Category: <span>Artikel</span>

FISIOTERAPI PADA PARU PARU


Oleh: Prayitno,Ftr

Fisioterapi merupakan bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu/ kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang rentang kehiduan dnegan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan ( fisik, elektroterapis dan mekanis), pelatihan fungsi dan komunikasi.( PMK no 65 tahun 2015). Fisioterapis adalah setiap orang yang telah lulus pendidikan fisioterapi sesuai dengan peraturan yang berlaku dan secara sah legal dapat memberikan layanan tindakan fisioterapi ( promotif, preventif, kuratif dan rehailitatif) sesuai dengan permasalahan yang dihadapi pasien

Fisioterapi pada paru atau biasa disebut dengan fisioterapi dada merupakan salah satu penanganan fisioterapi yang ditujukan untuk mengatasi permasalahan yang berhubungan dengan saluran pernapasan. Fisioterapi pada paru tidak hanya diberikan dalam rangka membersihkan saluran pernapasan karena adanya dahak/ mukus, namun juga bagaimana mengembalikan fungsi paru agar dapat bekerja secara optimal dalam memenuhi kebutuhan tubuh, orang yang mengalami sakit paru merasakan mudah lelah dan mudah ngos-ngosan/ menggeh – menggeh, dengan mendapatkan tindakan dari seorang fisioterapis maka fungsi dari paru dapat dijaga dan dimaksimalkan.

            Dalam memberikan layanan fisioterapis akan selalu melakukan pemeriksaan terlebih dahulu guna menentukan tujuan dari terapi yang akan dilakukan dan menentukan metode/modalitas/ peralatan yang digunakan. Pada kondisi penyakit paru problematik/ pemasalahan yang sering dihadapi oleh fisioterapi diantaranya adalah pasien kesulitan saat mengeluarkan dahak, dada terasa penuh, nafas menjadi tidak teratur ( perubahan pola napas), rasa kaku dan tegang pada otot didada, dan juga pasien merasa mudah lelah dan sesak saat beraktivitas.

Berikut beberapa latihan/tindakan yang digunakan dalam rangka mengatasi permasalahan yang sering dihadapi pasien paru. Pada kesempatan ini kami uraikan mengenai tehnik terapi untuk mengeluarkan dahak.

  1. Postural drainage

Postural drainage merupakan salah satu tehnik yang digunakan untuk mengalirkan sputum/ dahak yang berada di dalam paru agar mengalir ke saluran pernapasan yang besar sehingga lebih mudah untuk dikeluarkan. Tindakan ini dilakukan selama minimal 20 menit untuk satu bagian lobus paru dan dilakukan pemeriksaan suara paru terlebih dahulu untuk menentukan posisi yang tepat. Dilakukan sehari sebanyak 2 kali pada pagi dan sore hari.

  • Tapotemen/perkusi

Teknik ini berupa tepukan yang ritmis dan terah ke bagian paru, tujuannya adalah untuk menggetarkan paru sehingga bila ada dahak yang lengket pada dinding saluran napas dapat terlepas dan mengalir kesaluran napas yang lebih besar. Tapotemen biasanya dilakukan bersamaan degan pemberian postural drainage. Tidak semua kondisi paru boleh diberikan tapotemen / perkusi ada hal hal perlu diperhatikan dalam pemberian tindakan ini diantaranya adanya suara mengi/ wheezing karena dapat menyebabkan keluhan sesak semakin bertambah jika tidak dilakukan secara tepat, batuk darah karena dapat menambah perdarahan. Ritme yang teratur dan frekuensi yang tepat menjadi hal yang harus dilakukan tidak sekedar kerasnya tepukan yang diberikan ke dada baik dari depan maupun dari belakang. Bila melakukan perkusi sebaiknya jumlah tepukan mencapai 25 kali dalam 10 detik agar hasil lebih maksimal, selama 3-5 menit untuk tiap bagian dari paru paru.

  • Vibrasi

Vibrasi dengan menggetarkan sangkar dada, diberikan setelah pemberian postural drainage dan aplikasi tapotemen, vibrasi digunakan untuk meningkatkan dan mempercepat aliran sekret di dalam paru. Vibrasi dilakukan pada saat pasien ekspirasi, dimana sebelumnya pasien diminta tarik napas dalam kemudian saat ekspirasi diberikan vibrasi sampai akhir ekspirasi. Dengan frekuensi 4-5 kali getaran.

  • Latihan Batuk efektif

Latihan batuk efektif digunakan untuk mengeluarkan dahak yang sudah terkumpul ke saluran pernapasan yang besar, setelah dilakukan prosedur postural drainase, tapotemen dan vibrasi. Batuk efektif adalah tehnik batuk yang diharapkan dapat mengeluarkan dahak, tidak seperti batuk pada umumnya batuk efektif terbukti lebih bisa dan banyak mengeluarkan dahak. Bagaimanakah cara melakukanannya, pertama ambil posisi duduk tegak atau berdiri, kemudian tarik napas dalam sebanyak 3 kali kemudian bernapas dengan pernapasan biasanya kemudian tarik napas dan batukkan sebanyak 2 kali secara berturut turut tanpa ada jeda (dalam satu kali tarik napas kemudian dibatukkan sebanyak 2 kali berturut turut tanpa jeda) . Batuk dilakukan 2 kali berturut turut bertujuan untuk melepaskan perlengketan sputum/dahak pada saluran pernapasan dan batuk yang kedua ntuk mengeluarkan mukus dari paru paru.  Saat keluar dahak jangan lupa tutuplah mulut dengan sapu tangan / tisu kemudian buang ke tempat sampah dan cuci tangan untuk meminimalkan penularan.

Beberapa teknik tersebut diatas bisa dilakukan secara teratur selama produksi mukus/ dahak masih banyak, namun menjadi kurang efektif jika yang terjadi batuk kering.

Selamat mencoba dan melakukan teknik tersebut.

Untuk  lebih jelasnya bisa menghubungi Unit Fisioterapi di RSP Respira.

Masih ada permasalahan lain yang akan kita bahas namun akan kami lanjutkan pada eposide selanjutnya diantaranya mengenai bagaimana melalukan latihan pernapasan yang benar dan latihan untuk mengembalikan kemampuan paru yang mengalami penurunan akibat sait paru paru.

Daftar Pustaka

  1. Barbara A. Webber, Jenifer A, Pryor,Physiotherapy technique, Physiotherapy for respiratory and cardiac problem, secong edition, churchill livingstone, singapore 1998.
  2. Badget, D.;Casselbeny, C.: Chest Physiotheraphy in A Practical guide to Pediatric Intensive Care 2nd Edition 1984.
  3. Slamet sumarno, Teknik fasilitasi dan strategi kontrol respirasi, Temu ilmiah fisioterapi XIX, Yogyakarta 2004
  4. Worjodiarjo, M.: peran fisioterapi dalam penanganan penyakit obstruksi pada anak. Dalam kumpulan naskah Temu Ilmiah Tahunan Fisioterapi

Sayangi Parumu, Buang Rokokmu

Oleh Kristi Riyandini, SKM

Asap rokok mengandung lebih dari 4.000 senyawa kimia, 43 diantaranya bersifat karsinogen. Tidak ada kadar paparan minimal dalam asap rokok/tembakau yang “aman”. Berdasarkan WHO, tembakau merupakan penyebab terbesar kematian pada penyakit yang dapat dicegah. WHO memperkirakan bahwa penggunaan tembakau  saat ini bertanggung jawab atas kematian sekitar enam juta orang di seluruh dunia setiap tahun dengan banyak dari kematian ini terjadi sebelum waktunya. Total ini termasuk sekitar 600.000 orang yang juga diperkirakan meninggal akibat efek perokok pasif. Meskipun sering dikaitkan dengan kesehatan yang buruk, cacat dan kematian akibat penyakit kronis yang tidak menular, merokok tembakau juga dikaitkan dengan peningkatan risiko kematian akibat penyakit menular. Berdasarkan laporan WHO, China dan India memiliki angkat perokok tertinggi di dunia, masing-masing dengan 307 juta dan 106 juta perokok, dari total 1,1 miliar perokok di kalangan orang dewasa, diikuti oleh Indonesia dengan 74 juta.

Indonesia menghadapi permasalahan yang serius terkait rokok tembakau. Berdasarkan hasil Riskesdas 2018, 62,9% laki-laki usia 15 tahun keatas mengkonsumsi tembakau hisap dan kunyah, sementara konsumsi pada wanita sebanyak 4,8%, atau totalnya konsumsi rokok penduduk usia 15 tahun keatas sebanyak 33,8%. Prevalensi merokok pada penduduk umur 10-18 tahun di Indonesia diperkirakan mencapai 9,1%, hasil ini mengalami kenaikan dibandingkan dengan Riskesdas tahun 2013 yang berada pada angka 7,2 %. Hasil Riskesdas ini berarti menunjukkan bahwa perokok Indonesia usia muda mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari tahun ketahun. Hasil Riskesdas juga menunjukkan dua pertiga laki-laki dewasa di Indonesia adalah perokok. Indonesia menyumbang separuh dari jumlah perokok dewasa di kawasan Asia.

Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) yang diprakarsai Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) diperingati setiap tahun di seluruh dunia setiap tanggal 31 Mei. Tahun ini HTTS mengusung tema “Tobacco and Lung Health“, menyoroti isu dampak rokok pada kesehatan paru-paru. Kampanye ini bertujuan meningkatkan kesadaran tentang dampak negatif tembakau terhadap kesehatan paru-paru orang dari kanker hingga penyakit pernapasan kronis serta fungsi mendasar paru-paru untuk kesehatan dan kesejahteraan semua orang. Asap rokok memberikan dampak  pada kesehatan paru-paru seperti serangan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), emfisema, dan kanker. Penyakit yang berhubungan dengan jantung, strok dan penyakit gangguan reproduksi dan kehamilan juga dapat diakibatkan dari pengunaan rokok.

Kebiasaan merokok adalah penyebab utama tingginya kasus kanker paru di Indonesia. Sebelum berubah menjadi kanker, biasanya rokok akan merusak fungsi paru secara perlahan. Kerusakan paru paling awal yang dapat dialami para perokok aktif adalah penyakit paru obstruktif kronis (PPOK). PPOK adalah penyakit kerusakan paru yang terjadi akibat penyumbatan di dalamnya, sehingga tidak dapat berfungsi normal kembali. Faktor resiko utama seseorang terkena PPOK adalah paparan asap rokok, baik pada perokok aktif maupun perokok pasif. Perokok pasif juga memiliki resiko yang sama, asap rokok sama jahatnya dengan kandungan yang ada di dalamnya. Proses terjadinya hampir sama dengan para perokok aktif, jadi asap mengandung zat beracun yang bisa terhirup masuk ke dalam paru. Semakin sering dan lama orang menghirup asap rokok, maka akan kian banyak juga zat beracun yang masuk ke dalam tubuhnya. Lama-kelamaan, kerusakan terjadi dan akhirnya penyakit paru obstruktif kronis pun muncul.

Jika melihat dampak yang ditimbulkan dari rokok terhadap tubuh kita, rasanya sayang sekali apabila seseorang masih meneruskan kebiasaan merokoknya. Berhenti merokok dan lepas dari kecanduan nikotin memang sulit, tetapi sulit bukan berarti berarti kita tidak bisa. Kebiasaan merokok ini tidak memiliki efek positif satupun, sehingga mari kita jadikan momen hati tanpa tembakau sedunia ini menjadi momen yang akan diperingati setiap hari, jadikan setiap harimu menjadi hari tanpa rokok, sayangi parumu, sayangi orang-orang disekitarmu dengan tidak merokok.

Pentingnya Cegah Stunting Demi Masa Depan Anak Bangsa

Pentingnya Cegah Stunting Demi Masa Depan Anak Bangsa

Oleh : Nur Handayani, SKM

PKRS – RS Paru Respira Yogyakarta

                Belakangan ini Kementrian Kesehatan gencar berkampanye tentang stunting dengan slogannya “Cegah Stunting, Ini Penting”. Kata stunting itu sendiri bagi orang awam terkesan asing. Mungkin bagi kita pun juga demikian. Sebenarnya apa sih stunting itu? Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Stunting dimulai dalam kandungan dan baru terlihat saat anak berusia dua tahun. Stunting merupakan kondisi dimana anak mengalami gangguan pertumbuhan sehingga menyebabkan lebih pendek ketimbang teman-teman seusianya. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak, pengertian pendek dan sangat pendek adalah status gizi yang didasarkan pada indeks Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) yang merupakan padanan istilah stunted (pendek) dan severely stunted (sangat pendek). Balita pendek (stunting) dapat diketahui bila seorang balita sudah diukur panjang atau tinggi badannya, lalu dibandingkan dengan standar, dan hasilnya berada dibawah normal. Balita pendek adalah balita dengan status gizi yang berdasarkan panjang atau tinggi badan menurut umurnya bila dibandingkan dengan standar baku WHO-MGRS (Multicentre Growth Reference Study) tahun 2005, nilai Z score nya kurang dari -2SD dan dikategorikan sangat pendek jika nilai z-scorenya kurang dari -3SD.

 

             Terjadinya stunting seringkali tidak disadari oleh orang tua, setelah anak berusia dua tahun baru terlihat ternyata balita tersebut pendek. Stunting terjadi karena adanya masalah gizi kronis yang akibat asupan gizi yang kurang dan terjadi cukup lama. Terkadang orang tua kurang menyadari hal tersebut, mereka menganggap anak mereka sudah cukup makan tanpa memperhatikan kandungan gizi asupan yang diberikan ke anak. Diperkirakan ada 162 juta balita pendek pada tahun 2012. Jika tren berlanjut tanpa upaya penurunan, diproyeksikan akan menjadi 127 juta pada tahun 2025. Dalam skala dunia, anak stunting terbanyak di Asia (56%) dan Afrika ( 36%). Di Indonesia sendiri, berdasarkan Riskesdas 2013 terdapat 37,2% anak stunting. Bila dibandingkan dengan tahun 2010 yang mencapai angka 35,6%, maka tidak ada penurunan untuk angka stunting. Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu provinsi dengan presentase terendah untuk anak stunting, selain provinsi Kepulauan Riau (26,3%) dan DKI Jakarta (27,5%).

            Kemudian pada tahun 2015 diadakan Pemantauan Status Gizi (PSG) oleh kementrian Kesehatan dimana hasil data yang diperoleh 29% balita Indonesia termasuk kategori pendek, dimana provinsi Nusa Tenggara Timur berada pada level tertinggi untuk kasus balita pendek/stunting.

            Ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya stunting pada anak. Dalam situs Adoption Nutrition penyebab stunting ada 5 yaitu :

  1. Kurang gizi kronis dalam waktu lama
  2. Retardasi pertumbuhan intrauterine
  3. Tidak cukup protein dalam proporsi total asupan kalori
  4. Perubahan hormon yang dipicu oleh stress
  5. Sering menderita infeksi di awal kehidupan seorang anak

Menurut UNICEF, penyebab terjadinya stunting ada dua yaitu penyebab langsung dan tidak langsung. Penyebab langsung meliputi asupan makanan dan keadaan kesehatan. Sedangkan penyebab tidak langsung meliputi ketersediaan dan pola konsumsi rumah tangga, pola pengasuhan anak, sanitasi lingkungan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Faktor-faktor tersebut ditentukan oleh sumber daya manusia, ekonomi dan organisasi melalui faktor pendidikan. Penyebab paling mendasar dari tumbuh kembang anak adalah masalah politik, ideologi, dan sosial ekonomi yang dilandasi oleh potensi sumber daya yang ada.

            Sedangkan menurut Tuft dalam The World Bank stunting disebabkan oleh tiga faktor yaitu faktor individu yang meliputi asupan makanan, berat badan lahir dan keadaan kesehatan; faktor rumah tangga yang meliputi kualitas dan kuantitas makanan, sumber daya, jumlah dan struktur keluarga, pola asuh, perawatan kesehatan dan pelayanan; serta faktor lingkungan yang meliputi infrastruktur sosial ekonomi, layanan pendidikan dan layanan kesehatan.

            Mungkin kita bertanya seberapa penting mecegah stunting, sehingga menyebabkan Kementrian Kesehatan merasa perlu berkampanye tentang pencegahan stunting. Masalah stunting dalam suatu negara ternyata kompleks. Stunting bisa menjadi gambaran indikator keberhasilan kesejahteraan, pendidikan dan pendapatan masyarakat. Dampaknya sangat luas sebut saja dampak terhadap ekonomi, kecerdasan, kualitas dan dimensi bangsa yang berefek pada masa depan anak. Menilik dari kondisinya, stunting merupakan gangguan pertumbuhan. Anak yang lebih pendek dari temn-teman seusianya, pertanda ada masalah pada pertumbuhannya. Anak stunting yang dialami anak dibawah usia dua tahun, harus segera ditangani segera dan tepat. Karena bila penanganan terlambat dan tidak tepat, stunting menjadi sulit dikembalikan ke semula atau normal.     

            Kejadian anak stunting dapat diputus mata rantainya sejak janin dalam kandungan dengan cara melakukan pemenuhan kebutuhan zat gizi pada ibu hamil. Ibu hamil disini sebenarnya tidak terlepas dari riwayat kehidupan sebelumnya saat menjadi remaja putri. Status gizi remaja putri atau pra nikah memiliki kontribusi besar pada kesehatan dan keselamatan kehamilan dan kelahiran, apabila remaja putri menjadi ibu. Pada saat janin dalam kandungan hingga usia dua tahun, terjadi pembentukan sel otak hingga 70%. Jika anak mengalami gangguan pertumbuhan, pembentukan sel otak menjadi terganggu. Akibatnya bisa berpengaruh terhadap penurunan intelegensia (IQ). Tidak berhenti disitu, stunting juga menyebabkan tumbuh kembang anak terhambat, penurunan fungsi kognitif anak, penurunan fungsi kekebalan tubuh bahkan saat dewasa mempunyai resiko terkena penyakit degeneratif seperti diabetes mellitus, jantung koroner, hipertensi dan obesitas. Stunting berdampak tidak saja pada kondisi fisik yang pendek dimana secara estetika kurang menarik, tetapi juga pada kecerdasan, produktifitas dan prestasinya saat kelak dewasa. Inilah yang menjadikan dampak yang bahaya dan kompleks bagi masa depan anak bangsa.   

            Kementrian Kesehatan dalam fungsinya berupaya menekan angka stunting di Indonesia dengan upaya langsung (intervensi gizi spesifik) dan upaya tidak langsung (intervensi gizi sensitif). Intervensi gizi spesifik umumnya dilakukan di sektor kesehatan, namun hanya berkontribusi 30%, sedangkan 70%nya merupakan kontribusi  intervensi gizi sensitif yang melibatkan berbagai sektor seperti ketahanan pangan, ketersediaan air bersih dan sanitasi, penanggulangan kemiskinan, pendidikan, sosial dan sebagainya. Upaya intervensi gisi spesifik untuk anak stunting difokuskan pada kelompok 1000 Hari Pertama Kehidupan, yaitu 270 hari selama dalam kandungan/kehamilan dan 730 hari pertama setelah bayi yang dilahirkan. Saat inilah yang dinamakan “Periode Emas” dimana pada masa ini lah yang menentukan kualitas kehidupan anak.  

Upaya intervensi gizi baik spesifik maupun sensitif tersebut meliputi :

  1. Pada ibu hamil
  • Memperbaiki gizi dan kesehatan ibu hamil, bila ibu hamil dalam keadaan kurus atau telah mengalami Kurang Energi Kronis (KEK) maka perlu diberikan makanan tambahan kepada ibu hamil tersebut
  • Setiap ibu hamil perlu mendapat tablet tambah darah minimal 90 tablet selama kehamilan
  • Kesehatan ibu harus tetap dijaga agar ibu tidak mengalami sakit
  1. Pada saat bayi lahir
  • Persalinan ditolong oleh bidan atau dokter terlatih dan begitu bayi lahir melakukan Inisiasi Menyusui Dini (IMD)
  • Bayi sampai dengan usia 6 bulan diberi Air Susu Ibu (ASI) saja (ASI Eksklusif)
  1. Bayi berusia 6 bulan sampai dengan 2 tahun
  • Mulai usia 6 bulan, selain ASI bayi diberi Makanan Pendamping ASI (MP-ASI). Pemberian ASI terus dilakukan sampai bayi berumur 2 tahun atau lebih.
  • Bayi dan anak memperoleh kapsul vitamin A, imunisasi dasar lengkap
  1. Memantau pertumbuhan balita di posyandu merupakan upaya yang sangat strategis untuk mendeteksi dini terjadinya gangguan pertumbuhan.
  2. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) harus diupayakan oleh setiap rumah tangga termasuk meningkatkan akses terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi, serta menjaga kebersihan lingkungan. PHBS menurunkan kejadian sakit terutama penyakit infeksi yang dapat membuat energi untuk pertumbuhan teralihkan kepada perlawanan tubuh menghadapi infeksi, gizi sulit diserap oleh tubuh dan terhambatnya pertumbuhan.

            Melihat dampak dari stunting yang begitu kompleks mengancam masa depan anak bangsa, maka tugas untuk “Cegah Stunting” tdak saja pemerintah tetapi juga kita. Kita yang mempunyai remaja putri hendaklah lebih peduli terhadap asupan makanan sehari-hari. Kelak remaja putri kita lah yang mencetak generasi anak bangsa. Anak usia 10 tahun dimana sudah tidak mampu “dipaksa” untuk makan makanan sehat dan bergizi dan telah mengenal “uang saku” cenderung kurang bijaksana dalam memilih makanan. Perlu disini peran orang tua mengontrol asupan makanan anak. Bagi yang tengah hamil, yuk ibu pantau kesehatan ibu hamil. Ibu hamil cenderung merasa bebas makan apapun dan tanpa kontrol dengan alasan makanan adalah untuk dua orang. Padahal ibu hamil tetap harus menjaga asupan nya. Makan makanan bergizi, mengkonsumsi tablet tambah darah dan tetap berolahraga sesuai dengan kondisinya. Ibu hamil yang asupan gizinya baik diharapkan akan menghasilkan anak bangsa yang cerdas dan sehat. Pemberian ASI adalah salah satu upaya memutus rantai stunting. ASI merupakan asupan yang berisi kandungan gizi yang lengkap. Pemberian ASI adalah hak ibu dan bayi, perlu dukungan suami, keluarga, masyarakat, fasilitas kesehatan, lingkungan kerja bahkan hingga pemerintah.

            Gizi seimbang saat ini kurang pas bila berpatok pada 4 sehat 5 sempurna, karena seringkali kita salah memahami konsepnya. Pemahaman yang keliru yang menyebabkan tidak proporsionalnya asupan makanan, yaitu terlalu banyak gula dan karbohidrat, terlalu sedikit makanan berserat. Bukan itu saja, masih banyak dari kita yang mengabaikan pentingnya keseimbangan air dan olahraga. Pada sehari-hari seharusnya ada sekitar 50% piring kita berisi sayur dan buah, tapi di masyarakat itu belum menjadi kebiasaan. Ubah pola menu makan kita. Selain itu juga perlu didukung oleh sanitasi lingkungan, sanitasi air dan kebersihan. Tingkatkan pengetahuan dan wawasan keluarga tentang gizi. Percuma saja bila anak kita cuci tangan sebelum makan tetapi si ibu lupa tidak menutup makanan yang disediakan. Percuma bila dirumah dijaga kebersihannya tapi ternyata si anak membeli makanan diwarung dimana kandungan garam atau zat pewarnanya tinggi. Yuk, kita bersama-sama harus mulai sekarang peduli akan gizi tidak hanya pada keluarga kita saja, tetapi dengan sesama. Kita bersama cegah stunting demi masa depan anak bangsa “CEGAH STUNTING, INI PENTING”.

 

    

DAFTAR PUSTAKA

  1. Kementrian Kesehatan RI. 2016. Situasi Balita Pendek. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI
  2. Arundhana, Andi Imam. 2012. Stunting. https://catatanseorangahligizi.wordpress/com
  3. Kumala Dewi, Bestari. 2017. Mengenal “Stunting” dan Efeknya Pada Pertumbuhan Anak. https://health.kompas.com tanggal 8 Februari 2017
  4. 2015. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Stunting. https://penyebabdaristuntin.blogspot.co.id tanggal 25 September 2015
  5. 2015. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Stunting. https://www. Indonesian-publichealth.com tanggal 25 April 2015
  6. Mita Etika, Nimas, dkk. Mengenal Stunting, Kondisi Tubuh Anak Pendek Yang Ternyata Berbahaya. https://hellosehat.com
  7. MCA Indonesia. 2015. Kenali Stunting dan Dampaknya Terhadap anak. https://dinkes.inhukab.go.id
  8. MCA Indonesia. Stunting dan Masa Depan Indonesia. mca-indonesia.go.id
  9. Kementrian Kesehatan RI. Laporan Hasil Riset kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2013. Status Gizi Anak Balita. Jakarta ; Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. depkes.go.id
  10. World Health Organization. World Health Statistics 2012. apps.who.int