Berita

Setiap Detik Berharga, Selamatkan Bangsa dari Tuberkulosis

Oleh : Nur Handayani, SKM

Masa pandemi Covid-19 belum berakhir. Kita masih tetap harus menerapkan protokol kesehatan 5 M, yaitu Memakai masker, Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, Menjaga jarak, Menjauhi kerumunan dan Mengurangi mobilitas. Pada saat pandemi kita terfokus hanya dengan pencegahan dan penanganan terkait Covid-19. Tapi kewaspadaan terhadap Covid-19 jangan sampai membuat kita lengah dengan beberapa penyakit, salah satunya penyakit Tuberkulosis atau TBC.

                  TBC adalah penyakit  infeksi  menular  yang  disebabkan  oleh  bakteri Mycobacterium  tuberkulosis,  yang dapat  menyerang  berbagai  organ,  terutama paru-paru. Kuman  ini  berbentuk  batang,  mempunyai  sifat khusus  yaitu  tahan  terhadap  asam  pada  pewarnaan.  Oleh  karena  itu  disebut  pula sebagai  Basil  Tahan  Asam  (BTA). Basil  ini  tidak  berspora sehingga  mudah  dibasmi  dengan  pemanasan,  sinar  matahari  dan  sinar  ultraviolet, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang  gelap  dan  lembab.  Dalam  jaringan  tubuh  kuman  ini  dapat  dormant,  tertidur dalam beberapa tahun.

                  Mengacu pada, WHO Global TB Report tahun 2020, masih terdapat 10 juta orang didunia jatuh sakit  karena TBC dan menyebabkan 1,2 juta orang meninggal karenanya. Ditambah  lagi, 251 ribu orang yang meninggal karena TBC disertai dengan HIV positif. Indonesia termasuk delapan Negara yang menyumbang 2/3 kasus TBC diseluruh dunia, Indonesia menempati posisi kedua setelah India dengan kasus sebanyak 845.000 dengan kematian sebanyak 98.000 atau setara dengan 11 kematian/jam. Mengingat tingginya kasus dan beban kematian akibat tuberkulosis,dunia telah berkomitmen untuk bebas TBC pada tahun 2050.

                  Mengatasi kasus TBC dan beban kematian akibat TBC, tentu menjadikan penanganan yang tidak main-main. Tidak hanya menjadi tanggungjawab pemerintah dalam pencegahan dan penanganan penyakit TBC tapi juga seluruh elemen masyarakat. Ada beberapa populasi yang rentan terhadap penyakit TBC, antara lain orang dengan sistem kekebalan tubuh lemah terutama orang dengan HIV-AIDS (ODHA), orang dengan kekurangan gizi atau malnutrisi, orang yang sedang menjalani terapi antikanker atau sedang menjalani dialisis dan anak-anak. Penularan TBC pada anak biasanya terjadi karena penularan dari orang dewasa yang kemudian infeksi bakteri terbawa oleh seorang anak yang kemungkinan akan kambuh di saat ia dewasa atau bahkan pada saat usia anak yang membuat anak tersebut harus menjalani pengobatan selama 6 bulan dengan dosis orang dewasa. Berdasarkan laporan WHO diperkirakan sebanyak 1,12 juta anak didunia terinfeksi TBC. TBC menular melalui percikan ludah dari seorang penderita kepada orang yang berada didekatnya.  Salah satu populasi yang mempunyai risiko tinggi terjadinya penularan TBC adalah pada anak dan balita. Sistem imunitas anak masih belum optimal sehingga mereka memiliki risiko lebih tinggi untuk sakit TBC.

                  Setiap tanggal 24 Maret diperingati sebagai Hari Tuberkulosis atau TBC Sedunia. Di tanggal inilah pertama kalinya Robert Koch menemukan bakteri TBC (Mycobacterium tuberculosis). Hari TBC sedunia diperingati untuk menggugah kepedulian semua orang terkait pemahaman tentang penyakit TBC dan upaya pencegahannya. Tema hari TBC sedunia tahun 2021 adalah “The Clock is Ticking..”, yang memiliki makna semakin terbatasnya waktu untuk mencapai target eliminasi TBC 2030. Sedangkan tema nasional adalah Setiap Detik Sangatlah Berharga Untuk Dapat Mengeliminasi Kasus TBC, Selamatkan Bangsa dari Tuberkulosis. Posisi kedua dengan peringkat terbanyak kasus penyakit TBC  membuat Indonesia harus segera mempercepat eliminasi TBC. Mengapa eliminasi TBC 2030 penting dilakukan karena ada beberapa alasan, antara lain :

  1. TBC merupakan penyakit infeksi yang sangat mudah menular sehingga adanya arus globalisasi, transportasi, dan migrasi penduduk antar negara membuat TBC menjadi ancaman serius bagi dunia
  2. Pengobatan TBC tidak mudah dan membutuhkan biaya yang cukup tinggi
  3. TBC yang tidak ditangani hingga tuntas menyebabkan resistensi obat
  4. TBC menular dengan mudah, yakni melalui udara yang berpotensi menyebar di lingkungan keluarga, tempat kerja, sekolah dan tempat umum lainnya
  5. Anak yang terbukti terinfeksi TBC laten, jika tidak diobati dengan benar akan menjadi kasus TBC, dimasa dewasanya dan akan menjadi sumber penularan baru

                  Masa pandemi sekarang ini membuat sebagian besar orang dilanda ketakutan. Kita lebih banyak menghabiskan waktu di rumah, kecuali bila ada keperluan mendesak. Begitu juga dengan penderita TBC, tentu mengalami hal yang sama. Ada ketakutan terkena virus Covid-19. Ada ketakutan pula bila harus berobat ke pelayanan kesehatan. Ketakutan tersebut tentunya beralasan karena virus Covid-19 mudah menular ketika terjadi kontak erat. Beberapa gejala TBC seperti batuk, demam, dan merasa lemas juga dialami pasien Covid-19. Covid-19 menyadarkan kita betapa rentannya jika pasien TBC tidak berobat, karena daya tahan tubuh dan kondisi paru mereka juga lebih rentan terinfeksi, Jadi penderita tetap harus menjalani pengobatan rutin sesuai anjuran dokter. Karena kunci dari kesembuhan salah satunya adalah rutin melakukan pengobatan hingga dinyatakan sembuh. Penderita TBC yang melakukan pengobatan melalui pelayanan kesehatan pada masa pandemik tetap harus menerapkan protokol kesehatan 5 M. Pemerintah telah menyediakan pelayanan kesehatan TBC dengan tata laksana sedemikian rupa, sehingga diharapkan penderita TBC tetap mendapatkan pelayanan dan tidak terjadi putus obat. Penanganan kasus TBC harus serius mengingat kasus TBC terbanyak 75% terjadi pada usia produktif yaitu sekitar 15-54 tahun dimana Lebih dari 25 persen pasien TBC dan 50 persen pasien TBC resisten obat beresiko kehilangan pekerjaan mereka karena penyakit ini. Kesulitan ekonomi yang secara langsung dan tidak langsung diakibatkan oleh TBC menimbulkan halangan akses terhadap diagnosis dan pengobatan dapat meningkatkan risiko penularan infeksi di masyarakat. Situasi ini tentu menghambat pembangunan nasional.

                  Begitu besarnya dampak dari banyaknya kasus TBC tidak saja menjadi tanggungjawab sektor kesehatan, tapi juga menjadi tanggungjawab semua sektor pemerintahan serta tanggungjawab semua individu. Setiap individu hendaknya memperbanyak informasi tentang penyakit TBC sehingga mampu mengenali gejala TBC dan dapat mencegah penularan penyakit TBC. Kenali gejala TBC seperti batuk lebih dari 2 minggu, mengalami sesak pada pernafasan, berkeringat pada malam hari tanpa aktifitas dan mengalami penurunan berat badan. Lakukan pula pencegahan terhadap penularan TBC dengan menerapkan etika batuk dan bersin seperti : gunakan masker bila batuk dan bersin, tutup mulut dan hidung dengan tisu atau dapat menggunakan lengan atas bagian dalam, buang tisu yang telah digunakan ke dalam tempat sampah, dan cucilah tangan dengan menggunakan sabun dan air mengalir. Salah satu pendekatan yang dapat mencegah penularan TBC berupa Temukan dan Obati Sampai Sembuh TBC (TOSS TBC). Dengan TOSS TBC ini diharapkan ada partisipasi dan kepedulian setiap individu untuk sama-sama mencegah penularan TBC. Begitu menemukan ada orang terdekat atau diri sendiri yang dicurigai mengalami gejala TBC bisa langsung mendatangi pelayanan kesehatan terdekat untuk pemeriksaan. Deteksi dini akan lebih memudahkan memutuskan rantai penularan TBC.

                  Penanganan TBC yang dilakukan pemerintah dengan kerjasama semua sektor dan setiap individu diharapkan akan membawa Indonesia bebas TBC. Setiap detik sangat berharga dalam upaya mengeliminasi TBC. Ke depan Indonesia dapat mewujudkan generasi yang sehat dan unggul bebas TBC sejak dini. Ayo bersama kita lawan tidak hanya Covid-19 tapi juga TBC. Indonesia sehat Bebas TBC.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Kementrian Kesehatan RI. 2019. Apa itu TOSS TBC dan Kenali Gejala TBC. https://promkes.kemkes.go.id tanggal 18 Juli 2019
  2. Kementrian Kesehatan RI. 2020. Pasien TBC Harus Lebih Waspadai Corona. https://www.kemkes.go.id tanggal 24 Maret 2020
  3. ____. 2020. Bersama Menuju ELiminasi TBC dan Melawan Covid-19. https://htbs.tbindonesia.or.id/ tanggal 24 Maret 2020
  4. Kementrian Kesehatan. 2020. Protokol Tentang Pelayanan TBC selama masa Pandemi Covid-19 tanggal 30 Maret 2020
  5. Kementrian Kesehatan RI. 2020.  Penanggulangan Tbc Di Masa Pandemi Covid-19 tanggal 22 Sepyember 2020
  6. Sapto Adhi, Irawan. 2020. 5 Gejala TBC yang Perlu Diwaspadai. https://health.kompas.com tanggal 26 Oktober 2020
  7. Kementrian Kesehatan. 2021. Panduan Peringatan Hari Tb Sedunia 24 Maret 2021

Sharing is caring!

Write a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Waspada Tren Diabetes pada Anak

Oleh : Nur Handayani, S.KM Penyakit gula atau diabetes sering dikira hanya terjadi pada kalangan orang dewasa, terjadi pada …

Gangguan Tidur dan Lansia: Mengapa Tidur Menjadi Tantangan dan Cara Mengatasinya

Oleh : Arifah Budi N, S,Km Insomnia adalah gangguan tidur yang ditandai dengan kesulitan untuk tertidur atau tetap tidur …

Perbekalan Farmasi Emergensi

Oleh : Adhika Twas Galih Atyanta, S.Farm

Tepangi Lan Cegah Penyakit Pertusis

Oleh : Nur Handayani, S.KM Pertusis inggih menika penyakit infeksi saluran pernafasan ingkang sanget menular ingkang …

Vape dan Bahayanya: Menelaah Dampak Kesehatan dan Lingkungan

Oleh : Shukhalita Swasti Astasari Dalam beberapa tahun terakhir, vape atau rokok elektronik telah menjadi tren di kalangan …