yang dapat membantu menurunkan atau meningkatkan berat badan sebagai lansia.

Memastikan Memperoleh Waktu Istirahat yang Cukup

Susah tidur merupakan salah satu masalah yang sering terjadi pada lansia dan sering mengeluh sulit tidur serta mudah terbangun di malam hari. Gangguan tidur seperti insomnia, mengantuk di siang hari, dan sering terbangun tengah malam. Namun, pertambahan usia sebenarnya tidak lantas menyebabkan risiko gangguan tidur meningkat. Padahal, tidur yang berkualitas akan membawa mood baik, sel-sel tubuh beregenerasi, dan organ tubuh tetap berfungsi dengan optimal. 

Oleh karena itu, lansia sangat dianjurkan untuk memiliki waktu tidur yang cukup. Cobalah untuk melakukan kebiasaan tidur yang sehat untuk memastikan bahwa lansia memiliki tidur yang cukup dan berkualitas. Hal ini tentu bertujuan agar kesehatan lansia tetap terjaga. Terapkan kebiasaan tidur yang baik, seperti lampu kamar tidur dalam keadaan redup, rutinitas tidur dan bangun di jam yang sama setiap hari, dan tidak melihat layar televisi atau ponsel sebelum tidur. 

Bersosialisasi dan Bergabung dalam Komunitas

Kaum lansia sering merasa kesepian karena anak-anaknya yang mulai tinggal terpisah dari mereka. Perasaan inilah yang dapat memicu timbulnya gejala depresi, yang dapat berakibat buruk bagi kesehatan. 

Untuk mencegah terjadinya hal tersebut, lansia sebaiknya bergabung dalam komunitas. Banyak peneliti menemukan bahwa lansia yang terlibat dalam komunitas akan memiliki kualitas hidup lebih baik, terhindar dari demensia dan penyakit degenerasi (penuaan) lainnya. 

Rutin Cek Kesehatan

Usahakan untuk senantiasa mengecek kesehatan secara rutin. Bertambahnya usia membuat fungsi organ tubuh mengalami perubahan. Bahkan, fungsi-fungsi organ vital di tubuh juga akan mengalami penurunan. Dengan memeriksakan diri secara rutin ke puskesmas atau rumah sakit dengan dibantu tenaga kesehatan yang profesional, banyak penyakit bias dicegah dan dideteksi sedini mungkin, sehingga dapat diatasi dengan cepat dan tepat sebelum terjadi berbagai komplikasi.


Sahabat Paru, meski sudah lanjut usia, bukan berarti untuk membiarkan penyakit kian berdatangan. Maka itu, terapkan kiat-kiat menjaga kesehatan lansia seperti yang telah disampaikan di atas agar Lansia juga mampu menikmati hari-hari tua dengan kondisi yang optimal, bahagia, dan jauh dari penyakit. Salam Sehat dari Rumah Sakit Paru Respira!

Referensi:

https://hellosehat.com/lansia/tips-jaga-kesehatan-lansia-usia-60/

https://www.klikdokter.com/info-sehat/read/3633329/cara-tepat-menjaga-kesehatan-lansia

KOMITMEN RS PARU RESPIRA MENDUKUNG PENGGUNAAN ALAT MEDIS NON MERKURI

Oleh: Astuti Hernaning Puri Andayani, S.KM

Merkuri adalah logam bentuk cair yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Merkuri dapat masuk ke dalam manusia melalui hirupan udara terkontaminasi merkuri, bahan pangan mengandung merkuri dan penyerapan merkuri melalui kulit. Pajanan merkuri menyebabkan kerusakan otak, gangguan sistem saraf pusat, sumsum tulang belakang, ginjal dan hati. Bagi ibu hamil, pajanan merkuri masuk janin melalui plasenta sehingga menyebabkan kecacatan karena kerusakan saraf.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pengesahan Convention On Mercury (Konvensi Minamata Mengenai Merkuri) dan Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri merupakan komitmen Pemerintah untuk mengurangi penggunaan merkuri pada berbagai bidang. Bidang Kesehatan menggunakan mercury pada alat kesehatan seperti tensimeter, termometer, dan dental amalgam. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2019 tentang Penghapusan dan Penarikan Alat Bermerkuri di Fasilitas Pelayanan Kesehatan menyebutkan bahwa fasilitas pelayanan kesehatan wajib melakukan penghapusan alat bermerkuri.

Rumah Sakit Paru Respira Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan turut berpartisipasi dalam menyukseskan aksi nasional pengurangan dan penghapusan merkuri. Komitmen dan kerjasama seluruh pihak mulai dari Pimpinan, jajaran manajemen dan karyawan RS Paru Respira tercipta dengan baik. Berbagai upaya telah dilakukan seperti melakukan penarikan alat bermerkuri, mengganti dan menggunakan  alat tidak bermerkuri seperti termometer digital dan tensimeter digital, serta melakukan pengelolaan alat bermerkuri yang telah ditarik sesuai dengan peraturan perundangan. Sebagai wujud penghargaan terhadap upaya yang telah dilakukan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia memberikan penghargaan kepada RS Paru Respira sebagai Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang tidak menggunakan alat kesehatan bermerkuri tahun 2021 pada tanggal 10 November 2021 di Hotel Grand Dafam Rohan Yogyakarta.

Komitmen dan kerjasama seluruh citivas hospitalia RS Paru Respira merupakan kunci keberhasilan dalam mencapai Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang tidak menggunakan alat bermerkuri.

Gigi dan Mulutku Sehat di Masa Pandemi Hari Kesehatan Gigi dan Mulut Nasional 12 September 2021

Oleh: Nur Handayani, S.KM

Sudah gosok gigi kah Anda hari ini? Habis makan makanan manis belum gosok gigi? Kapan terakhir Anda ke dokter gigi? Mungkin ada beberapa diantara kita lupa belum menggosok giginya hari ini. Atau ada Sahabat paru yang saat ini sedang mengalami sakit gigi? Sahabat paru, dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 89 Tahun 2015, dinyatakan bahwa kesehatan gigi dan mulut adalah bagian integral dari kesehatan tubuh secara keseluruhan. Fakta ini belum sepenuhnya dipahami oleh masyarakat. Di kehidupan masyarakat kita umumnya lebih memprioritaskan Kesehatan fisik dan mental. Padahal Kesehatan gigi dan mulut pun perlu untuk kita jaga. Gangguan Kesehatan gigi dan mulut dapat menimbulkan masalah kesehatan yang serius. Terlebih lagi saat ini kita masih dalam masa pandemi.

              Berdasarkan data Riskesdas 2018, Untuk kesehatan gigi dan mulut, Riskesdas 2018 mencatat proporsi masalah gigi dan mulut sebesar 57,6% dan yang mendapatkan pelayanan dari tenaga medis gigi sebesar 10,2%. Adapun proporsi perilaku menyikat gigi dengan benar sebesar 2,8%. Melihat kondisi tersebut menggambarkan bahwa Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia masih perlu peningkatan. Edukasi yang memadai, sinergi dari berbagai pihak diperlukan termasuk kesadaran masyarakat untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut akan menjadi harapan untuk dapat mencapai target Indonesia Bebas Karies 2030.

              Banyak hal yang berpengaruh terhadap kesehatan gigi dan mulut, antara lain faktor kebiasaan yang berhubungan dengan gigi dan mulut (sperti : kebiasaan merokok), cara menyikat gigi yang benar, faktor makanan, faktor lingkungan, faktor pelayanan kesehatan gigi dan faktor pengetahuan. Kebiasaan buruk seperti merokok sangat berpengaruh terhadap gangguan kesehatan gigi dan mulut. Merokok tidak hanya menimbulkan efek secara sistemik, tetapi juga dapat menyebabkan  timbulnya  kondisi  patologis  di  rongga  mulut.  Gigi  dan  jaringan  lunak rongga mulut, merupakan bagian yang dapat mengalami kerusakan akibat rokok. Penyakit  periodontal,  karies,  kehilangan  gigi,  resesi  gingiva,  lesi  prekanker,  kanker mulut,  serta  kegagalan  implan,  adalah  kasus-kasus  yang  dapat  timbul  akibat  kebiasaan merokok. Kebiasaan buruk lainnya bisa terjadi pada anak, kebiasaan menyusu sambil tidur adalah faktor pemicu terjadinya gangguan karies gigi pada anak. Perlu pembersihan gigi dan gusi anak setelah menyusu. Cara menyikat gigi yang benar juga musti diperhatikan. Seperti halnya yang lain, ibu hamil pun perlu menjaga kebersihan gigi dan mulut. Karena bila tidak dijaga dapat menimbulkan radang gusi. Radang gusi yang tidak ditangani dapat bertambah parah dan bisa menyebabkan infeksi ditempat lain. Penyakit gusi dapat mempengaruhi kesehatan janin. Perubahan gaya hidup dan pekembangan makanan dan jajanan untuk anak mewarnai munculnya gangguan kesehatan gigi terutama pada anak. Anak terkadang kelupaan untuk gosok gigi, didukung pula makan jajanan yang dapat merusak gigi sehingga beberapa mengalami gigi berlubang. Dalam masa pandemic seperti ini, membuat Sebagian orang merasa takut untuk memeriksakan kesehatan gigi dan mulutnya di pelayanan kesehatan. Akibatnya kesehatan gigi menjadi terabaikan. Hal-hal semacam di atas itulah yang kemudian berdampak pada kesehatan gigi dan mulut. Padahala kesehatan gigi dan mulut merupakan gerbang kesehatan untuk kesehatan secara umum. Gangguan kesehatan gigi dan mulut dapat mempengaruhi kerusakan organ tubuh lain seperti jantung dan paru.

              Beberapa survei dilakukan pada masa pandemi seperti sekarang ini. Salah satunya oleh pihak Unilever. Head of Sustainable Living Beauty and Personal Care and Home Care, Unilever Indonesia Foundation Drg. Ratu Mirah Afifah, GCClindent, MDSc mengatakan pandemi COVID-19 telah menyebabkan perubahan besar terhadap rutinitas sehari-hari masyarakat di seluruh dunia. Penelitian terkini mengenai dampak pandemi pada kebiasaan untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut masih terbatas. Khusus di Indonesia pihaknya melakukan survei kepada 1.000 responden berusia 18 tahun ke atas. Hasil survei menunjukkan sikap dan perilaku di masa pandemi ternyata 7 dari 10 orang mengatakan selama pandemi mereka lebih fokus pada kesehatan dan kesejahteraan menyeluruh. Menurut hasil survei, terjadi peningkatan dari kebiasaan-kebiasaan seperti makan makanan yang sehat, berolahraga, mengurangi merokok, dan mengurangi minum minuman beralkohol. Selain itu dampak COVID-19 terhadap kebiasaan merawat gigi telah terjadi penurunan kebiasaan menyikat gigi dua kali sehari dibandingkan hasil survei tahun 2018. Kemudian kebiasaan buruk meningkat selama di rumah yakni 2 dari 5 orang dewasa mengaku tidak menyikat gigi seharian, dan ada 7 dari 10 orang menghindari pergi ke dokter gigi. Kebiasaan tersebut mudah ditiru oleh anak-anak, ia mengungkapkan apabila orang tua tidak menyikat gigi dua kali sehari anak-anak 7 kali lebih memungkinkan untuk tidak menyikat gigi.              

            Hasil survei tersebut tentu bukan hasil yang menggembirakan. Karena ternyata faktanya, kesehatan gigi dan mulut penting juga kita jaga. Cara supaya kesehatan gigi dan mulut kita terjaga adalah dengan menyikat gigi. Sikat gigi direkomendasikan dilakukan 2 kali sehari. Waktu yang ideal menggosok gigi adalah setelah sarapan dan sebelum tidur. Lama menggosok gigi minimal tiga menit dengan gerakan memutar dari area gusi yang berwarna merah ke arah gigi yang berwarna putih. Sikat gigi sebaiknya diganti setiap 3 bulan sekali. Jika sikat gigi rusak sebelum 3 bulan itu berarti seseorang menyikat gigi terlalu keras dan penuh tekanan, sebaliknya jika sikat gigi tidak rusak setelah 3 bulan itu berarti seseorang tidak menyikat gigi dengan benar. Penting untuk menggosok lidah, karena pada permukaan lidah banyak terdapat bakteri yang dapat menyebabkan bau mulut. Nutrisi juga mempengaruhi kebersihan gigi dan mulut. Makanan dan minuman yang tinggi akan gula dan asam seperti permen, minuman berkarbonasi, dan soda dapat dengan mudah membuat zat asam dalam mulut meningkat. Penting untuk mengkonsumsi lebih banyak sayur dan buah dan minum lebih banyak air. Pemeriksaan gigi direkomendasikan dilakukan setiap enam bulan sekali. Pada masa pandemi Covid-19, konsultasi juga dapat dilakukan melalui telemedicine atau secara online. Jika akan berkunjung ke dokter gigi sebaiknya membuat janji terlebih dahulu dengan syarat tidak sedang demam, batuk, maupun pilek. Nah, sahabat paru yuk mulai kebiasaan menyikat gigi dengan benar dan waktu yang tepat. Agar kesehatan gigi dan mulut kita terjaga.

Daftar Pustaka

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2018. Potret Sehat Indonesia dari Riskesdas 2018. www.kemkes.go.id tangggal 2 November 2021

Arie Novarina, Ruslan Burhani. 2013. Perkembangan jajanan memperburuk kesehatan gigi anak. www.antaranews.com tanggal 6 September 2013

 Nanien Yuniar, Monalisa. 2018. Alasan Ibu Hamil Harus Jaga Kesehatan Gusi. www.antaranews.com tanggal 29 Juni 2018

Astuti, Indriyani. 2018. Kesehatan Gigi Masyarakat Indonesia Mengkhawatirkan. https://mediaindonesia.com tanggal 4 November 2018

Drg. Wiena Manggala Putri. 2020. Kapan Waktu yang Tepat untuk Menyikat Gigi? https://www.klikdokter.com tanggal 12 Mei 2020

Wisnu Adhi Nugroho, Zita Meirina. 2019. PDGI: kondisi kesehatan gigi-mulut penduduk Indonesia menurun. https://www.antaranews.com tanggal 25 Januari 2019

Putri Kusuma, Andina Rizkia. Pengaruh Merokok Terhadap Kesehatan
Gigi Dan Rongga Mulut. http://www.unissula.ac.id

_______________. Hari Kesehatan Gigi dan Mulut Sedunia 2021, Pepsodent Kampanyekan Senyum Sehat untuk Hidup Lebih Sehat.2021. https://www.liputan6.com tanggal 20 Maret 2021

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2021. Survey Menunjukkan Kebiasaan Gosok Gigi Menurun Saat Pandemi COVID-19. https://www.kemkes.go.id tanggal 19 Maret 2021

Drg. Fransisca Kariyanto, Sp. Perio. 2021. Menjaga Kesehatan Gigi dan Mulut di Masa Pandemi. https://www.rsmardirahayu.com tanggal 22 April 2021

Olahraga apa yang aman di Masa Pandemic Covid-19 ?

Oleh: Shukhalita Swasti Astasari, S,KM

Pandemi Covid-19 hingga saat ini belum berakhir, ditengah pandemic Covid-19, kita perlu untuk menjaga kesehatan kita. Menurut para ahli, kita harus menjaga kesehatan dan mematuhi protokol kesehatan untuk meminimalisir resiko tertular Covid-19. Salah satu upaya untuk menjaga kesehatan adalah dengan berolahraga. Pentingkah olahraga di kondisi pandemic Covid-19 ini? Ya, olahraga tentu sangat penting. Berolahraga atau melakukan aktivitas fisik membuat tubuh lebih bugar dan sehat sehingga daya tahan tubuh lebih kuat dan dapat mengurangi resiko tertular virus.

Dikutip dari International Journal of Cardiovascular Science, olahraga atau aktivitas fisik, terutama pada intensitas dan durasi sedang, dapat mendukung respon imun dan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit. Sedangkan, olahraga dengan intensitas tinggi dan berkepanjangan tidak disarankan untuk dilakukan karena dapat menyebabkan imunosupresi atau menurunkan imunitas tubuh.

Beberapa hasil penelitian juga menunjukkan bahwa olahraga atau aktivitas fisik dapat mencegah terjadinya gangguan mental yang dialami oleh sebagian orang karena adanya penerapan karantina dan isolasi, maupun jaga jarak (physical dystancing) akibat pandemik Covid-19. Gangguan mental tersebut misalnya depresi, kecemasan, sindrom kelelahan dan stress. Aktivitas fisik / Olahraga menghasilkan endorfin, bahan kimia di otak Kita yang meremajakan pikiran dan tubuh Kita, dan itu dapat membantu meningkatkan semua aspek kesehatan. Selain meningkatkan mood dan meningkatkan kualitas tidur, olahraga juga dapat memperkuat sistem kekebalan tubuh.

Berikut ini jenis olahraga yang terbilang aman dilakukan untuk di rumah selama pandemic COVID-19, yaitu:

  1. Kardio. Jenis olahraga kardio adalah olahraga yang efektif membakar lemak dan membuat tubuh berkeringat. Untungnya olahraga ini bisa dilakukan di rumah sehingga mengurangi risiko kamu terjangkit COVID-19. Jika memiliki treadmill, sepeda statis atau alat kardio lainnya di rumah, maka bisa dimanfaatkan. Namun, jangan khawatir, lompat tali atau skipping juga bisa menjadi alternative
  2. Senam Aerobik. Jika tidak memiliki alat latihan kardio, olahraga satu ini juga menjadi pilihan yang menarik untuk dilakukan selama di rumah. Kita bisa melakukan senam zumba misalnya, dengan mengikuti video tutorial atau bahkan bersama teman-teman di rumah masing-masing lewat video conference. Instruktur olahraga aerobik tetap memberikan gerakan-gerakan yang membuat tubuh berkeringat sehingga tubuh menjadi lebih bugar. Senam aerobik juga mampu meredakan gejala depresi dan gangguan cemas yang dihadapi selama pandemi ini.
  3. Yoga. Olahraga ini mungkin terkesan mudah dan sederhana. Namun, jika dilakukan dengan sungguh-sungguh, olahraga ini juga tergolong efektif membakar lemak dan membuat tubuh berkeringat. Bonusnya lagi, beberapa gerakan yoga dapat membuat kamu lebih tenang dan santai. Sehingga kecemasan yang sering muncul selama pandemi ini bisa berkurang. Beberapa manfaat yoga lainnya adalah menjaga metabolisme tubuh, meningkatkan pernapasan, memperkuat energi serta vitalitas. Kamu bisa melakukannya di rumah dengan mengikuti video tutorial yang banyak tersedia di internet.

Yuk Olahraga, agar badan lebih bugar dan sehat !

Sumber :

https://ijcscardiol.org
https://dinkes.batam.go.id

Gimana Sih Isolasi Mandiri di Rumah Yang Baik dan Benar Sesuai Prosedur

Oleh : Susilawati, SKM

Kamu Positif Covid 19, jangan panik,  bersikap tenang,  karena panik dapat membuat hormon kamu berantakan.  Panik dapat menyebabkan lambung menjadi iritasi, Hipertensi , Psikis gelisah dan lain sebagainya yang dapat membuat kacau metabolisme tubuhmu. Bagi kamu yang positif covid 19 dan tidak bergejala hingga bergejala ringan dan tidak mendapatkan fasilitas isolasi terpusat, kamu dapat melakukan isolasi mandiri sendiri di rumah dengan prosedur yang baik dan benar.

            Lamanya waktu isolasi mandiri yang harus dijalani oleh pasien positif covid 19 tanpa gejala adalah 10 hari isolasi sejak tes antigen atau PCR positif covid 19. Sementara lamanya  waktu isolasi yang harus dijalani pasien positif covid 19 dengan gejala ringan adalah 10 hari isolasi plus 3 hari yang sudah bebas dari berbagai gejala. Untuk Pasien kontak erat, durasi isolasi mandiri 14 hari sejak kontak dengan kasus positif covid 19.

            Beberapa hal yang harus dilakukan  saat menjalankan isolasi mandiri :

  1. Tinggal di rumah dan jangan pergi bekerja atau ke ruang publik
  2. Gunakan kamar terpisah di rumah dari anggota keluarga lainnya
  3. Jika memungkinkan, upayakan menjaga jarak dari anggota keluarga lain
  4. Gunakan selalu masker selama masa isolasi mandiri
  5. Lakukan pengukuran suhu harian dan observasi gejala klinis, seperti batuk atau kesulitan bernafas
  6. Hindari pemakaian bersama peralatan makan, perlengkapan mandi dan sprei
  7. Terapkan prilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan mengkonsumsi makanan bergizi, rutin melakukan kebersihan tangan, mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir
  8. Berada di ruang terbuka dan berjemur di bawah sinar matahari setiap pagi
  9. Jaga kebersihan rumah dengan cairan desinfektan
  10. Hubungi segera fasilitas kesehatan jika memburuk agar mendapatkan perawatan lebih lanjut

Perlu dicatat jika kadar oksigen 90% atau lebih tetapi di bawah 94%, segera hubungi tenaga kesehatan atau minta perawatan di rumah sakit. Bila kadar oksigen di bawah 90%, itu berarti pasien mengalami covid 19 berat. Segera hubungi penyedia layanan kesehatan atau minta segera dirawat di rumah sakit.

Berhenti Merokok Sekarang dan Selamanya “Commit to Quit” Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2021

Oleh : Nur Handayani, SKM

Hari tanpa tembakau sedunia diperingati setiap tanggal 31 Mei. Peringatan kali ini merupakan tahun kedua diperingati masih kondisi pandemi Covid-19. Hari tanpa tembakau sedunia diperingati dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya penggunaan tembakau terutama rokok. Dalam sebatang rokok terkandung didalamnya 4000 zat kimia beracun dan 43 diantaranya mengandung zat karsinogenik. Racun utama pada rokok : tar, nikotin, dan karbon monoksida. Bisa dikatakan hampir semua bahan yang terdapat dalam rokok adalah racun yang berbahaya bagi tubuh manusia, apalagi bila banyak batang rokok yang dihisap selama bertahun-tahun.

  Sudah sering digaungkan gambaran bahaya rokok terhadap kesehatan tubuh seseorang. Dari efek jangka pendek seperti gigi dan jari yang menguning, bau napas dan mulut, mata merah, hingga penyakit berbahaya seperti penyakit jantung, penyakit paru obstruktif kronis dan kanker paru. Walaupun sering digaungkan bahaya rokok, tapi jumlah perokok tiap tahunnya di Indonesia selalu meningkat. Data Riskesdas 2018, prevalensi merokok pada remaja usia 10-19 tahun meningkat dari 7,2% di tahun 2013 menjadi 9,1% pada 2018. Merokok dari usia muda inilah yang dapat memicu menjadi perokok aktif hingga usia lanjut.

  Masalah rokok masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Bayangkan saja  Diperkirakan  sekitar 225.700 orang di Indonesia meninggal akibat rokok. Dan perlu diingat, pandemi Covid-19 belum berakhir, perokok memiliki risiko yang lebih besar terkena kasus yang parah atau bahkan meninggal akibat COVID-19. Ini yang kemudian memicu sebagian perokok untuk berhenti. Saat ini setidaknya, sekitar 60 persen perokok (sekitar 780 juta orang) telah menyatakan keinginannya untuk berhenti. Tapi sayang, hanya ada sekitar 30 persen saja yang memiliki akses alat yang membantu mereka agar penyembuhan bisa berjalan sukses.     Menurut  WHO jumlah  perokok  yang  berhenti  dengan kemauan  sendiri  atau  tanpa  bantuan  pada  tahun  2011  sekitar  70,7%  dan  7% memilih  melalui  konseling (WHO,  2012).

  Banyak  tantangan  yang  harus  dilalui perokok  untuk  berhasil  berhenti  merokok  karena  perokok  akan  merasa  cemas, marah  dan  depresi  ketika  tidak  merokok  untuk  sementara  waktu (Taylor et  al.,2014). Sangat   sedikit   perokok   yang   bisa   berhenti merokok   dalam   waktu   yang spontan.   Hal   tersebut   dikarenakan   pengaruh dari   lingkungan   teman   sebaya, merasa diasingkan jika tidak merokok saat berkumpul bersama teman, munculnya perasaan ketidakmampuan untuk berhenti merokok serta adanya kemampuan daya beli  terhadap  rokok.  Hal  tersebut  yang  menyebabkan  perokok mengklaim  bahwa berhenti  merokok sangat sulit dan  membutuhkan  usaha  yang  lebih  keras  untuk berhasil berhenti merokok(Jannone, &O‘Connell, 2007;Weinstein et al.,2004).

  Menurut Heydari et al., (2014) metode berhenti merokok ada dua yaitu metode  dengan  bantuan  obat  atau  terapi  dan  tanpa pengobatan.  Metode  menggunakan  obat  dan  terapi  tersebut  berupa  terapi pengganti    nikotin    (NRT)    (permen    karet,    tablet    sublingual,    pelega tenggorokan,  inhaler  dan  semprotan  hidung), Champix,  Zybandan  obat-obatan yang diresepkan seperti Bupropion dan Varenicline. Metode lainnya  adalah  metode tanpa  obat  misalnya  akupuntur,  konseling perawat  dan  melalui  telepon  serta  usaha  sendiri. Data  dari Global  Adult  Tobacco  Survei bahwa berhenti  merokok  tanpa  bantuan  merupakan  metode  yang  paling  banyak dilakukan di Indonesia dibandingkan metode-metode lainnya (WHO, 2012).

             Keinginan untuk berhenti merokok senada dengan tema Hari Tanpa Tembakau Sedunia tahun ini yaitu “Commit to Quit” atau berkomitmen untuk berhenti merokok. Momentum ini bisa dijadikan momentum dimana perokok dapat berkomitmen untuk berhenti merokok. Karena dengan berhenti merokok, manfaatnya langsung dapat dirasakan langsung. Setidaknya, setelah 20 menit ketika berhenti merokok, detak jantung secara otomatis akan menurun. Dalam 12 jam, tingkat karbon monoksida dalam darah pun turun menjadi normal. Dalam 2-12 minggu sirkulasi pasti akan ikut membaik dan fungsi paru-paru pun ikut meningkat. Kalau dalam waktu 1-9 bulan, batuk dan sesak napas dijamin akan ikut berkurang. Lalu dalam 5-15 tahun, risiko stroke seseorang pun bisa ikut berkurang menjadi bukan perokok. Kalau dalam 10 tahun, tingkat kematian akibat kanker paru-paru hanya sekitar setengah dari perokok.

            Keinginan berhenti merokok bukan perkara yang mudah bagi perokok tapi bukan hal mustahil bila ada kemauan yang kuat. Kebiasaan merokok yang bertahun-tahun membuat perokok sulit melepas kebiasaan buruk tersebut. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan perokok ketika memutuskan untuk berhenti merokok, antara lain :  Bulatkan Tekad Berhenti Merokok, Membiasakan Berhenti Merokok, Kenali Waktu dan Situasi Kapan Sering Merokok, Mintalah Dukungan dari Keluarga dan Kerabat, Tahan Keinginan dengan Menunda, Berolahraga secara Teratur, Konsultasi dengan Dokter. Yuk, jadikan Hari Tanpa Tembakau Sedunia kali ini menjadi momentum untuk HIDUP SEHAT TANPA ROKOK.

Daftar Pustaka

Jannone, L., & O‘Connell, K. A. (2007). Coping strategies used by adolescents during  smoking  cessation. The Journal  of  School  Nursing :  The  Official Publication of the National Association of School Nurses, 23(3), 177–184.

Kemenkes.  (2018).  Riset  Kesehatan  Dasar  (Riskesdas)  2018.

Taylor, G., McNeill, A., Girling, A., Farley, A., Lindson-Hawley, N., & Aveyard, P.  (2014).  Change  in  mental  health  after  smoking  cessation:  systematic review  and  meta-analysis. BMJ  (Clinical  Research  Ed.), 348(February), g1151.

Taylor, S. E. (2014). Health Psychology [8th Edition]. New York: McGraw-Hill.

Taylor, S. E., &Stanton, A. L. (2007). Coping Resources, Coping Processes, and Mental Health. Annual Review of Clinical Psychology, 3(1), 377–401.

Weinstein,  N.,  Slovic,  P.,  &  Gibson,  G.  (2004).  Accuracy  and  optimism  in smokers‘ beliefs about quitting. Nicotine  &  Tobacco  Research, 6(6),  375–380.

World  Health  Organization.  (2012). Global  Adult  Tobacco Survey:  Indonesia Report 2011.

Heydari, G., Masjedi, M., Ahmady, A. E., Leischow, S., Lando, H., Shadmehr, M. B.,  &  Fadaizadeh,  L.  (2014).  A  comparative  study  on  tobacco  cessation methods:   A   quantitative   systematic   review. International   Journal   of Preventive Medicine, 5(6), 673–678.

Promkes, Kemkes. (2018).7 Tips Ampuh Berhenti Merokok Bagi Anda yang Perokok Berat. https://promkes.kemkes.go.id 29 Mei 2018

Desiree, Anastasia. (2021). WHO Beberkan 4 Fakta Jelang Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2021. https://www.idntimes.com 2 Mei 2021

Reskiaddin, La Ode. (2018). MENGAPA SAYA BERHENTI MEROKOK? Kajian Kualitatif Mengenai Dukungan Sosial dan Mekanisme Coping untuk Berperilaku Sehat. Yogyakarta : Tesis Program Pasca Sarjana Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan UGM